Zelo mengajakku ke kantin pagi ini sebelum acara PLS sesi kedua. Sejak dia berangkat ke sekolah, dia mengoceh jika dia belum sarapan. Lalu, aku langsung diajak ke kantin begitu saja untuk menemaninya sarapan. Sekalian aku juga ingin bercerita kepadanya tentang kejadian kemarin dan semalam.
"Lo mau cerita soal apa? Buruan, Nad. Gue dengerin sambil makan," ucap Zelo sambil mengaduk-aduk buburnya itu seperti anak kecil. Aku geli sendiri melihatnya.
Aku menarik napas panjang lalu ku hembuskan seketika. "Nggak. Gue cuma mau nanya-nanya aja."
"Ya, udah. Nanya tinggal nanya juga," ujarnya. Aku memang harus sabar jika menghadapi Zelo yang suka sekali mengegas. Padahal aku tadi berbicara baik-baik dengannya.
"Iya. Lo tahu Kak Lesham?"
"Tahulah."
"Orangnya gimana?"
Zelo tampak berpikir. Lalu ia minum segelas air sekaligus. Kemudian menatapku lekat-lekat. "Kak Lesham, ya? Setahu gue dia itu satu geng sama Kak Jin. Sama-sama anak Stigma. Kak Lesham tuh paling terkenal karena pesonanya tahu. Walaupun dia suka ngegoda cewek-cewek, tapi dia juga baik. Suka menolong. Pokoknya Kak Lesham itu anti rasis. Dia nggak memandang orang dari segi apapun. Mau kaya, miskin, langsing, gemuk, jelek, cantik, dia nggak peduli. Dulu pernah ada satu kejadian. Kak Lesham nolongin adik kelasnya yang gemuk kena bully teman-temannya. Dia bilang begini 'kalau kalian yang di-bully mau nggak? Kalau nggak mau nggak usah memberi dosa ke diri sendiri. Percuma kan cantik kalau kelakuannya bikin jijik?'. Habis ngomong begitu, dia ngajak itu adik kelasnya yang kena bully ke kantin buat ditraktir."
"Siapa namanya?" tanyaku.
"Kalau nggak salah sih Ovdiar siapa begitu. Panggilannya Ov. Ternyata dia itu sepupunya Kak Tavis. Sekarang udah homeschooling. Masih trauma dia-nya. Itu kejadian udah lama sih. Waktu SMP. Tapi masih aja jadi kabar panas di STANDAR. Heran gue," jawabnya begitu panjang.
Ovdiar?
Unik sekali namanya.
Suatu saat nanti aku ingin bertemu dengannya. Entah mengapa aku ingin sekali bertemu dengan sosok Ovdiar ini. Sepupunya Kak Tavis. Eh, tunggu. Aku saja tidak mengenal Kak Tavis.
"Kak Tavis siapa?"
"Ih! Itu tuh yang anak Seesaw."
"Ah, nggak tahu ah."
"Ya, bodo. Eh, tapi gue salut tahu sama Kak Lesham. Gue suka sifatnya. Nggak rasis. Ganteng pula. Kalau gue ditanya tipe cowok gue, gue bakal pilih kayak Kak Lesham. Tapi bukan Kak Lesham-nya lho. Gue..., ya, begitu deh. Intinya Kak Lesham itu baik." Zelo kembali melanjutkan makannya. Aku mendengarkan dengan baik cerita dari Zelo tanpa terganggu sama sekali. Aku kagum dengan Kak Lesham. Ternyata dia baik juga. Ah, tapi tetap saja. Aku masih menyukai Kak Nehan sampai sekarang. Aduh! Aku ini kenapa!
Kenapa aku berbicara seolah-olah Kak Lesham menyukaiku?
Benar kata Kakak datar yang ku temui di kantin kemarin. Kenyataannya aku memang bodoh.
"Tumben lo nanya tentang Kak Lesham."
Aku hanya tersenyum. "Cuma penasaran aja. Btw, anak Stigma itu siapa aja, sih?"
"Banyak lah. Dulu itu ada delapan anggota. Tapi sekarang tinggal tujuh. Yang pertama ada Kak Jin yang paling ganteng. Yang kedua ada Kak Lesham yang paling mempesona. Yang ketiga Kak Vante yang paling jahil sekaligus menyebalkan, tapi juga yang paling aneh. Yang keempat Kak Syden yang paling mager dan galak. Hobinya tidur. Di manapun dia berada dia bisa langsung tidur. Nggak peduli tempat kayak apa yang dipakai buat tidur. Yang kelima ada Kak Nehan yang paling pinter. Lo tahulah kalau itu. Dia kan ge---" aku langsung menyela ucapan Zelo ketika mendengar nama Kak Nehan dia ucapkan. "Kak Nehan anak Stigma juga?" tanyaku antusias.
Zelo mengangguk pasrah. Setiap aku menanyakan perihal Kak Nehan dia langsung berubah ekspresi wajahnya. Mood-nya hancur begitu saja. Setiap ku tanya 'kenapa' dia selalu menjawab 'tidak apa-apa'. Aku tahu dia tidak bisa berbohong kepadaku. Tapi aku juga tidak bisa membuatnya untuk berbicara jujur kepadaku.
"Terus?" tanyaku lagi.
Zelo mengeluarkan uang limapuluh ribu. Dia meletakkan uang itu di bawah mangkuknya. Lantas ia berdiri. "Gue mau ke toilet dulu. Lo nggak usah nungguin gue. Kita ketemu aja di lapangan."
Zelo pergi selepas mengucapkan itu.
Dia marah kepadaku.
Aku mendorong mangkuk bubur bekas Zelo itu menjauhiku. Tanpa melakukan apapun, dan aku pikir aku tak punya sesuatu untuk aku lakukan. Jadi aku memutuskan untuk segera ke lapangan sebelum aku mendapat hukuman nanti.
"Benar kan kata gue? Lo itu bodoh. Nggak punya tata krama sama sekali." Suara itu. Aku mengenalinya. Sontak saja aku langsung berdiri dan menatap cowok itu lagi. Padahal aku sudah berharap bahwa kemarin adalah hari terakhir aku bertemu dengannya. Tapi kenapa sekarang harus bertemu kembali dalam keadaan aku yang selalu salah.
Cowok itu berkacak pinggang di depanku dengan wajah yang sama seperti kemarin.
"Kalau habis makan itu nggak langsung pergi dengan nyelipin uang begitu. Panggil penjualnya habis itu bayar langsung. "
"Tapi gue---eh, aku nggak makan, Kak," elakku.
Cowok itu malah terkekeh. "Lo emang bodoh. Mana ada orang ke kantin nggak makan atau minum."
Coba hitung sudah berapa kali dia mengatakan bahwa aku ini bodoh.
"Ada. Buktinya aku," jawabku membela diri. Dia kembali terkekeh dan duduk di kursi. "Kalau semua maling jujur, penjara juga bakal penuh, bodoh!" katanya dengan nada tinggi.
Cowok ini benar-benar pedas.
____
Seusai melakukan apa yang Kakak datar tadi perintahkan. Aku langsung buru-buru ke lapangan sebelum aku terlambat. Rasanya aku lega bisa kabur dari cowok itu. Aku ingin mengeluh setiap kali bertemu dengannya. Apa dari semua cowok yang ada di dunia ini harus dia yang selalu bertemu denganku bersama banyak tuduhan. Aku yang begitulah, aku yang beginilah. Semuanya terasa salah ketika bersama cowok itu. Mulai sekarang aku harus lebih berhati-hati lagi agar tidak bermasalah dengannya.
Aku juga sudah tidak mau berkata bahwa ini adalah pertemuan terakhir. Nanti yang ada aku malah akan selalu bertemu dengannya.
Ketika aku sampai di lapangan. Aku langsung mencari Zelo di tengah-tengah kerumunan. Aku hampir sesak napas jika harus begini. Seharusnya tadi aku tetap mengikuti Zelo meskipun dia marah. Daripada menurut dengan ucapannya dan sekarang aku kebingungan untuk mencari anak itu.
"Nyari siapa?"
Aku menoleh seketika. Tiba-tiba di tengah kerumunan itu Kak Jin menghampiriku dan menepuk pundakku dengan pelan. Aku akui rasanya hampir tak terasa ditepuk seperti itu. Kurasa Kak Jin adalah kebalikan dari Kakak datar yang selalu bermasalah denganku. Mungkin memang begitu.
Aku menyelipkan satu anak rambutku ke telinga. "Mm, itu..., Kak Jin tahu teman gue yang kemarin gue kasih minum? Yang duduknya dekat gue terus," tuturku.
Kak Jin menunjuk ke bagian depan. "Zelo, kan?" Mendengar dia menyebutkan nama 'Zelo' aku langsung mengangguk. "Dia duduk di barisan paling depan," katanya.
Apa aku tidak salah dengar?
Seorang Zelo mau duduk di barisan paling depan.
"Kenapa nggak nyusul? Apa perlu gue anter?"
"Eh, nggak, nggak usah, Kak. Gue bisa sendiri. Makasih ya, Kak."
"Oke."
Selepas itu aku membalas dengan senyuman dan langsung pergi. Aku tak bisa berlama-lama dengan Kak Jin. Meskipun aku tidak menyukainya, tetapi entah kenapa tatapan matanya selalu membuatku jatuh saja. Oke, aku tidak akan berpikir yang macam-macam. Cukup aku ketahui bila tujuanku sekolah di sini ada dua tujuan. Yang pertama karena orangtuaku sangat yakin bahwa aku bisa masuk di sini, jadi aku harus membuktikannya. Dan sekarang aku berhasil. Tujuanku yang kedua adalah mengejar cinta Kak Nehan. Ku harap tujuanku yang kedua ini juga berhasil.
Keberhasilan selalu membutuhkan keyakinan. Dan aku sangat yakin bila Kak Nehan akan membalas cintaku.
Semangat Nadisha!
Aku pasti bisa.
Dengan riang aku melangkahkan kakiku menuju ke barisan paling depan. Aku berjalan sambil membenarkan gelang jamku hingga aku menabrak seseorang. Seketika aku langsung menatap orang itu. Ya, Tuhan. Kenapa masalah selalu datang kepadaku?
Melihat siapa yang telah ku tabrak itu..., jantungku rasanya sudah jatuh ke usus.
Dan sekarang,
tamatlah riwayatku.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 92 Episodes
Comments
vennywis
Udah baca thor.... bagus, semangat.
Baca juga novelku ya "Cinta di Pengabdian"
2020-04-07
2
Ilwa Iradian, D.R
semangat kak,
2020-04-06
1