-Hubungan Rahasia Mereka-
Seperti yang sudah dijanjikan, Pak Pramono datang pagi-pagi sekali. Pria berperawakan besar itu melenggang masuk ke ruang kerja kami tanpa permisi. Dengan senyum mengembang ia berikan beberapa berkas pada Naren. Ia kemudian duduk di kursi lalu meletakkan kakinya di atas meja kerja kami.
"Dasar orang tua tidak tahu aturan," gerutuku dalam hati.
"Jadi, apa yang membuat Anda tampak bahagia hari ini?" Naren berusaha tidak memperdulikan tingkah Pria tua dihadapannya dan memilih menyeruput kopi yang sudah tersaji.
"Lihat ini anak muda, semua berkas ini aku dapatkan dalam waktu semalam. Semua tentang apa yang Hari Atmadja lakukan sebelum peristiwa penusukan itu. Silahkan-silahkan dengan senang hati aku akan berbagi dengan kalian," ucap Pria tua berrambut klimis dan kumis tipis ini.
Tangannya menunjuk berkas dengan cap resmi kesatuannya yang baru saja ia berikan pada kami. Berkas sebanyak itu hanya berisi tentang apa yang Hari Atmadja lakukan? Sungguh pemborosan, bagiku cukup satu file saja sudah berisi agenda Hari Atmadja lengkap dengan seluruh cctv. Apa yang pria tua ini harapkan dengan berkas setebal lima centi, butuh berapa lama untuk memastikan kapan dan di mana Hari Atmadja mulai diikuti dan berpotensi bertemu dengan pelaku penusukan itu. Apa satuannya tidak pernah belajar betapa hebatnya cctv?
"Baik, terimakasih, Pak. Lalu dari ini semua apa yang sudah tim anda simpulkan?" tanya Naren tanpa memperdulikan wajahku yang sudah ingin melahap Pria tua dihadapannya.
"Nanti kami akan lihat apa yang bisa didapatkan dari semua data ini, sebelum itu aku membawanya kemari agar kalian bisa menyalinnya untuk bahan penyelidikan lanjutan."
"Maaf, kami tidak bu ...," Naren menendang kakiku sebelum aku menyelesaikan kalimat ini.
"Baik terimakasih atas kebaikan Anda, Pak. Bagaimana kalau kita berjalan-jalan sebentar di taman belakang sembari menanti Farel menyalin semua materi ini."
Naren sudah gila, apa dia benar-benar berniat menyalin seluruh berkas setebal lima centi ini? Dan kenapa harus aku yang melakukannya. Ingin rasanya melempar semua berkas ini setelah mereka pergi.
'drrrt ... drrrt ...'
[Tidak perlu di copy]
[Aku lebih percaya pada data yang kau miliki]
Senyum mengembang di wajahku, begitu bahagianya bila kerja kita dihargai.
Setelah Pak Pramono berpamitan, kami kembali mendalami semua kemungkinan terkait kasus kali ini.
Beruntung siang ini kediaman kami tidak seramai biasanya, hanya ada beberapa warga yang memasukan berkas permohonan untuk membantu kasus penggusuran lahan. Selain itu kami juga mendapatkan kiriman buah-buahan segar serta opor ayam dari Pak Maryanto pemilik anak sapi yang hilang tempo hari. Ia mengatakan bahwa sesuai info dari Naren mereka mencari di sepanjang area persawahan samping sungai. Anak sapi itu rupanya benar-benar melarikan diri dan bukannya di curi.
"Baiklah, sebelum kita melanjutkan diskusi mari menikmati opor ayam ini," ucap Naren sembari mengambil nasi.
Tidak terasa waktu sudah menunjukan pukul empat sore, setelah beristirahat sebentar dan menunaikan kewajiban, kami mulai dengan membaca semua materi yang telah kami kumpulkan. Dari semua data yang kami dapatkan tentang perusahaan dan yayasan itu ada satu hal yang sama. Seluruh perusahaan di daftarkan pada bulan dan tahun yang sama, November 2014. Fakta yang paling mengejutkan adalah semua dokumen pengesahan mereka di tanda tangani sendiri oleh Hari Atmadja yang saat itu menjabat sebagai Menteri Hukum dan HAM.
"Aku mulai mencium aroma uang di sini, Rel."
"Tapi sepertinya tidak sesederhana ini, Ren."
Naren mengangguk tanda setuju dengan pendapatku. Kalau pun memang semua dokumen ini mengarah ke dugaan korupsi pasti akan lebih besar lagi masalah kali ini. Terlebih Hari Atmadja yang kini menjadi kunci sudah menjabat di posisi menteri lebih dari dua periode di Negeri ini. Kami tidak yakin bila ia hanya sendiri.
'drrttt ... drrrrt ...'
Sepertinya ponsel Naren berbunyi. Hal ini seketika membuyarkan semua khayalan kami terkait kasus ini.
[TEMUI SAYA DI APARTEMENT MALAM INI!]
"Maria," ucap Naren memberitahu siapa pengirim pesan itu.
*******
Waktu menunjukkan pukul 19.30 dan kami masih menantikan Maria membuka pintu apartemennya. Sudah berulangkali bel kami tekan namun tidak kunjung ada respon dari dalam.
"Ma-ma-maaf aku sedang mandi tadi," ucapnya sembari menutupkan handuk di atas kepalanya.
Wanita ceroboh, bagaimana bisa ia menemui kami berdua hanya dengan mengenakan kimono putihnya. Bagaimanapun juga kami tetaplah pria, sepertinya aku harus mengajarkan tata krama padanya.
"Apakah tidak ada pakaian yang lebih 'baik' lagi, Nona Maria?" ucapku yang lantas mendapat lirikan tajam dari Naren.
"Ah, maaf ... saya akan ganti baju sebentar." Ia berjalan ke arah kamar ganti.
"Kamu itu tidak sopan, Rel," ucap Naren.
"Siapa yang lebih tidak sopan di sini? Wanita itu atau aku, sahabatmu?" jawabku tidak mau kalah.
Naren hanya terdiam tidak menanggapiku lagi. Jari tangannya ia arahkan ke dahi dan mulai ia ketukkan di sana berulang kali. Aku menyadari ada sesuatu yang tengah mengganggunya saat ini, tapi apa?
Setelah berganti pakaian Maria mendatangi kami. Ia bawakan beberapa biskuit dan juga dua cangkir kopi.
"Silahkan, di sini hanya ada kopi dan biskuit ini," ucapnya.
"Maaf, bolehkah saya menumpang ke kamar mandi sebentar?" ucap Naren yang sepertinya hanya sebuah alasan, karena sebetulnya ia sudah ke kamar mandi di dekat lobby tadi.
Setelah Naren kembali dari kamar mandi, Maria memulai penjelasannya.
"Sebelumnya saya ingin bertanya, apa saja yang sudah kalian dapat dari kasus kakek saya?"
"Maksud Anda bagaimana ya?" ucap Naren merespon Maria.
"Saya di beritahu kalau kalian berdua ikut dalam tim investigasi terkait kasus percobaan pembunuhan kakek saya, apakah kalian menemukan sesuatu yang janggal di sana?" tanya Maria terlihat tidak sabar.
"Oh, mungkin Mbak Maria salah paham, kami tidak masuk dalam tim investigasi. Hanya saja salah seorang rekan kami meminta bantuan untuk memberikan masukan dalam kasus ini. Terkait sesuatu yang janggal mungkin lebih baik Anda tanyakan sendiri ke pihak berwenang," jawab Naren berhati-hati.
"Oh, hanya membantu ...," ucap Maria tampak sedikit kecewa.
Aku dan Naren berpandangan, matanya mengisyaratkan untuk melihat ke arah cangkir kopi yang sedang ia pegang. Rupanya ia menuliskan sesuatu di lengannya.
'ADA ORANG LAIN DI SINI'
Sudah aku duga, ada yang Naren pikirkan dari tadi, rupanya ia merasa ada orang lain selain kami di ruangan ini.
"Bolehkan saya bertanya, Maria?" ucap Naren.
"Iya, silahkan."
"Kasus korupsi macam apa yang sedang anda selidiki saat ini? Apakah ada hubungannya dengan Pak Hari Atmadja?"
Maria rupanya berusaha bersandiwara, ia mengatakan bahwa kasus yang sedang ia tangani tidak ada hubungan dengan kakeknya. Namun aku yakin Naren tidak mempercayainya. Alih-alih berkata 'kasus ini tidak ada hubungannya dengan kakek saya' dia justru mengatakan,
"Bagaimana mungkin saya menyelidiki kakek saya sendiri?"
Sudah jelas ada alasan di sana. Lima tahun bukanlah pengalaman yang singkat bagiku dan Naren untuk mengenali dan menebak lawan bicara kami dari kata maupun penampilannya. Pengalaman pula yang mengajarkan kami bahwa ucapan Maria menunjukan penolakan. 'Bagaimana mungkin saya menyelidiki kakek saya sendiri' yang mungkin benar ia tidak menyelidiki kakeknya, bisa saja salah satu orang dalam tim yang melakukannya. Namun jawaban itu tidak menjelaskan bahwa Hari Atmadja terbebas dari kasus yang ia tangani, dalam arti lain ia secara tidak sadar mengatakan 'ya, Hari Atmadja berhubungan dengan kasus ini tapi bukan saya yang bertugas menyelidikinya'.
"Baiklah, terkait teman-teman yang Anda minta kami awasi, mereka semua baik-baik saja. Hanya saja saat kami tanya siapa yang menyerang mereka, tidak satupun yang bisa memberikan jawaban pasti. Sepertinya mereka semua diserang dari titik buta."
"Ternyata begitu, wajar saja sampai saat ini aku belum mendengar perkembangan akan kasusnya." Maria tampak kecewa dengan berita yang kami bawa.
"Sebelumnya boleh saya bertanya lagi, Maria?"
"Silahkan."
"Adakah yang anda sembunyikan dari kami? Tentu saja bila lebih nyaman merahasiakan akan kami persilahkan. Tapi siapa tau hal yang anda sembunyikan itu dapat membantu kami menemukan petunjuk baru."
Maria tampak mempertimbangkan apa yang akan ia katakan.
"Anda tidak perlu khawatir pada kami, bahkan kami tidak akan memaksa orang yang bersembunyi di dalam almari itu untuk menampakkan diri."
Mata Maria membulat seolah tidak percaya dengan apa yang di dengarnya. Badannya mulai bergetar dan beberapa kali ia menoleh ke almari.
"A-a-ada orang lain di sini?" ucapnya terbata.
"Jujur saja, saat kami datang anda tidak sedang mandi tapi sedang berusaha memyembunyikan jejak orang ini bukan? Selain itu rambut anda masih sangat basah sedang bathup dan shower tidak meninggalkan jejak air sedikitpun. Satu-satunya area basah adalah wastafel dugaan saya, Anda membasahi rambut itu di sana."
"A-a-apa maksud anda."
"Anda sengaja meninggalkan handuk itu di sana, diantara pintu almari dengan tujuan agar udara dapat masuk melalui celahnya agar orang di dalam almari tidak kesulitan bernafas. Dan lagi sepatu yang ada di belakang pintu tadi berbeda ukuran dari yang semestinya Anda kenakan. Maka saya menduga, ada orang selain Anda di sini."
[prok ... prok ... prok]
"Luar biasa, wajar saja Maria sangat mempercayai Anda. Bahkan Anita memilih berlari ke kantor Anda dengan segala resiko tertangkap di tengah jalan. Rupanya kemampuan Anda tidak dapat lagi saya sepelekan."
Seorang wanita paruh baya keluar dari persembunyiannya. Persis di lokasi yang Naren jelaskan tadi, melihat kakinya, sepatu di balik pintu tadi memang pas bila itu miliknya. Ia tampak merapikan kemejanya yang kusut karena harus bertumpuk di dalam almari, wajahnya tampak memerah, sepertinya celah yang di ciptakan oleh handuk Maria tidak dapat memberikan udara yang cukup dalam almari kayu itu.
"Perkenalkan saya Sonia, kepala dari tim penyelidikan yang Maria bicarakan tempo hari," ucapnya memperkenalkan diri sembari mengulurkan tangannya pada Naren.
Ia tidak tahu bahwa Naren paling enggan bersentuhan dengan lawan jenisnya. Ia hanya menyerahkan kartu nama dan tidak memperdulikan ajakan bersalaman dari Ibu Sonia.
"Saya Naren, dan ini rekan saya, Farel."
"Baiklah sepertinya tidak ada yang bisa lagi kami sembunyikan dari kalian berdua. Namun, sepertinya saya mempercayai keputusan Maria dan Anita untuk meminta tolong pada kalian."
"Maaf, apakah maksudnya Anita yang menjadi terdakwa kasus percobaan pembunuhan Hari Atmadja?" tanya Naren pada wanita berbaju hitam itu.
"Hahaha, Anda tidak perlu berpura-pura bodoh, Naren. Dengan kemampuan analisamu tadi aku yakin bahwa kalian sudah menyadari hubungan antara Anita dan kami."
"Anda terlalu memandang tinggi kami, Nyonya. Kami memang mengetahui bahwa Anita ada hubungannya dengan Maria namun kami belum tahu bahwa ia masuk dalam tim ini," ucap Naren sembari meneguk kopi.
Aku mengangguk membenarkan yang Naren katakan. Kini dua wanita di hadapan kami tampak merasa bodoh karena tanpa sengaja menunjukkan rahasia mereka. Jujur saja memang tidak selamanya Naren bisa membaca sejauh ini. Bahkan pagi tadi kami masih menerka-nerka apa hubungan Anita dengan Maria. Bahkan aku sempat menebak bahwa mereka adalah saudara tiri atau Anita adalah kekasih gelap Anthony Hari Atmadja. Naren tampak mengulum senyum sembari melirikku, aku yakin ia menertawakan pendapat gilaku tadi pagi.
*******
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 20 Episodes
Comments
Kim Miso
plus lope lope dan bintang 5
2020-04-07
1
Kim Miso
aku udh like semua thorr angan lupa mampir ya ke hot daddy 😘
2020-04-07
1