(Masih) ... Kalila Nasution Point of View
Kehidupanku semenjak pindah dan menjadi siswa SMP, tidak terlalu berbeda. Aku hanya keluar rumah untuk pergi ke sekolah dan kursus bahasa Inggris. Sehingga kami hanya berkumpul pada malam hari.
Aku yang terbiasa hanya di rumah, sama sekali tidak mempunyai teman di perumahan ini. Temanku hanyalah kedua makhluk itu. Khalid dan Kairav.
Berbeda dengan pergaulanku di sekolah. Aku mempunyai banyak teman. Termasuk teman pria. Beberapa kakak kelas juga berusaha mendekatiku. Mereka bahkan berusaha menarik perhatian Bang Khalid.
Sejak masuk sekolah menengah pertama, Bang Khalid yang mengantar dan menjemput ku sekolah.
“Bang,” sapa Bang Taufik.
Bang Taufik adalah salah satu kakak kelas yang berusaha mendekatiku. Kakak kelas ku itu bahkan mengambil tangan bang Khalid dan menciumnya dengan takzim. Bang Khalid pun menatap pria itu dengan tajam, hingga Bang Taufik beranjak dari sana.
“Abang duluan ya, La,” ucapnya padaku. Aku tersenyum manis dan mengangguk, “iya Bang,” jawabku.
“Heh! Kau ingat ya Dek. Belajar yang benar. Jangan terlalu dekat dengan teman pria. Jangan pacaran gak jelas. Kau ini masih kecil. Ingat itu.”
Aku mengerutkan dahi ku mendengar ucapan kakak sulung ku itu.
Bukankah bang Khalid sudah berpacaran sejak dia SMP? Kenapa dia melarang ku sekarang?
Banyak sekali pertanyaan di dalam benakku. Namun aku enggan menanyakannya kepada Bang Khalid. Aku hanya menatapnya dengan penuh tanda tanya.
“Awas saja kalau kau ketahuan pacaran. Habis kau sama Abang,” ucapnya lagi. Aku bertambah bingung dengan ultimatum yang diberikan oleh Bang Khalid.
Padahal aku menantikan sekali, masa-masa sekolah menengah pertama. Masa-masa akil baligh dan mengenal lawan jenis. Masa di mana cinta monyet mulai bersemi.
Aku ingin sekali punya kekasih saat ini. Agar, ketika Bang Khalid dan Bang Kairav pergi berkencan ketika malam Minggu, aku pun punya seseorang yang bisa mengisi kekosongan malam itu tanpa kedua abangku.
“Muka kau itu, macam mau ber*k ku lihat. Sudah, masuk sana kau.”
Bagai kerbau yang ditusuk hidungnya, aku pun menuruti ucapan abangku itu. Walau ada banyak pertanyaan di benak ini.
Dan sejak itu, Bang Khalid benar-benar mengawasi pergaulanku. Dia benar-benar seperti detektif. Dia bahkan tau, dengan siapa aku tengah dekat. Bang Khalid pasti mendatangi pria itu dan memintanya untuk tidak lagi mendekatiku.
Akhirnya, tidak ada teman pria yang berani mendekat. Semua karena Bang Khalid memberikan ultimatum kepada mereka. Entah apa yang Bang Khalid katakan. Yang jelas tidak ada lagi teman pria yang berusaha menarik simpati ku.
Pernah aku melayangkan protes kepada abangku itu. Namun tentu saja, aku tidak bisa berkutik dibuatnya.
“Abang kenapa sih? Kenapa aku tidak boleh pacaran? Abang dan Bang Rav saja sudah berpacaran sejak SMP. Apalagi Bang Rav tuh, dari SD sudah ada pacarnya!”
“Bah! Kau bawa-bawa pula aku! Kau itu perempuan. PE-REM-PU-AN!”
“Kenapa rupanya kalau perempuan? Abang tidak pernah belajar emansipasi kah?”
“Sudah diam! Pokoknya kalau Abang bilang kau tidak boleh pacaran, ya berarti tidak boleh!”
“Iya, kenapa?”
“Karena Abang tidak mau kau menemukan orang yang salah!”
Aku hanya bisa diam. Sebenarnya aku tau, Bang Khalid begitu, karena tidak mau aku berkenalan dengan pria brengsek.
Atau lebih tepatnya lagi, ‘pria brengsek seperti ayah.’
***
Author Point of View
Setahun berlalu ...
Khalid baru saja menyelesaikan pendidikannya di bangku sekolah menengah atas. Abang sulung Kalila itu, akan melanjutkan pendidikannya di kota hujan. Bahkan Khalid berhasil mendapatkan beasiswa penuh di Institut Pertanian Bogor. Bu Alinah— ibunya Khalid, Kairav dan Kalila, teramat bangga dengan prestasi akademik putra sulungnya itu.
Seminggu sebelum keberangkatan Khalid ke kota Bogor, seluruh keluarga mereka turut membantu pria itu berkemas. Memberi saran barang-barang apa saja yang wajib di bawa oleh Khalid.
“Baju lengan panjang kau masih bagus-bagusnya Lid?” tanya Bu Alinah. Khalid pun mengangguk, “masih Mak. Ada lima pun ini.”
“Tidak kurangnya itu? Dingin di Bogor itu,” jelas Bu Alinah. Khalid mendatangi ibunya dan memijat kedua pundak wanita paruh baya itu.
“Insyaallah cukup Mak. Khalid juga ada jaket.”
“Nih, ada sarung juga. Nanti Abang bisa pakai sarung kalau dingin, Mak,” lanjut Kairav. Khalid yang masih memijat ibunya itu pun mengangguk setuju.
“Nanti mamak beli selimut. Jangan pakai sarung. Nanti kau bisa-bisa diejek sama teman-temanmu di sana.”
“As you wish, baby,” ucap Khalid mesra. Bu Alinah pun mengusap-usap tangan anak sulungnya itu. Khalid dan Kairav memang sudah terbiasa bersikap mesra pada sang ibu. Lain halnya dengan Kalila. Kedua lelaki itu selalu menggoda adik mereka. Menjahili Kalila.
Hampir seluruh barang yang akan dibawa oleh Khalid terkemas rapi di dalam koper jumbo itu. Melihat koper besar di hadapannya, mata Kalila mengembun. Rasanya dia berat sekali melepaskan cinta pertamanya itu. Baru kali ini mereka akan terpisah jauh. Sangat jauh.
Kairav melihat adik kesayangannya itu tengah terdiam dengan raut wajah sedih. Kairav pun mendatangi dan langsung merangkul pundak Kalila.
“Bang, mau menangis sepertinya adik Abang yang paling cantik ini,” ujar Kairav sembari mencubit gemas pipi Kalila. Kalila yang gede gengsi pun mengelak. Gadis yang sebentar lagi duduk di bangku kelas 2 SMP itu, menyikut abangnya dengan keras, hingga Kairav mengaduh.
“Siapa yang menangis?” ucapnya dengan dagu terangkat. Gadis itu memang terkenal dengan gengsinya yang gede. Hingga kedua kakak lelakinya selalu gemas pada Kalila.
“Biar saja dia menangis, biar tambah lebar hidungnya nanti. Biar tidak ada cowok yang mau!” celetuk Khalid. Wajah Kalila langsung memberengut.
“Mereka tidak mau bukan karena hidungku lebar. Tapi karena Abang galak! Harusnya di rumah ini ada tulisan, awas ada Abang galak!” Kalila mengatakannya dengan tangan yang sudah berkacak pada pinggangnya.
Ucapan Kalila membuat seisi rumah tertawa terbahak-bahak. Kalila bukan melawak. Ucapan gadis itu benar adanya. Tidak ada pria yang berani mendekatinya, karena mereka semua diancam oleh Khalid. Namun entah mengapa, sikap gadis manja itu selalu menimbulkan gelak tawa di rumah mereka.
*
Berita mengenai Khalid yang menuntut ilmu ke Kota Hujan pun, menyebar di sekolah Kalila. Bukan Kalila yang sengaja menyebarnya. Hanya saja beberapa teman Kalila yang menaruh hati pada Khalid, histeris mendengarkan idola mereka akan pindah keluar kota.
Sekolah tempat Kalila belajar sekarang, adalah almamater Khalid. Bahkan Kairav pun juga bersekolah di sana. Karena sekolah itu, salah satu sekolah favorit di Kota Medan.
Dan setiap tahunnya, Khalid selalu tampil dengan grup bandnya. Mengisi satu atau dua buah lagu, di setiap acara pentas seni, dari tahun ke tahun. Tentu saja hal itu membuat dirinya diidolakan banyak wanita di sana.
“Kita tidak bisa melihat Bang Khalid lagi, dong,” ucap Rina. Salah satu teman Kalila. Gadis berusia dua belas tahun itu pun merengek di hadapan Kalila. Kalila hanya menggelengkan kepalanya, karena heran melihat tingkah beberapa teman sekelasnya.
Begitu juga dengan Anita, gadis itu bahkan rela menunggu Kalila di depan gerbang sekolah, demi berbincang sebentar dengan Khalid, seperti hari ini.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
...Jangan lupa untuk selalu tekan LIKE 👍, tuliskan KOMENTAR ✍️ kamu dan...
...BERI HADIAH & VOTE yaaa .......
...Jangan lupa juga untuk memberikan RATE...
...⭐⭐⭐⭐⭐ di sampul halaman depan....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 167 Episodes
Comments
Ndhe Nii
sama spt mas mas ku..kl menggodaku...akan bilang hidung nya akan melebar...dan parah nya hidungku kalah mancung dg 3 jagoanku... pdhal aku cewek sendiri .. alamakkk hidung mereka saking mancungnya ada bengkok Kanya🤣🤣😭
2022-10-09
1
🍭ͪ ͩяєуѕαgα🏹𝕸y💞୧⍤⃝🐪
Abang² semua sayang ingin melindungi mu, ini juga buat kebaikan mu adiks kecil yang bawel🙈😂😂
2022-03-22
11
🍭ͪ ͩяєуѕαgα🏹𝕸y💞୧⍤⃝🐪
wkwk berkencan.
yang jomblo melipir🙈🤣🤣🚶🏻♀️
2022-03-22
9