Part 2

Begitu mereka memasuki bis, sebagian besar bangku bis keluaran Chevrolet seri AK yang akan membawa mereka, sudah terisi oleh para relawan. Ida dan Mai mengedarkan pandangan mencari bangku kosong yang masih muat untuk dua orang. Hanya ada bangku yang berada di bagian belakang yang masih belum terisi. Mereka langsung menempati bangku yang kosong itu.

Mai meletakkan tas yang dibawanya ke atas rak yang terdapat pada bagian atas tempat duduk. Selesai meletakkan barang bawaannya, gadis berkulit sawo matang itu mempersilahkan Ida untuk duduk di bangku pinggir jendela.

"Kau tidak bawa apa-apa?" tanya Mai ketika melihat Ida hanya membawa tas yang disampirkan di bahunya.

"Tidak, aku hanya membawa dua helai baju saja," jawab Ida singkat.

"Apa kau tidak diantar keluargamu? Aku tadi tidak melihat yang mengantar," lanjut Mai.

"Aku datang sendiri karena sudah tidak punya keluarga," jawab Ida sekenanya.

Ia berharap dengan menjawab seperti itu, Mai akan berhenti menghujaninya dengan pertanyaan lainnya. Dia ingin mengistirahatkan matanya sejenak, karena sudah dua hari ini tidak bisa tidur dengan baik.

Dua hari dia bolak balik berpikir bagaimana caranya untuk bisa pergi dari rumah tanpa dicurigai oleh amai. Kesempatannya datang ketika amai menyuruhnya ikut dengan tek Eli, tetangganya ke pakan di Padang Luar.

Dari kampungnya yang berada di kaki gunung Marapi, mereka menaiki bendi pak angah, panggilan mereka pada pak Rahmad yang menyewakan bendinya sekali seminggu untuk warga kampung Kubang Putih bisa pergi ke pakan yang diadakan sekali seminggu di Padang Luar.

Sesampainya di pakan, mereka berpisah untuk mencari keperluan masing-masing. Jika biasa Ida kembali ke tempat pak angah memarkir bendinya setelah berbelanja keperluannya, tidak dengan hari itu. Ida pergi meninggalkan pakan, menyusuri jalan ke arah Bukittinggi tempat diadakannya pendaftaran untuk calon relawan PMI.

Tanpa membuang banyak waktu, Ida menepi ke bagian belakang pakan, mengganti baju kebaya encim yang dipakainya dengan baju model kemeja dari bahan blacu dan rok lipit sepanjang bawah lutut. Menggulung rambut yang sebelumnya dikepang dua. Kain yang tadi dipakainya untuk bawahan kebaya encim, disampirkannya ke bahu menutupi kepala, agar tidak ada yang menyadari wajahnya.

"Assalamualaikum adik-adik para relawan, mohon perhatiannya sebentar." Suara Pak Zain, koordinator PMI membuyarkan lamunan Ida. Pria dengan postur tubuh tinggi tegap dengan wajah tegas itu mengedarkan pandangannya ke semua relawan yang telah berkumpul.

"Sebentar lagi kita akan berangkat bersama rombongan TNI yang membawa obat-obatan. Dikawal oleh Resimen III Harimau Kuranji. Tadi pihak posko Alahan Panjang melaporkan bahwa Belanda sudah berhasil dipukul mundur dari Indarung. Itu artinya kita bisa langsung mengurus para korban yang ada di Indarung."

"Lalu kita tidak jadi berhenti di Solok pak?" tanya salah seorang relawan, seorang pria bertubuh sedang, berkulit gelap.

"Kemungkinan tidak, karena Resimen III Harimau Kuranji dan para tentara pelajar sudah berhasil mengambil alih semua posko yang menuju ke Indarung. Sekarang kalian persiapkan fisik, karena kalian nanti akan bekerja keras, tidak hanya mengurus korban yang luka, tetapi yang sudah meninggal juga. Ada lagi yang mau ditanyakan?" Pak Zain mengedarkan pandangannya ke seluruh isi bis.

"Tidak pak, " sahut para relawan secara serempak.

"Baik, sebelum memulai perjalanan, mari kita berdoa bersama. Semoga perjalanan kita tidak ada hambatan." Pak Zain langsung memimpin doa dengan menundukkan wajah, yang diikuti oleh para relawan.

"Alhamdulillah, mari pak kita jalan," seru pak Zain pada lelaki yang berada di belakang kemudi. Lelaki gempal berusia sekitar 30 tahunan yang diperkenalkan sebagai salah seorang tentara pelajar, Ahmad.

"Siap pak," balas Ahmad lalu menyalahkan mesin bis keluaran tahun 1942 tersebut.

Bis melaju pelan meninggalkan kota Bukittinggi yang mulai disekap oleh udara dingin. Angin yang berhembus di sela-sela jendela bus membuat rasa dingin makin terasa menusuk di kulit.

Ida merapatkan bajunya, kain blacu yang dipakai untuk bahan bajunya itu tidak dapat menahan hawa dingin yang masuk di sela-sela jendela bis yang tidak tertutup rapat. Ida mendekapkan kedua tangannya di dada untuk sekedar menghangatkan tubuhnya, menarik kain yang dipakainya tadi untuk menutupi bagian bawah tubuhnya.

"Ini, pakailah selendangku. Biar tak terlalu dingin," ujar Mai sambil menyerahkan sebuah selendang merah yang berbahan tebal.

"Tidak usah Mai, tidak apa-apa aku pakai kain ini saja, sudah cukup," tolak Ida

"Pakailah, aku masih punya satu lagi. Jangan sampai nanti kau masuk angin ketika sampai ditujuan kita," paksa Mai.

Akhirnya Ida menerima selendang yang diberikan Mai, menutup kepala dan melilitkannya di sekitar leher dan bahunya. Sementara Mai sudah mengenakan jaket wol coklat dan selendang yang menutup kepala serta melilit lehernya.

"Mai, aku mau tidur sebentar ya," ijin Ida pada Mai, karena dia melihat gelagat teman barunya itu tidak akan berhenti bertanya sepanjang perjalanan. Bukannya Ida tidak berniat untuk menjalin pertemanan, hanya saja, kali ini dia benar-benar ingin menenangkan hatinya untuk sesaat.

"Iya, kau tidur lah. Aku juga mau istirahat," balas Mai diluar dugaan Ida.

Suasana bis pun mulai senyap, hanya suara mesin bus dan beberapa truk TNI yang melaju di depan dan belakang bis yang mereka tumpangi, terdengar menderu di tengah dingin dan kelamnya kota Bukittinggi kala itu. Sebagian para relawan pun sudah mulai terlena dalam istirahatnya. Tak membutuhkan waktu lama, Ida pun ikut terlelap.

Tak lama berselang, Ida terjaga dari tidurnya. Dia terkejut mendengar suara air yang deras menghempas. Menatap keluar jendela, tampak hamparan danau Singkarak yang begitu kelam samar-samar di tengah kegelapan malam. Riak airnya diterpa angin malam sekolah-olah menggambarkan suasana hati Ida saat itu.

Ini kali pertamanya pergi jauh dari rumah menuju tempat yang dia sendiri tidak bisa membayangkan bagaimana nasibnya nanti di tempat baru. Ida menoleh ke arah Mai, gadis itu tampak tertidur pulas, kepalanya ikut terayun-ayun ketika bis berkelok. Separuh mukanya ditutup selendang, dan tangannya dilipatkan ke dadanya.

Perjalanan terasa begitu lambat bagi Ida. Suara deru mesin bis dan truk membelah malam bersanding dengan suara deru ombak dari danau membuat suasana malam yang begitu pekat terasa makin mencekam. Ida berusaha memejamkan matanya kembali. Perjalanan masih jauh, ia tidak ingin rasa lelahnya di perjalanan menghambat tugasnya nanti ketika sampai di tujuan.

"Da, Ida ... bangun, kita shalat subuh dulu."

Ida merasakan tepukan pelan Mai di pundaknya ketika ia mendengar suara gadis itu membangunkannya.

"Ah ... ya ...." Ida mengucek matanya dan melihat keluar jendela.

Ketika turun dari bis, tampak sebuah surau dengan atap yang bertingkat tiga di hadapannya. Bangunan seperti rumah panggung yang dijadikan surau itu mempunyai atap paling atasnya mirip dengan rumah tradisional Minang dengan gonjongnya. Bangunan seluas 154m yang dibangun dengan menggunakan kayu surian itu tampak berdiri kokoh dan angkuh dalam bayangan suasana subuh yang dingin.

"Ayo ... yang lain sudah mulai shalat Da, jangan sampai kita telat." Mai menarik tangan Ida.

Ida mengikuti Mai yang berjalan agak tergesa.

Membasuh mukanya dengan air wudhu, Ida merasakan dinginnya air membuat kantuknya sirna. Dia dan Mai berjalan setengah berlari ke dalam surau karena mendengar suara Imam sudah mulai melantunkan Surat Al-fatiha.

"Ini Da, kau pakai saja sarung ini untuk shalat." Mai menyerahkan sepotong sarung ke Ida, seolah membaca kebingungan Ida karena tidak membawa perlengkapan shalatnya.

"Ah, terima kasih Mai," ucapnya sambil menerima sarung yang disodorkan Mai.

Ida memasang sarung dan melilitkan kain panjang batik dengan motif bunga pinang miliknya ke kepala dan bahu hingga menutupi dadanya, lalu memulai shalatnya.

Terpopuler

Comments

💜☕ѕυℓιѕ☕💙

💜☕ѕυℓιѕ☕💙

beratnya masa perjuangan... terimakasih para pahlawan 🥺🥺

2021-03-29

0

SHIRLI

SHIRLI

lanjut thor, seru😊

2020-07-01

1

Luna Hanayuki

Luna Hanayuki

taruih ...

2020-07-01

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!