Arga masih memegang undangan yang baru saja disampaikan Iden. Undangan pernikahan Dio, klien sekaligus teman kuliah Arga dulu.
"Yakin juga dia sama perempuan itu." komentarnya yang diangguki Iden.
Iden merupakan sahabat Arga. Selain sahabat, Iden merupakan wakilnya diperusahaannya itu. Duet keduanya terbukti ampuh dalam memajukan perusahaan. Iden yang tampan, sosok flamboyan tapi penyayang itu selalu mendukung penuh ide dan keputusan Arga. Tak jarang pula dia turut menyumbangkan isi otaknya yang encer itu.
"Datang sendiri kan lu?" tanya Iden tapi terdengar seperti ledekan.
"Gua datang sama elu!" balas Arga.
"Eits! gue udah punya kecengan jadi malam ini gue berangkat bareng doi." tolak Iden semakin menyudutkan Arga.
"Sialan lu!" umpat Arga sembari melemparkan bollpoin mahalnya yang dapat dihindari Iden.
"Udah ah, gue balik duluan, siap-siap." ucapnya menaik turunkan alisnya dengan wajah tengilnya.
Arga hanya tersenyum miring sambil mengibaskan tangannya, mengusir Iden.
Malam harinya, Arga benar-benar datang sendiri. Suasana ballroom tempat berlangsungnya pesta yang dipenuhi tamu undangan membuat Arga tidak bisa menemukan sahabat-sahabatnya dengan mudah. Dilangkahkan kakinya keluar ruangan itu. Begitu keluar ruangan, matanya bersiborok dengan mata seorang wanita cantik bertubuh semampai. Riasannya yang natural menambah manis wajah itu.
Deg.
Jantungnya berdetak lebih cepat. Dirinya seperti dejavu. Mata itu? Dia merasa pernah menatapnya sebelumnya. Tapi dimana? Disadarinya wanita itu melempar senyum padanya. Lalu menunduk.
"Cantik." pujinya dalam hati.
Pandangannya tidak lepas dari wajah wanita cantik itu, hingga yang terlihat hanya punggungnya saja dan berjalan menjauh kemudian hilang dibalik pintu.
Arga baru saja akan menyusul wanita tadi tapi kemudian mendengar namanya disebut. Dia menoleh kearah suara. Dilihatnya para sahabatnya sudah berkumpul disana. Tanpa pendamping. Entah kemana para istri dan kekasih mereka. Dapat dipastikan mereka akan bergosip. Apalagi kalau bukan menggosipi Dio sang pengantin baru.
"Wah-wah, duren sawit kita nih!" sambut Darren, sang mantan playboy.
Arga terkekeh mendengar sambutan sahabatnya itu. Kemudian saling ber tos ria.
"Akhirnya, menikah juga si Dio." ujar Darren.
"Iya tuh, masih syok gue." sambut Iden, disambut kekehan yang lainnya.
"Iya sih, kalo diinget-inget dramanya, kayaknya ngga bakal kan?" timpal Raka.
Arga hanya geleng-geleng kepala sambil terkekeh menanggapi celetukan celetukan sahabat-sahabatnya itu. Dirinya juga merasa belum percaya. Dio yang dikenalnya sangat pemilih dan mengidolakan wanita mandiri akhirnya menjatuhkan pilihan pada seorang wanita yang mereka anggap drama queen dan manja. Sangat bertolak belakang dengan tipe Dio. Wajarlah sahabat-sahabatnya syok.
"Belum kasih selamat kan?" tanya Raka pada yang lainnya yang dibalas gelengan.
"Rame tadi, mau ngucapin selamat aja kayak antri BLT!" seru Darren.
"Kayak elu pernah antri BLT aja." celetuk Arga disambut kekehan yang lainnya.
Sepulang dari pestanya Dio, Arga langsung masuk ke kamarnya. Segera membersihkan diri dan bersiap mengistirahatkan tubuhnya yang penat.
Ingatannya tertuju pada sosok wanita pemilik mata kelinci tadi. Dirinya semakin penasaran. Mata itu membuat jantungnya berdetak cepat, darahnya berdesir. Arga baru menyadarinya. Dia? Siapa?
Lama larut dalam pikirannya yang menerawang kemana-mana, akhirnya tubuh penat itu tertidur dengan lelapnya.
Drrrt drrrt.
Getar ponsel yang di mode silent menarik Arga dari mimpinya. Bukan mimpi yang diharapkannya.
"Halo." sapa Arga.
"Pagi Pak, sekedar mengingatkan Pak, hari ini anda punya janji dengan Bu Malika." terang Dian sang sekretaris cantik dan seksi Arga mengingatkan.
"Ini hari minggu Dian, kenapa bisa saya masih punya janji temu? Terus, siapa Malika?" tanya Arga kesal.
"Maaf Pak, anda sendiri yang menjanjikan Bu Malika untuk bertemu di hari minggu dan meminta saya mengingatkan bapak." terang Dian sebal tapi tetap dengan suara selembut pantat bayi.
Iya. Sebal. Atasannya itu selalu lupa jika sudah membuat janji dengan wanita-wanita pilihan ibu negara. Hingga seperti tugas rutin Dian untuk mengingatkannya kembali.
Arga terdiam sambil memijit pangkal hidung mancungnya. Dia mendadak pusing. Kenapa dia harus setuju bertemu Malika?
"Pak? Anda masih disana?" tanya Dian memastikan pesannya tersampaikan dengan baik.
"Hem." jawab Arga.
"Hmmm, bisa nggak kamu batalkan janji ini?" lobinya.
Iya. Sebisa mungkin dia tidak bertemu wanita itu. Dirinya hanya ingin beristirahat dirumah saja seharian.
"Aduh Pak, Bu Malika pasti nanti mengadu ke ibu negara." cemas Dian.
"Berarti bisa ya kamu cancel janji ini?" tanya Arga tapi lebih terdengar seperti perintah.
"Soal ibu saya, nanti saya yang handle." lanjut Arga.
"Ng... Tapi Pak... ?" Dian bingung.
"Saya kasih bonus." rayu Arga.
"Oke Pak, deal!" sambar Dian menyanggupi dengan semangat.
Arga hanya menggelengkan kepalanya. Sekretaris cantiknya yang seksi itu suka sekali diberi bonus. Apa aja asal ada bonusnya, lancar terkendali. Arga menghela napas. Dirinya beruntung memiliki orang-orang kepercayaan dan sahabat yang berotak gemilang.
"Giliran bonus aja, cepet", Arga terkekeh.
Setelah memutus sambungan ponselnya, Arga kembali menyelami alam mimpinya.
Tok tok tok.
Pintu diketuk perlahan, tapi Arga yang masih bergelung selimut tidak merespon.
"Mas Arga, Mas..." seru Bi Sumi dari luar kamar.
Tidak ada sahutan.
"Mas Arga, Mas..." seru Bi Sumi mengulangi panggilan.
Kali ini merasa namanya disebut, Arga mengerjapkan matanya. Menyesuaikan penglihatannya yang silau karena ternyata hari sudah siang. Tadi pagi, sebelum kembali pulas setelah menerima telpon dari Dian, dirinya sempat membuka tirai dan pintu balkon. Sehingga cahaya matahari yang terang benderang dapat masuk dengan luasa siang ini.
"Mas Arga..." Bi Sumi masih setia memanggil namanya.
Dengan langkah gontai Arga membuka pintu kamarnya dan menemukan Bi Sumi berdiri disana.
Rambutnya yang berantakan tidak mengurangi kadar ketampanannya yang sudah semakin matang. Hanya memakai celana boxer tanpa atasan.
Bi Sumi sudah terbiasa dengan pemandangan seperti itu. Makanya Arga hanya mengizinkan Bi Sumi yang mengurusnya. Sebenarnya selain Bi Sumi, Arga masih memiliki 1 lagi asistern rumah tangga lainnya, hanya saja usianya lebih muda dari Arga. Dan Arga tidak ingin asistennya yang lainnya itu melihatnya tanpa pakaian lengkap. Mau ditaruh dimana harga dirinya.
"Maaf Mas, Bibi terpaksa bangunin Mas Arga." ucap Bi Sumi.
"Ada apa Bi? Aku capek pengen tidur aja ngga pengen makan, apalagi pergi-pergi." kata Arga sedikit kesal karena tidurnya terganggu.
"Itu Mas, ada tamu, perempuan cantik." info Bi Sumi dengan wajah bingung.
Tamu? Perempuan? Pikir Arga ikutan bingung.
"Sebentar Bi, tunggu disini!" perintah Arga.
Arga masuk kedalam kamarnya dan mengambil ponselnya. Menghubungi Dian, sekretarisnya.
"Halo Pak." sapa Dian diseberang sana.
"Gimana tadi? Udah kamu cancel kan?" tanya Arga memastikan.
"Beres itu Pak." sahut Dian bangga.
Arga memutus sambungan telpon dan terdiam. Terus siapa yang datang? Arga membuka pintu kamarnya lagi.
"Ya sudah Bi, suruh tunggu ya, aku siap-siap." perintah Arga yang diangguki Bu Sumi.
Arga menuruni tangga perlahan. Tidak ingin sang tamu menyadari kedatangannya.
"Ehem!" Arga berdehem memecah keheningan.
Seorang wanita cantik dengan pakaian kurang bahannya nenoleh kearah suara lalu tersenyum begitu melihat Arga. Arga terkejut melihat sang tamu tapi segera menetralkan perasaannya. Kepalanya pusing lagi. Kenapa wanita itu disini?
"Ada apa!?" tanyanya ketus.
"Ngga ada, hanya ingin menyapa." jawabnya santai.
Arga menghela napas dan membuangnya kasar. Wanita yang pernah dicintainya dan menjadi bagian dari hidupnya itu ingin menyapanya? Untuk apa? Dirinya malas jika berhubungan dengan wanita itu. Rasa sakit yang ditorehkan teramat dalam. Walau sudah kering tapi masih berbekas. Melihat wanita itu membuatnya menyesal karena pernah mencintainya dan menikahinya. Riska.
"Ohya, dan ini." lanjut Riska sambil menyerahkan selembar kertas setebal kertas buffalo.
"Aku akan menikah, aku mengundangmu." ucapnya.
Arga hanya memandangi kertas setebal kertas buffalo yang ternyata undangan itu tanpa ada keinginan menerimanya. Riska terkekeh lalu meletakkannya diatas meja.
"Sepertinya kamu ngga akan datang, tapi aku tetap berharap." pungkas Riska.
Merasa kedatangannya tidak diharapakan membuat hatinya terluka. Riska berjalan menuju pintu dan menghilang dibalik pintu gerbang rumah Arga. Ingatan itu muncul kembali. Berkelebat santai dipikiran Arga.
"Mama! Jangan pergi, Devan sayang mama." ucap seorang bocah lelaki berusia 5 tahun itu dengan air mata mengalir dikedua pipi gembilnya.
"Riska, aku mohon sayang, jangan pergi, kita punya Devan, tolong tinggallah disini." mohon Arga pada Riska.
"Plis demi Devan, demi aku. Aku mencintaimu, aku bisa memberi apapun yang kamu mau. Tolong jangan pergi." rayu Arga.
Tapi ambisi Riska terlalu besar, dan lagi, saat ini hatinya telah terbagi. Cintanya pada Arga mulai memupus. Pesona fotografer sekaligus pemilik agensi tempatnya bernaung telah menghipnotisnya. Riska jatuh dalam pelukan pria blesteran Perancis itu.
Setengah berlari Riska melangkah meninggalkan dua lelaki yang pernah dicintainya sepenuh hati. Arga hanya memandang punggung istrinya itu dengan perasaan gamang. Tangannya mengepal, merasakan sakit menusuk-nusuk hatinya. Rahangnya mengeras, sorot matanya tajam dan kelam.
Arga bukannya tidak mengetahui tingkah laku istrinya di luar sana, tapi demi Devan putra semata wayangnya, dia mengabaikan perasaannya mencoba memaafkan Riska. Dan ya, setelah mengetahui perselingkuhan istrinya, Arga seolah enggan menyentuhnya.
Brak!
Benturan benda keras menyadarkannya dari pikirannya yang melayang kemana-mana. Tatapannya nanar menyaksikan putranya terbaring dengan kepala berlumuran darah. Putranya itu ternyata berlari keluar gerbang rumahnya, mengejar sang mama. Tapi naas, sebuah motor yang gagal menghindar karena tiba-tiba Devan muncul, menabraknya dengan keras.
"Oh, ngga! Devan!" Arga bergegas menghampiri tubuh kecil tak berdaya itu.
Matanya memejam, tangannya mengepal. Arga menghela napas dan membuangnya dengan kasar. Ingatan itu masih begitu terasa nyata dipelupuk matanya.
Happy reading, Novelians.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 216 Episodes
Comments