Yang Terakhir
"Saya terima nikahnya...", ucapnya tegas dan lancar.
Sah.
Sah.
Arga membuka matanya. Ingatannya melayang pada mimpi yang baru saja dialaminya. Dia menghela napas lalu membuangnya perlahan. Matanya mengerjap. Dia mengubah posisi berbaringnya, dari miring kekanan menjadi telentang. Ditatapnya eternit kamarnya. Kepalanya pusing memikirkan tiba-tiba bermimpi menikah.
"Menikah?", gumamnya.
"Ada-ada aja.", lanjutnya lalu terkekeh.
Dia merasa lucu. Dengan status duda yang sudah disandangnya selama hampir 5 tahun ini tidak pernah sekalipun terlintas dibenaknya untuk menikah lagi. Setidaknya hingga saat ini. Kenapa tiba tiba bermimpi menikah.?
Kepalanya bertambah pusing dirasanya, kerongkongannya jg terasa kering membuatnya bangkit dari rebahannya. Diraihnya gelas kaca diatas nakas disamping tempat tidur, meneguk isinya hingga tandas, lalu duduk bersandar pada sandaran tempat tidur. Seperti baru tersadar dari lamunannya dia merasakan keringat membasahi piyamanya. Dia melirik ac yang menempel di dinding diatas pintu lebarnya. Pintu yang mengarah ke balkon kamarnya. Mati. Iya. Dini hari tadi pendingin ruangan itu dimatikan karena dia merasa cukup kedinginan. Hingga tanpa sadar dia tertidur dan bermimpi aneh menurutnya. Merasa risih, dia bangkit dr tempat tidurnya dan berjalan menuju kamar mandi yang juga terletak dalam kamar besar itu.
Arga sudah rapi dengan setelan kemeja hijau mint yang lengannya digulung hingga kesiku kemudian dimasukkan kecelana bahan hitam dan dilengkapi ikat pinggang warna senada. Sepatu pantofel hitam mengkilat melengkapi penampilannya yang menawan. Tubuh tinggi atletis, hidung mancung, rambut hitam dan mata tajam. Tampan. Tanpa dasi maupun jas. 2 atribut itu hanya akan dipakai ketika ada rapat direksi atau acara-acara formal. Dia berjalan menuruni tangga perlahan. Jam tangan mahal melingkar di pergelangan tangan kirinya. Tangan kanannya menenteng tas laptop. Siap berangkat ke kantornya.
Aroma telur mata sapi menguar menusuk rongga hidung, menggugah selera makan pagi ini.
"Pagi Mas Arga, sarapan sudah siap sesuai rekues." sapa Bi Sumi seraya melemparkan senyum yang terkesan puas karena sudah menyiapkan urusan perut majikannya. Asisten rumah tangga berusia 50 tahunan yang sudah mengabdi lama pada keluarga Arga. Dulu, Bi Sumi merupakan asisten rumah tangga orangtua Arga, tapi semenjak Arga menikah, Bi Sumi diajak Arga ikut dengannya tinggal di rumah barunya bersama sang istri. Hingga saat ini. Walaupun Arga sudah berpisah dengan sang istri dan berpindah rumah pun Bi Sumi tetap setia mengikuti. Bi Sumi sangat mengenal majikannya itu. Bi Sumilah yg mengasuh dan menemani Arga sewaktu masih kecil ketika orangtuanya sibuk bekerja.
"Terimakasih Bi." ucap Arga seraya menarik kursi dan duduk dengan tenang siap menikmati sarapannya.
"Bi Sumi sudah makan?" tanya Arga disela aktifitas mengunyahnya.
"Mas Arga duluan saja, Bibi belum lapar.", jawab Bi Sumi sambil meletakkan gelas berisi air mineral disisi kanan Arga.
Arga menyudahi sarapannya setelah meneguk air mineral hingga tandas. Piringnya bersih tak bersisa sebutir nasipun. Arga memang selalu menyukai nasi goreng buatan Bi Sumi.
Dia bangkit dari duduknya setelah menyeka mulutnya dengan tisu.
"Bi, aku berangkat. Hati hati di rumah." pamit Arga sedikit berteriak karena Bi Sumi sedang berada di dapur bagian belakang.
Bi Sumi yang mendengar suara Arga berpamitan pun bergegas keluar.
"Iya Mas, hati hati dijalan." balas Bi Sumi sambil melambaikan tangan.
Arga mengendarai sendiri mobil keluaran pabrikan Jepang miliknya. Dia memiliki asisten pribadi yang merangkap sopir tapi itu hanya berlaku untuk urusan pekerjaan. Dia lebih nyaman seperti itu.
Jalanan cukup lancar pagi itu, hingga Arga tiba di kantornya lebih cepat. Di lobi kantor Arga bertemu Reza, sang asisten. Laki laki tampan, bertubuh tinggi tegap, berkulit sawo matang, berusia 32 tahun dan masih betah melajang itu mengangguk hormat menyambut pimpinannya, seperti biasa tanpa senyum. Kemudian berjalan beriringan dengan Arga menuju lift. Melewati resepsionis yg selalu memajang senyum termanis apapun kondisi pribadinya, dan beberapa karyawati yang selalu mencuri curi pandang kearah duo manusia tampan itu karena jelas saja mereka takkan berani terang-terangan. Iya. Arga dan sang asisten selalu menjadi pemandangan indah bagi para karyawati di kantornya.
Lift berhenti dilantai 4. Lantai teratas kantor Arga. Gedung kantornya memang tidaklah tinggi dan besar. Tapi perusahaan yang bergerak di bidang furnitur itu sudah memiliki cakupan yang luas hingga ke mamca negara. Terutama Eropa. Para espatriat benua berkulit putih itu menyukai detil produk perusahaan Arga yang lebih memilih kayu jati sebagai bahan utamanya.
Senyum semanis gula Dian, sang sekretaris cantik dan seksi yang berusia 29 tahun selalu menyambut kedatangan duo tampan itu dengan setia. Dian sudah bekerja dikantor Arga sejak Arga menjadi pimpinan disana menggantikan mendiang ayahnya. Kalau dihitung hitung sejak 5 tahun yang lalu. Begitu dia lulus studinya, dia memutuskan melamar diperusahaan itu dan akhirnya diterima sebagai sekretaris. Hingga membuatnya sedikit banyak mengenal pimpinannya itu.
Dian lalu mengikuti mereka masuk ke ruangan sang pemimpin dan membacakan rentetan agenda sang pemimpin dengan detil.
"Makan siang?", tanya Arga memotong perkataan Dian yang tengah membacakan salah satu agendanya hari itu.
"Iya Pak, dengan Ibu Revi." jelas Dian.
Arga mengerutkan alisnya. Dia lupa.
"Bapak sendiri yang menyanggupi janji makan siang ini pada Ibu negara." lanjut Dian mengingatkan.
Arga menghela napas dan membuangnya dengan kasar. Di sisi lain Reza hanya diam memperhatikan ekspresi pimpinannya itu. Dia tahu bahwa Arga sebenarnya tidak menginginkan makan siang itu. Makan siang yang sudah diatur oleh ibu pimpinannya sendiri. Yang mereka sebut ibu negara.
Bukan hanya kali ini saja. Sudah banyak janji-janji makan siang, makan malam, dan makan-makan yang lainnya, yang sudah diatur -atur untuk Arga. Meski sudah menolak tapi sang Ibu seperti tidak lelah. Sang Ibu hanya ingin putranya itu memiliki pendamping lagi. Hingga jika merasa bertemu dengan wanita baik maka sang Ibu akan dengan senang hati mengenalkannya pada putranya. Lelah menolak, Arga pun pasrah.
"Saya hanya perlu datang kan?" tanya Arga.
Dian mengangguk.
"Seperti biasa Pak, anda hanya perlu hadir dan berbasa basi, selanjutnya terserah anda." jawab Dian.
Iya, Dian pernah menyarankan sang pemimpin untuk tidak perlu menghindar. Cukup datang dan duduk tenang. Berkenalan sewajarnya. Selanjutnya ya terserah. Begitu. Pernah suatu ketika Arga yang merasa tertekan meminta sarannya.
Arga memang sudah berusia sangat matang. Tapi diusianya yg menginjak 36 tahun itu, dia seperti mati kutu jika dihadapkan dengan situasi perjodohan. Dian yang sudah menikah dan menjalani hubungan jarak jauh dengan sang suami dianggap lebih kompeten dalam hal asmara dan perasaan. Sarannya lebih masuk akal daripada sang jomblo, Reza.
Reza dan Dian adalah 2 karyawan yang paling dekat dengan Arga. Selalu dimintai saran untuk masalah yang bersifat pribadi tapi juga sekaligus dijadikan pelampiasan emosi sesaat sang pimpinan bila sedang kesal. Trio itu sudah sepaket meski masih ada batasan yang tidak bisa diabaikan. Pimpinan dan karyawan. Rasa segan Reza dan Dian terhadap Arga tidak bisa hilang begitu saja. 2 orang ini tetap menghormti Arga sebagai pemimpin perusahaan meskipun dalam situasi non formal sekalipun.
Arga berkutat dengan berkas laporan dari para manajernya dan beberapa proposal kerjasama. Wajahnya tampak serius menatap barisan huruf dan angka yang terangkai diatas kertas putih. Rambutnya sudah mulai berantakan tapi tetap tampan.
Tok tok tok.
Sekretaris Arga yang cantik dan seksi masuk setelah mengetuk pintu ruangannya.
"Sudah saatnya makan siang Pak, anda memiliki janji dengan ibu Revi." ucap Dian mengingatkan.
"Hum", Arga hanya bergumam.
Arga menutup berkas yg tengah dibacanya lalu merapikannya bersama berkas2 yang lainnya. Dia mengangkat kepalanya melihat Dian.
"Apa kau sudah makan siang?" tanya Arga.
"Setelah ini Pak." jawab Dian.
"Kau mau menemani saya?" tanya Arga lagi.
Dian spontan menggelengkan kepalanya dengan kencang sambil mengibaskan tangannya.
"Ah, tidak Pak terimakasih." ucapnya menolak.
Dian tidak mau kena getahnya lagi karena akal-akalan bosnya itu. Pernah sekali Arga meminta Dian berpura-pura menjadi kekasihnya. Alhasil, wanita yang akan dikenalkan pada Arga mengadu pada ibu negara karena merasa kecewa. Dapat dibayangkan akhirnya, Dian diomeli dan diintimidasi oleh ibu negara. Membuat suasana kerja sempat memanas beberapa saat. Dian tidak ingin itu terulang lagi. Sungguh tidak nyaman.
Disebuah kafe resto, seorang wanita cantik berkulit putih terawat, rambut curly coklat, dia memakai lensa kontak berwarna senada dengan rambutnya, berusia sekitar 27 tahunan, duduk manis ditemani segelas tinggi jus sirsak. Menunggu.
Arga masih duduk manis didalam mobil keluaran pabrikan Jepangnya. Enggan keluar untuk bertemu wanita bernama Revi. Dia mengedarkan pandangan menyapu suasana sekitar kafe resto yang cukup ramai karena bertepatan dengan jam makan siang. Tapi dia tidak melihat wanita yg memiliki janji dengannya disana.
"Mungkin di dalam." pikirnya.
Akhirnya dengan malas Arga berjalan memasuki kafe resto itu. Mengedarkan pandangan mencari sosok wanita yang mirip dengan foto yang dikirimkan ibu negara beberapa hari yang lalu.
Dia melihat seorang wanita melambaikan tangan kearahnya. Dia Revi. Arga menghampirinya. Senyum wanita itu merekah bak bunga matahari. Terlalu lebar. Arga sudah duduk tenang didepannya.
"Saya terlambat rupanya." ucap Arga datar sambil melihat jam tangannya.
"Ah, nggak kok, aku yang terlalu cepat sampai." terang Revi.
Senyum Revi tidak memudar. Bahkan makin mempesona. Tapi tidak bagi Arga. Dia sudah sering melihat dan bertemu dengan wanita cantik. Bahkan Dian sang sekretarisnya pun cantik dan seksi tapi tidak membuat mata Arga memandangnya berbeda.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 216 Episodes
Comments
Mukmini Salasiyanti
Assalamu'alaikum
salken mbak...
2023-08-04
0
Suharnik
Tk kasih bunga buat karya Authorrr🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷👍👍👍
2022-01-31
0