Hingga matahari tenggelam dan berganti bulan yang mulai menampakkan sinarnya,Raisa masih saja melajukan mobilnya tanpa arah dan tujuan. Hari ini adalah hari kelulusan Raisa sekaligus hari sial baginya. Dihari yang harusnya dia bahagia,hatinya harus hancur begitu mengetahui kenyataan bahwa papanya sendiri melakukan tindakan kriminal yang mengakibatkan dirinya terancam untuk membuang jauh-jauh impiannya kuliah di universitas incarannya sejak lama.
Bukan hanya itu saja,hidup mewah dengan limpahan materi dan keinginan yang dengan sekejab mata bisa terkabulkan,mungkin tak akan bisa diperolehnya lagi. Seperti yang mama Raisa katakan tadi,untuk selanjutnya dia akan hidup dengan sederhana. Raisa bercedak kesal.
"Sungguh sial..."
Tanpa sadar,mobil yang dikemudikannya sudah melaju begitu jauh dari pusat kota. Raisa melirik penunjuk waktu yang melingkar di pergelangan tangan kirinya. Jam menunjukkan pukul 19:00 wib. Raisa membelokkan setir dan putar balik. Karena perutnya terasa lapar dan dia juga harus mengganti pakaiannya yang sudah seharian terkena keringat,dia putuskan untuk pergi ke rumah Airin saja. Paling aman menurutnya. Daripada harus merepotkan Bima.
"Kamu kenapa Sa?" Airin terheran-heran melihat Raisa datang ke rumahnya tanpa memberitahu terlebih dahulu. Muka lusuh dan seragam yang masih melekat di tubuh Raisa juga mengundang tanya di benak Airin
"Aku mau numpang mandi dan pinjam baju kamu" Raisa tak menggubris pertanyaan Airin. Ia justru langsung menuju kamar mandi sambil merengut hingga Airin harus menyimpan dulu rasa keingin tahuannya.
Tak butuh waktu lama Raisa sudah keluar dari kamar mandi dengan wajah yang lebih segar. Airin yang sudah menyiapkan baju ganti untuknya,langsung saja dipakainya dan pas ditubuh Raisa karena mereka berdua memang mempunyai ukuran tubuh yang hampir sama.
"Kamu sudah makan?"
"Belum" Raisa masih saja merengut,tak seperti biasanya yang selalu ceria dan bersemangat
Airin pun langsung turun ke dapur untuk mengambilkannya makan malam. Setelah itu Raisa langsung melahapnya hingga tak tersisa.
"Terimakasih Rin" Ucapnya pelan sambil meletakkan piring dan gelas yang sudah kosong di atas meja nakas
"Oke Sa. Karena sekarang kamu sudah lebih tenang,kamu harus menceritakan padaku apa yang sebenarnya terjadi" Airin duduk di depan Raisa dan menatapnya lekat-lekat
Raisa memejamkan mata sejenak sambil menghela nafas panjang-panjang
"Papaku Rin..."
"Om Hendrawan? Kenapa?"
"Papa terancam masuk penjara!" Ujarnya berterus terang
"Masuk penjara!" Airin mengulangi dengan nada yang begitu terkejut
Raisa mengangguk sedih.
"Kok bisa? Kasus apa?"
"Menggelapkan uang perusahaan sebesar 5 milyar" Ujarnya lagi tanpa bla bla bla
Niat awal yang tidak ingin memberitahu sahabatnya,akhirnya kalah juga dengan rasa sakit terlampau pedih yang tak mampu ia tanggung sendirian. Ya,hanya kejujuran yang mampu membuat seseorang lebih tenang.
"Serius?" Airin kembali terkejut
Raisa pun kembali mengangguk
"Terus kenapa kamu malah kesini? Harusnya kamu ada di rumah bersama papa dan mama mu untuk mencarikan solusinya" Protes Airin
"Malas. Aku marah dan kecewa. Papa sudah ambil keputusan untuk menjual rumah kami sebagai ganti rugi ke perusahaan. Dengan begitu papa tidak akan di penjara. Tapi papa tidak lagi di posisinya yang semula. Jabatan papa diturunkan"
Airin tampak menghela nafas lega. Setidaknya papa Raisa masih bisa mengganti uang perusahaan dan tidak harus masuk hotel prodeo.
"Terus apa rencana kamu selanjutnya? Kuliah di Melbourne?"
Raisa menggeleng.
"Papa sudah tidak sanggup membiayainya" Raisa tertunduk sedih
Airin mengelus-elus punggung Raisa untuk membuat gadis itu lebih tenang.
"Yang tenang ya Sa,kamu masih bisa kuliah disini dan mencari beasiswa" Ucapnya kemudian
Raisa bergeming. Di lubuk hatinya yang terdalam,dia masih saja memikirkan impiannya yang sekarang seolah sudah terbang tinggi ke udara. Tak mungkin bisa dia raih.
Untuk beberapa saat suasana berubah hening. Airin juga ikut diam karena dia sendiri tidak bisa membantu banyak dalam hal materi.
"Om sama tante kemana?" Tanya Raisa tiba-tiba
"Ayah ada workshop di luar kota. Sedangkan bunda menjenguk saudara yang sedang sakit"
"Mas Alan?"
"Belum pulang,Lembur. Biasa akhir bulan"
"Keluar yuk" Ajaknya kemudian
"Hah! Kemana?"
Raisa mengangkat bahu.
Airin menghembuskan nafas pelan.
"Sebaiknya kamu pulang Sa. Nanti papa dan mama mu bingung mencari" Airin menasehati
Sedangkan Raisa hanya menggeleng tanda tidak setuju.
"Ayolah Rin sebentar saja" Bujuk Raisa akhirnya
Airin tampak berpikir sambil menimbang-nimbang ajakan Raisa. Khawatir akan semakin melukai perasaannya jika ia menolak,ditambah lagi wajah sendu Raisa yang akan mengundang iba bagi siapa saja yang melihatnya,akhirnya Airin mengangguk saja.
Raisa langsung beranjak dari tempat duduknya dan mengambil slingbag milik Airin. Kemudian Raisa memindahkan dompet dan ponselnya yang ada di dalam tas sekolahnya ke dalam tas milik Airin.
"Sa,kita beneran gak apa-apa keluar malam-malam seperti ini?" Airin agak gelisah karena selama ini dia tidak pernah keluar malam
"Memangnya kenapa?" Jawabnya sambil fokus mengemudikan mobil
"Coba cek ponselmu,kali aja ada telpon dari papa dan mama mu?"
Raisa bersikap masa bodoh. Sama sekali tak menghiraukan ucapan Airin. Yang dia inginkan malam ini hanyalah bersenang-senang karena sebentar lagi hidupnya tak lagi mewah.
Raisa menghentikan mobilnya tepat di sebuah cafe yang memiliki mini bar.
Raisa turun lebih dulu. Sedangkan Airin hanya mengekor mengikuti langkah Raisa.
Mereka mengambil kursi paling pojok dan memesan minuman. Airin mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan cafe. Bahasa tubuhnya jelas menyiratkan jika saat ini dia merasa tidak nyaman berada di tempat tersebut,apalagi pengunjung yang datang kebanyakan laki-laki. Berbanding terbalik dengan Raisa yang sama sekali tidak terganggu dengan apapun yang ada di dalam cafe. Tubuhnya ada disana tapi pikirannya melayang kemana-mana.
"Mengertilah nak..."
"Tolong maafkan papa...."
"Kamu anak pintar. Kuliah dimana pun,mama yakin kamu akan menjadi orang yang sukses"
"Untuk selanjutnya kita akan hidup dengan sederhana"
"Papa sudah putuskan untuk menjual rumah ini"
"Papa akan dipenjara jika tidak segera mengganti uang perusahaan"
Rentetan kalimat yang di ucapkan mama Raisa tadi sore,masih saja terus terngiang-ngiang di kepalanya. Mengusik ketenangan jiwanya saat ini. Raisa menyesap minumannya dengan raut wajah hampa. Dia bahkan tak menghiraukan keberadaan Airin disana. Tak mengajaknya berbicara sepatah kata pun.
"Sa,kamu melamun?" Suara Airin mengejutkan pendengarannya
"Hah!" Raisa terlihat tidak fokus
"Pulang yuk..." Ajak Airin akhirnya
"Sebentar lagi" Responnya santai
Karena minumannya sudah habis,Raisa memesannya lagi. Tapi kali ini dia memesan minuman yang mengandung sedikit alkohol.
"Sa... Bir?" Airin tampak terheran campur terkejut dengan minuman yang Raisa pesan
"Minuman yang mampu membuat pikiran tenang" Gumamnya pelan
Raisa langsung meneguknya dan ia pun mengalami efek seperti mau muntah. Merasa asing dengan rasa dan aromanya.
"Dasar...Sok-sok an minum padahal belum pernah minum" Batinnya merutuk sebal
Raisa pun menggeser gelas yang berisi minuman memabukkan itu dan tak lagi menyentuhnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 70 Episodes
Comments