"Ada apa dengan diriku? Mengapa. aku selalu berharap bahkan bergantung pada liontin ini, apa yang diriku harapkan dari liontin tua ini. Jika ingin ku buang liontin ini mengingatkan diriku pada sosok wanita misterius yang bahkan diriku sendiri tidak mengingat siapa wanita itu."
"Yang aku lihat hanyalah senyuman yang mengembang dari bibirnya, sorot matanya yang indah namun sayangnya kenapa? Kenapa aku malah tidak bisa mengingat wajahnya. Apa karena ini aku tidak bisa membuka hatiku untuk perempuan lain? Diriku ini sebenarnya kenapa sih bahkan aku tidak mengenal diriku yang sekarang."
"Dan yang membuat ku semakin yakin itu adalah ibunya, ibunya yang selalu mengatakan jika dia dulu mempunyai seorang wanita pujaan hati namun siapa? Kenapa otaknya tidak bisa mengingat nya dengan jelas jika seperti ini kepalanya akan terasa sangat sakit."
"Sayang apa kamu sudah siap?" tanya ibunya yang langsung masuk karena pintu kamar Awan terbuka lebar.
"Kamu kenapa? Apa kepalamu sakit lagi?" tanya Ibunya khawatir, apa mungkin dia tadi salah bicara sehingga membuat kepala Awan sakit kembali.
Semoga saja dia bisa mengingat siapa wanita itu agar anaknya akan segera menikah. Fera akan mengingatkan kembali bagaimana anak nakal ini meminta untuk di nikahkan dengan seseorang tapi Rembulan bagaimana? Apakah dia selamat? Ataukah dia meninggal di hanya ingin tahu akan hal itu.
Tapi Fera yakin jika Rembulan masih hidup banyak orang yang mengatakan jika Rembulan masih hidup namun keberadaan nya saja yang tidak di ketahui tapi seseorang mengatakan jika dia masih hidup.
Jika Rembulan sudah tiada maka Awan menikah dengan bunga, dia adalah wanita yang sangat baik dari keluarganya yang baik pula tentunya.
Namun saat mengingat Rembulan hatinya seperti tergores pisau sangat sakit, mengingat Rembulan lah yang menyelamatkan Awan.
"Tidak apa ibu, lalu kenapa ibu hanya diam dan memperhatikan ku seperti itu?" tanya Awan yang ingin tahu.
"Ah tidak nak." ucap ibunya yang malah menitihkan air mata.
Membuat Awan malah kebingungan sendiri.
"Ibu? Ibu menangis?" tanya Awan pada ibunya.
"Ah tidak nak, ibu hanya kelilipan saja." jawab Fera sambil menghapus air matanya yang tidak sengaja jatuh.
Awan tahu jika ibunya tengah menyembunyikan sesuatu padanya, namun apa?
"Ya sudah bu mari kita pergi." ucap Awan yang segera mengangkat kopernya dan menggandeng ibunya.
Haduh ibunya ini tadi saja senyum-senyum sendiri dan sekarang kok nangis, haduh kenapa sih?
"Ibu tidak apa-apa kan?" tanya Awan lagi dia tidak tega jika melihat ibunya seperti ini memangnya ibunya menyimpan apa sih selama ini.
Dan terkadang ibunya selalu berharap pada seseorang yang tidak ia tahu, tapi apakah ayahnya juga mengetahui akan hal ini. Ah nanti saja jika ada waktu dia akan bertanya pada ayahnya.
"Tidak nak, ibu tidak apa-apa. Kamu tahu ibu akan menjodohkan dirimu pada anak sahabat ibu namanya Bunga. Dia cantik orangnya." Awan berpura-pura tersenyum agar ibunya tidak bersedih lagi.
Ya mungkin jodoh terbaik buat dirinya dan memang dia harus melupakan liontin itu.
"Bunga ya bu namanya, Awan tidak sabar bertemu dengan dirinya."
"Haduh ngapain sih aku harus membohongi ibu segala, jika ibu tahu bagaimana? Bagaimana caranya aku mengatakan jika aku ini tidak bisa mengenal cinta, tidak tau rasanya jatuh cinta hah tapi apa mungkin seiring berjalannya waktu aku akan bisa mencintai Bunga? Tapi wanita itu bagaimana? Apakah aku tidak akan pernah bisa menemukan dirinya?"
"Baguslah jika kamu menerima nya sebagai istrimu, eh tapi awas jika nanti kamu kasar padanya ibu yang akan menjewer telingamu." Awan tersenyum mendengar ancaman dari ibunya tanda nya hati ibunya sudah membaik.
"Jangan lah bu, lalu jika istriku yang jahat ya aku juga yang kena jewer gitu?" tanya Awan membuat Fera membuatkan mata.
" Ya jelas lah kamu yang kena jewer karena apa memang pria lah yang di tuntut untuk PEKA." Jawab ibunya membuat Awan terkekeh kan dia lagi ya kena.
"Tidak adil itu namanya bu, terus jika Awan yang selalu salah masa perempuan selalu benar, enggak pokoknya Awan lah yang paling benar."
"Nih anak malah ngeyel di bilangin." pekik ibunya membuat Awan tersenyum dan segera berlari menuju adik dan ayahnya.
"Haduh lama amat, di tungguin orang satu kampung tauk." dengus Vina kesal karena apa nih kakaknya lagi lagi lama.
Kan Vina tidak sabar ingin melihat hamparan padi di sawah.
Seperti tengah berada di lautan emas.
"Hidih, satu kampung, kamu yang bener aja bilang saja jika kamu ingin segera pergi bukan dasar nih anak."
"Dari pada kalian berdua ribut lebih baik kita segera pergi sebelum kena macet." pinta Alvin pada semua anggota keluarganya.
Alvin, Fera, Awan dan Vina segera naik ke mobil setelah barang-barang mereka di masukkan ke dalam bagasi.
"Vina tidak sabar melihat calon istri kakak cie hehe.." Awan memanyunkan bibirnya dasar mulut adiknya nih tidak ada remnya apa bagaimana sih?
"Tuh mulut memang enggak ada remnya apa?" tanya Awan menatap mata adiknya dengan tajam.
"Idih kakak, nakutin amat." ucap Vina sambil menutup wajahnya dengan sepuluh jarinya.
"Awan!! Jangan seperti itu sama adik mu, dia hanya bercanda." Fera menasehati Awan memang sih kedua anaknya ini selalu bertengkar kayaknya anjing dan kucing kompak dalam segala hal tapi membuat pusing nih kepala.
"Ibu, mengapa ibu selalu membela nya sih? Padahal ibu tahu jika dia itu sudah dewasa." gerutu Awan merasa bingung dengan ibunya selalu saja membela adiknya.
Yang rese kan adiknya dan yang terkena imbas dari keresean adiknya adalah dia, memang dunia benar-benar tidak adik pada pria seperti dirinya.
Vina memperlihatkan muka kemenangan nya kakaknya lagi dan lagi selalu kalah darinya.
Memang jika dirinya di dekat ibunya tuh muka kakaknya bisa langsung lecet seperti cucian kotor yang belum di cuci.
K A S I H A N
"Wek." ucap adiknya sambil menjulurkan lidahnya kan ibunya selalu membuat kakaknya menurut dan tidak bisa berbuat apa-apa, dan tuh lihat muka kusutnya haha membuat orang pingin ketawa.
"Bu, tapi Kak Rembulan kan sudah... " Fera segera menutup mulut anaknya nih jangan sampai Vina keceplosan. Bisa-bisa gawat.
"Iya Kak Rembulan nya di sana kok, pasti dia sudah menunggu kita di sana. Dan Bunga juga pasti sedang menunggu kita. "ucap Fera segera melepaskan telapak tangan nya yang tadinya untuk membungkam mulut anak perempuannya.
"Hah, Bunga? Nih ibu Bunga siapa yang di maksudkan ibunya? Jadi penasaran deh." batin Vina kebingungan sendiri nih siapa lagi yang akan di jodohkan pada kakaknya haduh ibu ibu.
"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 179 Episodes
Comments