Alvian menatap lekat wajah sang mama, seketika wajahnya memerah, namun ia sendiri belum mengerti apakah ia mempunyai rasa terhadap Airin, yang pasti saat ini, ia hanya merasa iba terhadap gadis cantik yang seharusnya diperhatikan oleh keluarganya. Namun karena kesalahan yang tak sengaja Airin lakukan membuat gadis itu di jauhi oleh keluarga dan juga teman-temannya, dan saat ini yang Alvian lakukan adalah menolong gadis itu, agar mendapatkan haknya agar tak terlalu lama untuk mendekam dalam penjara.
"Mah Aku pergi dulu ya," ujar ujar Alfian lalu melangkah secara tergesa-gesa untuk menjauhi keberadaan sang mama dan juga sama papa.
Sementara kedua orang tua Alvian hanya mampu menggeleng heran atas sikap yang sang anak tunjukkan.
"Wah, wah... bahaya," ucap sang papa pelan seraya menatap langkah Alvian yang kian menjauhi keberadaannya.
"Apa yang bahaya, pah?" si mama mengeleng tak mengerti.
"Dia polisi, dan dia tidak mungkin jika jatuh cinta terhadap narapidana, sementara kita pasti akan malu jika Alvian benar-benar menyukai gadis itu, aku tidak akan pernah setuju sampai kapanpun!" tegas si papa lalu masuk ke dalam kamarnya.
Sedangkan sang mama hanya mampu membisu dan tersenyum kelu, ia tak mengerti apa yang akan terjadi suatu saat nanti jika sampai Alvian benar-benar menyukai gadis narapidana tersebut, tapi yang kini sang mama lakukan adalah memenuhi keinginan anaknya untuk membantu meringankan beban Airin.
"Aku harus menemui gadis tersebut dan bicara dari hati ke hati dengannya," batin si mama Mama lalu masuk juga ke dalam kamarnya untuk menemui sang suami.
***
Sementara Alvian sudah pergi meninggalkan rumahnya dan kembali ke kantor untuk bertugas. Sebab ia adalah polisi teladan yang tidak akan pulang sebelum jam kerja usai.
"Bagaimana, dengan orang-orang yang telah melaporkan Airin apakah mereka bisa menemuiku tanya?" Alvian pada salah satu temannya di kepolisian.
"Sudahlah Al, dia bisa menemuimu sore ini sebab besok pagi mereka tidak bisa hadir karena saudari Dini harus melakukan cek ulang ke rumah sakit atas luka di perutnya yang mulai membaik,"
"Baguslah semakin cepat mereka menemuiku, semakin cepat aku bisa menyelesaikan urusan ini," tukas Alvian lalu pergi menjauhi keberadaan temanya tersebut.
"Mau apa kau sebenarnya, apa yang telah kau rencanakan? Sebab selama ini aku belum pernah melihatmu
begitu bersemangat untuk menolong narapidana?" tanya si polisi tersebut berteriak, sebut saja namanya Toni.
"Ini urusanku bukan urusanmu, nanti kau akan tahu apa yang aku inginkan dan apa yang aku harapkan. Kulakukan ini bukan hanya semata-mata untuk mengasihani Airin tapi, hukum di dunia memang harus berlaku,"
"Tapi Airin memang bersalah, dia melukai orang hingga hampir hilang nyawa," jelas Toni pula.
"Benar, tapi apa kita tahu, alasan apa? Yang mendasari dia melakukukan itu,"
"Apapun, dia memang bersalah Al,"
"Iya, tapi dia juga tidak sepenuhnya bersalah, aku ingin dia tak selama itu mendekam dalam jeruji besi," harapnya.
"Carikan dia pengacara! Ajukan banding," tukas Toni lagi.
"Sudah,"
"Haaah, benarkah?"
"Iya. Dan pengacara itu mamaku sendiri." tegasnya lagi
"Eeeh, kau serius?"
"Tentu,"
"Gila! Aku rasa kau lakukan ini demi cinta, kau menyukai Airinkan?" todong Toni lagi.
"Sok tau," Alvian menepuk pelan pundak temanya tersebut lalu melangkah pergi menjauhi Toni.
"Mau kemana, Al?"
"Ke surga,"
"Ehh anjir,"
Alvian tertawa sejadi-jadinya mendengar Toni berdecak kesal, anak muda itu menarik nafas panjang, sebelum kembali ke ruang kerjanya.
***
Ketika hati mulai berbicara, rasa itu akan tiba dengan sendirinya, begitulah yang Alvian rasakan, ia memiliki perhatian lebih akan sosok Airin, meski ia belum sepenuhnya sadar, apakah dia suka, atau hanya sebatas kasihan.
"Permisi, selamat sore pak Alvian," seseorang polisi masuk ke runganya.
"Iya, ada apa?"
"Ada yang ingin bertemu dengan anda,"
"Oke suruh mereka masuk ke ruangan kerja saya!" titah Alfian pula.
"Siap Pak, saya akan segera meminta mereka untuk menemui anda," jawabnya lalu keluar dari ruang kerja Alvian.
Dan 5 menit kemudian 2 orang kini telah berada di hadapan Alvian, mereka tersenyum lalu duduk di kursi yang Alvian persilakan keduanya untuk duduk.
"Selamat sore mas Nino dan Mbak Dini Terima kasih atas waktu kalian sudah mau hadir disini," ucap Alvian ramah.
Namun tatapanyan sinis mengarah ke wajah Nino, hal itu membuat Nino sedikit heran, bahkan tatapan Alvian membuatnya tidak nyaman.
"Maaf pak! Ada apa anda memanggil kami kesini bukankah sidang perkara Airin sudah selesai?" selidik Nino curiga.
"Benar. Saya memanggil kalian ke sini karena ada hal pribadi yang ingin saya tanyakan kepada kalian berdua, terutama perihal hubungan kalian, yang katanya belum menikah namun Dini sudah hamil. Benarkah?" selidik Alvian pula.
"Maaf, apapun yang terjadi kepada aku Dini ataupun Airin, bukan urusan anda. Jadi anda tidak perlu tahu masalah pribadi Kami! Dan perihal hamilnya Dini itu juga bukan urusan anda. sebab kami melakukannya atas dasar suka sama suka, bukan keterpaksaan," jelas Nino dengan tatapan yang benar-benar geram ke arah Alvian, sebab pertanyaan Alvian benar-benar tidak masuk akal untuknya.
"Gila... saya polisi, jadi saya berhak tahu apa penyebab Airin melakukan hal yang seharusnya tidak ia lakukan, ternyata penghianatanmulah yang membuat Airin terpaksa melukai Dini, hingga nyawanya hampir melayang. Andai hukum bisa berbicara kaulah yang wajib menanggung penderitaan Airin sebab batinnya benar-benar tertekan, hatinya terluka dan dia kecewa karena orang yang sangat Airin cintai, menghianatinya bahkan menghamili wanita lain diluar ikatan pernikahan." Geram Alvian tak terbendung lagi.
"Polisi aneh!" cetus Dini kesal, sikap Alvian yang justru menyudutkan ia dan Nino, membuat keduanya pergi dari hadapan Alvian tanpa permisi dan berucap sepatah katapun lagi.
"Bang sat....! Kan pastikan, kau mati jika tidak menarik tuntutanmu terhadap Airin," umpat Alvian emosi dan kesal luar biasa. "Bagaimana bisa, Nino melakukan hal setega itu, terhadap wanita yang hampir 4 tahun ini menjalin cinta dengannya," grutu Alvian kian kesal.
Kebencinya terhadap pengkhianat mamang tidak bisa di tawar lagi. Bahkan sikap Nino yang tak takut dengan dirinya, membuat amarah Alvian kian membuncah.
"Sialan!"
Praaaak!!
Alvian meninju meja kerja miliknya, hingga suara gaduh tedengar jelas dari dalam sana, hal itu membuat rekan kerjanya sesama polisi, saling menatap tak mengerti.
"Al... ada apa?" tanya Toni seraya mendekati keberadaan Alvian.
"Menurutmu, aku sedang apa?"
"Marah," jawab Toni datar.
"Itu tau, lalu kenapa kau masih bertanya?"
"Ya kan, aku belum tau, apa penyebab kau seemosi itu," Toni bertingkah sok polos.
"Keluar! Atau ku hajar kau di sini," ancamnya.
"Ya ampun, biasa aja dong, Al!" Toni mengerutkan wajahnya.
Toni segera keluar dari ruangan Alvian berada, ia segera berjalan pelan untuk menuju salah satu rungan.
"Rin, temenku terluka," lapornya yang membuat Airin menggeleng heran.
"Lalu, apa hubunganya denganku?" tanya Airin lalu berdiri dari tempat ia duduk.
"Alvian yang terluka, tanganya berdarah-darah, karena dia begitu emosi setelah bertemu dengan Nino dan Dini," jelasnya lalu pergi tanpa mendengar Airin berbicara lagi.
"Haaaaah,"
Gadis itu mendudukan tubuhnya, ia sebenarnya belum begitu paham, apa dan kenapa dengan Alvian.
"Apa yang terjadi denganmu? Kenapa kau marah setelah bertemu mereka," lirih Airin.
Kini banyak tanya yang membenam dalam benaknya, tak ada yang bisa Airin lakukan, kecuali berharap polisi muda itu baik-baik saja.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 220 Episodes
Comments
Nur Ain
Rasa kasian akan perlahan bertukar menjadi rasa cinta
2022-08-25
0
Almeera
jangan emosi pak pol sabar sabar sabar
2022-03-09
0
CebReT SeMeDi
hadirku
2022-02-18
0