Di rumah sakit, Nino berlalu lalang, nampak sangat gelisah. Ia benar-benar takut jika hal buruk menimpa Dini.
"Gimana dok?" tanyanya tak sabar, setelah si dokter keluar dari ruang UGD.
"Kami bisa menyelamatkan mbak Dini, tapi tidak dengan kandunganya. Maaf mas, ini semua demi kebaikan mbak Dini," jelas si dokter tanpa basa basi.
Sementara Nino mampu bernafas lega, meski ia sedih, sebab anak yang di kandung Dini tak bisa di selamatkan. Tapi setidaknya sang ke kasih baik-baik saja sudah cukup baginya.
"Bolehkah saya menjenguk?'
"Boleh silahkan! Tapi tolong beri tahu orang tua Dini, untuk menemiku di ruang kerja!" titah sang dokter lalu pergi dari hadapan Nino.
Nino mengangguk paham, dan segera pergi menemui Dini setelah ia memastikan, jika dokter tadi sudah masuk ke ruanganya.
Sama halnya dengan Nino. Dini pun cukup sedih karena bayi yang ia kandung tak bisa di selamatkan. Hal itu semakin menimbulkan kebencian dan dendam bagi Airin.
"Pastikan dia mendekam dalam penjara," ujar Dini dengan mata berkaca-kaca.
"Sudah, aku sudah lapor polisi, dan malam ini juga mereka segera menindak lanjuti. Tenang Din! Dia pasti akan di tangkap polisi.
Dini tersenyum penuh arti, tapi dia tak puas jika belum melihat dengan matanya sendiri.
"Setelah keluar dari sini, aku akan ke sana dan memastikan dia sudah berada di dalam penjara," ujarnya kepada Nino.
Nino pun mengangguk setujuh, seraya tersenyum kelu. Hatinya menderu pilu sedih dan sendu menjadi satu, bagaimana tidak, ia memang kini menyukai Dini, tapi setidaknya nama Airin pernah mengisi hari-harinya.
* * *
Jam menunjukan pukul delapan pagi, Airin sudah berada di sebuah meja, ia duduk tengah menunggu seseorang datang untuk menemuinya.
Pagi itu, benar saja menjadi pagi yang amat menyakitkan bagi Airin, ia di vonis bersalah dan di jatuhkan hukuman 1 tahun lamanya. Bukan itu saja yang membuat batinya luka, tapi di saat ia butuh dukungan, tapi tak ada siapa pun yang mendapinginya.
"Semudah itu, hukuman di jatuhkan ke setiap orang, tanpa mempertimbangkan apa penyebab dan masalahnya," gumam Airin lirih, yang kini sudah berada di ruang pesakitan.
Tak ada yang bisa ia lakukan, kecuali menikmati dan menjalani hari-hari di dalam jeruji besi. Tapi, setelah ia jalani beberapa hari, Airin merasakan kehiduapan di dalam penjara tak terlalu mengerikan, seperti apa yang ia bayangkan.
......
"Rin, kau kenapa tidak makan? Makanlah ini, tadi mamaku mengirim nasi goreng buatanya untukku," seseorang memberi sepiring nasi untuk si cantik.
"Terima kasih, tapi aku tidak lapar," jawabnya lirih.
Sedih bukan main, kini semakin mendekap batinya, Airin benar-benar tak di perdulikan sedikipun oleh keluarganya. Jangankan teman-teman satu kampus, kedua orang tuanya saja, tak mau perduli sama sekali.
"Mbak Airin, mari keluar sebentar! Ada yang mau bertemu denganmu," panggil seorang polisi dengan sangat ramah.
"Siapa?" batinya penuh tanya.
Senyum kini mengembang di wajah cantik Airin, ia berharap sang kakak yang datang untuk menjenguknya. Dan, seketika senyum itu sirna setelah mengetahui siapa yang datang dan menunggunya kini.
"Kau," lirih Airin lalu mendudukan tubuhnya di kursi.
"Selamat pagi, nona Airin," sapa pria itu dengan senyumnya yang sangat menawan.
"Bukankah kau polisi di sini? Kenapa menemuiku? Apa kau mau menertawakanku," Airin justru nampak sangat emosi.
Sebab yang ada di hadapanya kini, bukan keluarga yang ia harapkan, tapi seorang pemuda yang mobilnya ia tabrak beberapa waktu lalu, dan menyedihkanya, jika pemuda tersebut adalah polisi di mana Airin di tahan.
"Jangan berburuk sangka dulu dong! Aku kesini baik-baik, bahkan tak ada niat untuk menertawakanmu," ucap Alvian santai.
"Hiih... lalu, apa tujuanmu menemuiku?"
"Aku sebenarnya kasihan denganmu, karena sudah hampir 10 hari kau di sini, tak ada siapapun untuk datang menemuimu," jelasnya iba.
"Aku tidak butuh belas kasihan anda!" cetus Airin kemudian, hatinya teriris setelah mendengar ucapan Alvian.
"Baiklah, jika kau tidak butuh di kasihani, kalau bagitu aku permisi!"
Alvian mengangkat tubuhnya dan berniat meninggalkan keberadaan Airin, namun belum sempat ia melangkah, gadis itu menarik tanganya.
"Tolong aku!" ucapnya sendu, Airin menundukan wajahnya karena merasa begitu malu, tapi saat ini ia memang sedang butuh bantuan.
"Katanya tadi, tidak mau di kasihani," ujar Alvian sedikit tertawa lalu mendudukan kembali tubuhnya yang gagah.
Sedangkan Airin kini, hanya mampu tertunduk malu.
"Hei, tegakkan wajahmu! Ada yang ingin ku tanyakan," titah Alvian kemudian.
"Ba_baik," si cantik benar-benar gugup saat ini.
"Rin, aku ingin membantumu, tapi sebelum itu, kau harus ceritakan semuanya padaku secara keseluruhan, jangan berbohong!" titah Alvin lagi.
"Haah, tapi apa benar, anda akan membantuku?" gugup Airin.
"Aku polisi, dan aku membenci kebohongan. Jadi, aku tak mungkin berbohong apa lagi menipumu."
Sejujurnya Alvian tau, apa masalah yang di hadapi Airin saat ini, tapi ia ingin penjelasan itu ia dengar dari bibir si cantik sendiri.
"Ceritakan Rin!"
"Tapi pak," Airin semakin tertunduk.
"Panggil aku Al, jangan pak!"
"Baik,"
Airin pun semakin gugup dan gemetaran, sikap Alvian membuatnya nyaman tapi tetap saja malu. Namun akhirnya ia pun menceritakan semua musibah yang terjadi, hingga membuatnya mendekam dalam jeruji besi, tak ada yang Airin lewatkan, ia mengungkapkan semua secara terbuka.
Alvian terdiam sejenak, lalu membuang nafas kasar setelah mendengar cerita Airin.
"Hmm, dari apa yang kau hadapi, membuatku sedikit mengerti, jika kebersamaan yang sedemikin dekatnya, tak menjamin rasa tulus itu semakin tumbuh?" jujur Alvian dengan raut wajah yang semakin kasihan.
"Benar, 4 tahun kebersamaanku dengan Nino, bukan menjadikan cinta semakin ada, tapi dia justru menduakanku bahkan berniat menikahi wanita itu, padahal selama 4 tahun lamanya, aku selalu memberi apapun yang dia minta," ungkap Airin dengan tetasan air mata yang jatuh membasahi wajah.
"Apapun?" selidik Alvian dengan tatapan yang semakin menajam.
"Iya apapun, yang dia minta,"
"Termasuk!" Alvian menunjuk ke arah sesitif gadis cantik yang kini berada di hadapanya.
"Maksudmu?" Airin menatap kesal.
"Iya, katamu tadi semua. Apakah termasuk harga dirimu?"
"Hiih... sialan! Aku masih original belum tersentuh sedikitpun," ungkap Airin dengan nada meninggi.
"Masa?" tatapan Alvian kian liar.
"Apa anda mau mencobanya?" tantang Airin lalu berbisik pelan di telinga si tampan.
"Ihh gila! Kau kira aku pria murahan," jawabnya polos.
Airin mengerutkan wajah cantiknya, baru kali ini ia bertemu dengan polisi sepolos dia. Sama halnya dengan Alvian, ia pun menggeleng heran, sebab baru kali ini juga, ia bertemu gadis seberani Airin.
"Bagaimana? Apa anda masih mau membuktikan aku masih gadis atau tidak?" tantangnya lagi.
"Aaah,"
Alvian di buat salah tingkah oleh narapidana cantik yang kini bersamanya. Saking gugupnya ia bahkan tak mampu berkata-kata.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 220 Episodes
Comments
Nur Ain
tawaran Airin benar² mengejutkan
2022-08-25
0
گسنيتي
cakep. sampai tak bisa berkata kata al wkwk
2022-03-16
0
⍣⃝𝑴𝒊𝒔𝒔 𝑵𝒂𝒚𝒍𝒂 𝑨𝒊𝒔
like like
2022-02-02
0