Airin berlari dan terus berlari, membawa langkahnya untuk pergi, tapi ia sendiri tak mengerti, harus lari kemana kini.
"Haaaaaah.......!"
Teriak Airin sekuat tenaga di malam buta, ia kini berada dalam ketakutan dan kehancuran, namun hanya air mata yang menjadi teman, sebab untuk menghubungi keluarganya ia tak berani, karena Airin takut jika kedua orang tuanya justru tak berpihak kepadanya, sebab selama ini, baik sang papa ataupun si mama, memang menentang keras hubunganya dengan Nino.
"Maafkan aku mah, pah! Harusnya aku mengdengarkan, semua ucapan kalian," lirihnya pelan, dengan linangan air mata yang kian deras bercucuran.
Kini Airin terus berjalan, pergi dan tak tau harus kemana.
"Aaaaaaaaaa...!"
Lagi-lagi Airin berteriak, namun kali ini ia terkejut, sebab ada sebuah mobil yang hampir saja menabraknya.
"Rin," sosok pria yang selama ini selalu ada saat Airin susah.
"Kak Rio," ucapnya pelan.
Benar saja, sebab yang kini ada di hadapan Airin adalah kakak kandungnya sendiri, yang akan pulang ke rumah setelah seharin hingga malam bekerja.
"Rin, kau kenapa?" si kakak menatap kasihan, Airin yang terlihat ketakutan.
"Kak,"
Spontan, Airin pun segera memeluk tubuh sang kakak, dengan air mata yang semakin deras saja. Gadis itu bahkan tak mampu berbicara, karena air mata yang tak mau reda.
"Ayo pulang! Ceritakan semuanya di rumah," ajak Rio kemudian.
Airin menggeleng pelan, ia sebenarnya tak mau pulang, tapi karena Rio terus membujuknya, akhirnya gadis itu mau juga untuk pulang ke rumah.
Di dalam mobil Airin tetap diam saja, tatapanya kosong, dan air mata yang masih menetes pelan di wajah cantiknya.
"Ceritalah! Apapun yang terjadi padamu, kakak akan mendengarkanya, Rin," ujar sang kakak pelan.
Dengan berat hati dan juga ketakutan, Airin pun menceritakan, semua petaka yang hari ini menimpanya. Mulai dari ia mendapati Nino selingkuh hingga petengkaranya dengan Dini, hingga tak sengaja ia menancapkan pecahan kaca tepat di perut selingkuhan kekasihnya,
"Astaga, Rin!!!"
Rio menghentikan laju mobilnya, ia benar-benar terkejut luar biasa. Sebab apa yang Airin lakukan, benar-benar di luar nalar.
"Apa yang kau lakukan? Wanita itu bisa mati, karena ulahmu, Rin," ucap Rio dengan nada meninggi, hingga tangis Airin pun menderas lagi.
"Aku, tak berniat membunuhnya kak. Dan aku sendiri tidak sadar, dengan hal gila yang ku lakulan," ungkap Airin sesenggukan.
"Mangkanya, Rin, jangan hadapi sesuatu dengan emosi! Lihatlah kini, kau justru terjebak dalam kehancuran."
"Kakak tidak berada di posisiku, kakak tak merasakan, hancurnya batinku," ucapnya lirih dengan perasaan yang sulit untuk di jelaskan.
Rio bukan tak paham, dengan sakit yang sang adik rasakan. Ia menarik Airin lalu membawa adik cantiknya itu dalam dekapan.
"Tenang ya! Kakak akan selalu ada untukmu, dan akan siap membantumu, jika hal buruk bisa saja menimpamu,"
Rio mendekap si cantik, hingga adiknya itu merasa sedikit tenang.
"Kita pulang ya!" ajak Rio lagi.
Airin mengangguk pelan, setidaknya kini ia merasa tenang, sebab sang kakak berusaha untuk menguatkanya.
Rio melajukan mobilnya, pikiranya melayang kemana-mana, ia takut masa depan sang adik akan hancur, karena hal yang sebenarnya tak sengaja Airin lakukan.
Chiiit!
Tibalah keduanya di rumah, Airin dan Rio pun turun dari mobil, namun mereka di kejutkan, dengan suasana rumah yang cukup ramai, terlebih lagi ada beberapa polisi kini berada di depan rumahnya.
"Mah, pah, ada apa?" tanya Rio yang berusaha tenang, sementara Airin menggenggam erat tangan kakaknya, sebab Airin tau apa tujuan polisi-polisi itu datang ke rumahnya.
"Itu Airin! Jika bukti sudah jelas, bawalah! Dan mulai detik ini, dia akan ku coret dari data keluarga," tukas si papa dengan nada meninggi, antara malu dan emosi, ia bahkan langsung masuk ke rumah tanpa mau mendengar penjelasan sang anak sama sekali, begitupun sang mama, yang juga mengikuti langkah sang papa untuk masuk ke dalam rumah.
Airin hanya menangis tak mengerti, ia benar-benar kecewa kedua orang tuanya tak mau membelanya sedikit pun.
"Selamat malam, mbak Airin. Kami dari pihak berwajib, ingin meminta anda untuk ikut bersama kami, untuk bertanggung jawab atas kelakuan tidak baik anda, yang hampir melenyapkan nyawa seseorang." Ucap salah satu polisi dengan suara lantangnya.
"Pak, adik saya tidak bersalah, dia tak sengaja melakukanya. Jadi bisakah kita bicarakan ini baik-baik?" tanya Rio penuh harap, ia berusaha melindungi sang adik dengan semua kemampuanya.
"Sebaiknya, jelaskan semua di kantor. Jika mbak Airin tidak bersedia, maka kami akan membawanya secara paksa," tegas si polisi lagi.
Airin hanya bisa menangis dalam dekapan si kakak, ia tak mampu lagi untuk berkata-kata.
"Bagaimana? Apa bisa kita berangkat sekarang?" tanya salah satu polisi yang baru saja datang, namun ia tak menggunakan baju kepolisian.
"Belum komandan, kami harus menjelakan dulu, kesalahan yang di lakukan mbak Airin." Jawabnya tegas.
Polisi tersebut segera mendekati keberadaan Airin yang masih menangis dalam dekapan Rio.
"Selamat malam, perkenalkan namaku Alvian, komandan dari pihak kepolisian yang ingin membawa saudari Airin, atas hal yang sudah ia lakukan, hingga membuat suadari Dini tak sadarkan diri," ucap Alvian selembut mungkin.
"Tapi aku tidak bersalah, aku tak sengaja melukainya," kini Airin buka suara dan melepaskan dekapan sang kakak.
Airin pun terkejut luar biasa, saat menatap seseorang yang berdiri tepat di hadapanya. Sama halnya dengan Alvian, sebab gadis yang akan ia bawa ke kantor polisi, adalah gadis yang menabrak mobilnya tadi.
"Kau," ucap Alvian lirih.
Sementara Airin hanya mampu tertunduk malu.
"Pulanglah kalian, ke kantor dulu! Biarkan dia menjadi urusanku," titah Alvian pada beberapa temanya dari pihak kepolisian.
"Siap komandan!"
Mereka pun pergi meninggalkan rumah Airin, sementara Alvian masih menatap lekat gadis cantik yang kini tertunduk di depanya.
"Pak polisi, tolong bebaskan adik saya! Dia tidak sengaja melakukanya," pinta Rio memohon.
"Mau sengaja ataupun tidak, ulahnya hampir melenyapkan nyawa orang lain, jadi Airin harus tetap bertanggung jawab," tegas Alvian lagi.
"Tapi pak," Rio mulai melemah, ia sudah tak memiliki cara untuk membantu adiknya.
"Sudahlah, kak! Aku menyerah," ujar Airin pasrah, ia menghapus air mata di wajah cantiknya. "Ayo, jika harus ke kantor polisi, benar kata anda tadi, apapun yang kulakukan, aku harus bertanggung jawab," tambahnya.
Airin pun berjalan pelan mendekati mobil si polisi, sementara Rio hanya mampu membisu, ia tak bisa menolong adiknya itu.
"Nanti kakak akan menyusulmu," ucap Rio berteriak.
Airin tersenyum, lalu masuk ke mobil tanpa di printah, oleh Alvian.
"Duduk di depan saja!" titah Alvian.
"Haaah,"
"Iya, tidak masalah. Ayo masuk!"
Alvian pun membuka pintu mobil miliknya dan Airin pun segera masuk. Kini kedunya sudah dalam perjalanan untuk menuju ke kantor polisi.
"Kau kedingingan?" tanya Alvian kemudian.
Airin menggeleng, meski sebenarnya ia memang kedingian. Sedangkan Alvian paham apa yang Airin rasa, tanpa gadis itu berbicara.
"Pakailah!" Alvian memberi sebuah jacket miliknya pada gadis cantik yang sedari tadi hanya diam saja.
Meski takut, Airin tetap mengambil jacket milik si polisi, lalu membalut tubuhnya yang memang kedingian dengan jacket tersebut.
"Terima kasih, pak," ucapnya gemetaran.
"Namaku Alvian, semua orang menanggilku Al, jadi jangan panggil aku bapak, ya!" ujar Alvian lembut.
Sikap manis polisi tampan yang kini bersama Airin, membuat gadis itu perlahan sedikit tenang, rasa takutnya yang luar biasa, kini sedikit sirna, sebab pak polisi yang kini ada di sampingnya, tak semengerikan polisi-polisi lain saat menangkap narapida lainya. Cara Alvian membuat Airin bernafas sedikit lega.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 220 Episodes
Comments
Nur Ain
wau,semakin menarik jalan ceritanya,lanjutin
2022-08-25
0
Neng Win
visualnya
2022-04-19
0
Rara Azalea shaquera
harusnya alvian jngn lembut sikapnya gt kek lembek..harus tegas tp g kesan jahat..
2022-02-15
0