Terlambat kah?

Ilham

***

Jumat sore, sudah menjadi rutinitas ku sejak dua tahun lalu untuk berkunjung kerumah mertuaku. Dulu, aku sempat tinggal di sana selama kurang lebih 2tahun. Sejak aku menikahi Hanum, kakak Aluna.

Tadi sore, aku berencana untuk melamar Aluna menjadi istriku. Semenjak kepergian Hanum, tak sedikit yang berusaha mendekati ku. Tapi , perasaan ku selalu menuju Aluna.

Aluna , gadis periang dan selalu ramah terhadap siapapun. Aku mengenalnya saat ia masih semester 6 di kampus tempat ku magang.

Dan Hanum, angkatan dua tahun di bawahku. Bisa dibilang aku lebih kenal Hanum lebih dulu dibandingkan aku mengenal Aluna.

Sore itu, sekitar empat tahun atau lebih kurang begitu ingat tepatnya.

Aku bermaksud menemui orang tua Aluna, meskipun baru sekedar pacaran setidaknya aku ijin kepada orang tuanya terlebih dahulu.

Kami janjian di sebuah taman , tak jauh dari rumah Aluna. Seperti yang sudah di janjikan, dia sudah menungguku di bangku sana.

Ada senyum yang dia paksakan saat melihat kehadiran ku. Ada apa dengan Aluna ku?

"Lun? Sudah lama? Kenapa kita harus bertemu disini? Tidak langsung dirumah mu saja?", cercaku.

Dia menggeleng lemah. Lalu, disodorkan sebuah buku warna pink. Sepertinya sebuah diary. Tapi diary siapa?

"Bacalah mas. Mungkin aku lancang, tapi ...lebih baik kamu baca saja."

Aku buka diary itu. Halaman pertama.

Hanum Salsabiela

Owh...ini diary Hanum. Lalu untuk apa Aluna memberikan nya padaku?

"Ini punya Hanum, untuk apa kamu kasih ke aku lun?"tanyaku.

"Baca saja mas. Nanti kamu juga ngerti." jawabnya.

Halaman kedua ku buka lagi.

Dear Diary....

Jadul banget ya nulis curhatan di buku diary. Kaya anak esde hahaha

Kamu tau nggak? hari ini aku seneng banget, mas Ilham menerima ajakan ku untuk makan siang. Meskipun cuma di kantin, tapi cukup membuatku bahagia.

Andai saja dia tau perasaan ku , apa kuungkapkan saja ya? Tapi masa iya sih cewek nembak duluan.

Aku berharap, Ilham juga merasa kan seperti yang kurasakan.

Lembar berikutnya.

Mas Ilham, kamu jahat banget sih. Udah kubela-belain pulang kantor nengok kamu di kampus, pake acara ngasih kuliah tambahan. Ngeselin banget deh.

Saat akan kubuka halaman berikutnya, Aluna mengambilnya lagi. Melipat, lalu memasukkan kembali di dalam tas nya.

"Aku belum selesai bacanya Luna...", kataku.

"Tak perlu sampai selesai, kamu harusnya paham mas." tukasnya

"Ya....aku tahu, itu hak Hanum untuk menyukaiku tapi aku...." ucapan ku dicegahnya.

"Kamu mau bilang, kamu mencintaiku mas?", tanyanya padaku. Ku anggukan kepalaku, bermaksud mengiyakan ucapan nya.

"Tapi aku enggak mas. Aku lebih mencintai mba Hanum, kakak ku."

Bagai disambar petir, apa maksud ucapan nya.

"Kamu ngomong apa sih lun?", tanyaku penasaran.

"Lebih baik aku yang mundur mas, dari pada aku melihat mba Hanum sakit hati melihat kebersamaan kita."

Ku tatap wajahnya, mencari kejujuran di balik wajah polosnya.

"Kamu ngomong apa sih Lun. kamu kan tau, selama ini aku cuma anggap Hanum itu temen. Ga lebih. Aku cinta nya sama....", kembali lagi, dia memotong omonganku.

"Dan kalau kamu memang mencintai ku mas, Kamu pilih mba Hanum."

"Kamu itu aneh Lun. Bagaimana mungkin kamu memaksa ku untuk menerima Hanum yang bahkan ...aku sama sekali ga punya rasa apa -apa ke dia." bucaraku sampai tak beraturan.

"Tapi dia mencintai mu mas. Tidak seperti aku. Mba Hanum tulus mencintai mu. Setiap hari yang ku dengar hanya tentang kamu dan kamu terus mas. Mba Hanum lemah jantung mas. Tolong, jangan kecewakan dia. Demi aku....", dia tak meneruskan perkataannya. Aluna begitu menyayangi Hanum , meskipun bukan kakak kandungnya sendiri.

"Oh....jadi, aku harus menerima Hanum karena kasihan, begitu? Apa kamu ga mikirin perasaan ku Luna...."

Dia menggeleng pelan. kulihat ada air mata diujung matanya. Dia menangis. Menangisi keadaan yang tak berpihak padanya kah?

"Tapi ....mba Hanum juga pantas untuk mu mas. Perlahan pun, kamu pasti bisa mencintai nya."

"Ini...ini...gila Luna. Mas ga percaya kamu melakukan ini!", bentakku. Aku sudah tak tahan seperti ini.

"Baiklah, kalau kamu ga bisa gapapa mas. Aku akan tetap mundur dari hubungan ini. Biarlah aku dan mba Hanum sama-sama merasakan patah hati.!" ucapnya lagi.

"Luna, kamu.....!", ku tunjukan telunjukku tepat di depan wajahnya.

Dia meraih tanganku. Meletakkan diatas kepala nya.

"Berjanjilah mas, kamu menerima mba Hanum. Demi aku!", ucapnya sambil meneteskan air mata. Ku coba menarik tanganku dari puncak kepala nya. Tapi dia berhasil mencegahnya.

"Tolong mas, berjanjilah! Kalau kamu ga mau, hari ini kamu terakhir melihat ku. Aku akan pergi sejauh-jauhnya."

Kulihat kesungguhan dari sorot matanya.

Dengan terpaksa aku mengalah, mengiyakan apa maunya. Meskipun dengan berat hati, aku melakukan nya. Hanya demi kamu , Aluna.

Usai bertemu di taman tadi, aku mengunjungi rumahnya. Niat hati kedatangan ku untuk meminta restu untuk ku dan Aluna justru berbalik , menjadi untukku dan Hanum. Hanum pun tampak bahagia sekali.

Tak butuh waktu lama, bapak memintaku untuk segera mengesahkan hubungan ku dengan Hanum.

Ijab kabul anatara aku dan Hanum berlangsung. Aku melihat Aluna menangis tak bersuara, hanya ada air yang mengalir deras dari mata sendunya. Tapi ini yang dia inginkan bukan?

Pernikahan ku dan Hanum tak berlangsung lama, Hanum meninggal 2 tahun lalu. Penyakit jantung bawaan sudah merenggut nyawanya. Dia meninggalkan Zyan Untuk kami.

Aluna, aku harap kamu masih menyimpan sedikit rasa untuk ku. Tapi, dari bicara mu tadi mengisyaratkan ada sesuatu yang membuat mu bimbang. Apa dia sudah memiliki tambatan hati yang baru? Pria yang bernama Devara itu kekasihnya kah?

"Papah....Zyan bobo sama nenek ya? Papa pulang aja!", pinta Zyan membuyarkan lamunanku.

"Iya Ham. Besok Zyan libur sekolah nya kan?",ibu menimpaku.

"Ya sudah Bu gapapa. Nanti kalau Zyan mau pulang, minta tolong sama nenek atau kakek buat telpon papa. Jadi bisa jemput Zyan."

"Iya. Nanti Zyan bilang sama Tante Alun....", jawaban Zyan membuat ku terhenyak.

"Sudah nak Ilham, Zyan anak pinter kok. Besok kan kakek atau nenek yang anterin juga bisa."

Dengan khas tawa riangnya Zyan berlari menuju kamar kakek neneknya.

"Ilham pulang dulu ya pak, Bu. Nitip Zyan. Maaf kalau merepotkan." kataku basa-basi.

"Ga repot lah Ham. Zyan kan cucu kami." ucap bapak. Bapak memang orang yang tulus. Meskipun Zyan bukan cucu kandungnya, beliau tetap menyayangi Zyan sepenuh hati.

Aku pun pulang menuju rumah ku. Semoga Zyan tidak rewel saat tinggal disana.

Terpopuler

Comments

andi hastutty

andi hastutty

oh kirain yg laki2 meninggalkan ternyata atas perintah Aluna

2024-01-28

0

Suharni Merianti

Suharni Merianti

oooo begitu cerita ya

2022-02-12

0

lihat semua
Episodes
1 Mengenalmu bukan lah sebuah kesalahan
2 Tak kenal maka kenalan
3 Komitmen
4 Terlambat kah?
5 Saat aku tahu kenyataan nya
6 Perjuangan baru dimulai
7 Saat hati mulai memilih
8 Bertemu calon bapak mertua....
9 Kedatangan mas Deva
10 Luka yang bertubi-tubi
11 Menghapus jejak
12 Menghapus jejak
13 Mengambil keputusan tersulit
14 Menyusun rencana untuk masa depan Nyewa rumah
15 Yakin dengan keputusanku
16 Menikah lah saat sudah siap
17 Status baru jiwa baru
18 Tak ada gunanya menyesal
19 Kuatkan iman Islam ku ya Rabb
20 Membuka hati
21 Malang tak dapat ditolak
22 Saat DIA sudah berkehendak
23 Habluminallah Habluminanas
24 Pemakaman mereka, tanpa aku
25 Dia, menawarkan diri untuk jadi saudaraku
26 Aku tak sendiri
27 Kejutan pahit
28 Surat cinta dari mas ilham
29 Negosiasi dari Maryam
30 Lembaran baru
31 D'cozy kafe
32 Hari pertama bekerja penuh drama
33 Perkelahian Deva vs Martin di D'cozy
34 Mimpi
35 Menentukan pilihan
36 Sebuah tamparan untuk deva
37 Curhat
38 Mutasi Martin ke Semarang
39 Aku harus kuat
40 Di Prank
41 Bisakah jadi janda terhormat Aluna????
42 Kebahagian Maryam
43 Kemarahan Martin
44 Bertemu mami
45 Jadian
46 Ikrar Talak Deva
47 Kecelakaan Deva
48 Salah sangka
49 Menerima pinangan Martin
50 Perpisahan
51 Sore pertama
52 Romantisme pengantin baru
53 Suamiku ngidam
54 Kabar deva
55 cemburu lagi
56 Kepergian Deva
Episodes

Updated 56 Episodes

1
Mengenalmu bukan lah sebuah kesalahan
2
Tak kenal maka kenalan
3
Komitmen
4
Terlambat kah?
5
Saat aku tahu kenyataan nya
6
Perjuangan baru dimulai
7
Saat hati mulai memilih
8
Bertemu calon bapak mertua....
9
Kedatangan mas Deva
10
Luka yang bertubi-tubi
11
Menghapus jejak
12
Menghapus jejak
13
Mengambil keputusan tersulit
14
Menyusun rencana untuk masa depan Nyewa rumah
15
Yakin dengan keputusanku
16
Menikah lah saat sudah siap
17
Status baru jiwa baru
18
Tak ada gunanya menyesal
19
Kuatkan iman Islam ku ya Rabb
20
Membuka hati
21
Malang tak dapat ditolak
22
Saat DIA sudah berkehendak
23
Habluminallah Habluminanas
24
Pemakaman mereka, tanpa aku
25
Dia, menawarkan diri untuk jadi saudaraku
26
Aku tak sendiri
27
Kejutan pahit
28
Surat cinta dari mas ilham
29
Negosiasi dari Maryam
30
Lembaran baru
31
D'cozy kafe
32
Hari pertama bekerja penuh drama
33
Perkelahian Deva vs Martin di D'cozy
34
Mimpi
35
Menentukan pilihan
36
Sebuah tamparan untuk deva
37
Curhat
38
Mutasi Martin ke Semarang
39
Aku harus kuat
40
Di Prank
41
Bisakah jadi janda terhormat Aluna????
42
Kebahagian Maryam
43
Kemarahan Martin
44
Bertemu mami
45
Jadian
46
Ikrar Talak Deva
47
Kecelakaan Deva
48
Salah sangka
49
Menerima pinangan Martin
50
Perpisahan
51
Sore pertama
52
Romantisme pengantin baru
53
Suamiku ngidam
54
Kabar deva
55
cemburu lagi
56
Kepergian Deva

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!