Tak kenal maka kenalan

Pagi-pagi buta ibu sudah berkutat di dapur. Menyiapkan sarapan untuk kami serumah.

Bapak pun sudah duduk manis di meja makan dengan segelas teh tawar panas. Iya bagaimana tidak, bapak menderita darah tinggi dan diabetes. Jadi, tak bisa terlalu banyak makan dan minum manis.

"Sarapan dulu Lun!", pinta ibu.

"Iya Bu, Luna jemur pakaian dulu."

Setiap pagi aku memang bertugas mencuci pakaian. Ini kemauan ku sendiri. Aku kasihan melihat ibu yang sudah lelah dengan pekerjaan rumah. Setidaknya, dengan ku mencuci beban pekerjaannya berkurang. Meskipun beliau bukan ibu kandung ku, tapi beliau tulis menyayangi dan merawat ku dari kecil. Bapak cuma pensiunan guru SD. Gajinya tak banyak. Tapi beliau sanggup menamatkan pendidikan kami sampai bangku kuliah, aku dan almh mba Hanum.

Meski mba Hanum bukan anak kandung bapak, kasih sayang bapak sama kami rasakan.

Sampai akhirnya...aku harus mengalah demi mba Hanum. Menyerahkan lelaki yang saat itu bersamaku. Dengan berat hati, aku melepaskan nya untuk kebahagiaan kakakku.

Lamunan ku hilang seketika saat ibu menepuk bahuku.

"Sarapan dulu Na, sudah mau jam 7 ini. Nanti buru-buru berangkat ke kantor nya." kata ibu.

"Eh...iya Bu. ini sedikit lagi selesai koq."

"Ya udah , ibu bapak tunggu di meja makan ya."

Aku mengangguk an kepala ku.

Usai menjemur pakaian, aku pun gegas ke ruang makan.

Sudah ada bapak disana, bapak makan beras merah dan tempe rebus.

Kalau ku tanya apakah beliau bosan dengan menu itu, jawabannya selalu 'tidak'. Katanya belaiu sudah merasakan makanan enak dari dulu. Hehehe bapakku....

Beliau pensiunan guru SD, wajarlah kalo mengikuti perkembangan jaman.

"Kemarin siapa yang antar kamu nak? kayanya bukan taxi ?"tnya bapak padaku.

"Emmm....itu teman Luna pak." jawab ku.

Bapak manggut-manggut.

Sarapan pun berlangsung. Tak ada obrolan apa-apa lagi setelah bapak menanyakan perihal orang yang mengantarku.

"Bu ..pak, Luna ke kamar dulu. Mau siap-siap." pamitku.

"Iya!", jawab mereka kompak.

Jam sudah menunjukkan pukul 7.25.

Tapi belum ada tanda-tanda bahwa Mas Devara menjemput ku. bolak balik kulihat benda pipihku. Tak ada satupun chat darinya.

Plis...Aluna....jangan keburu geer gitu lah. Ya udah sih kalo ga bisa jemput, naik ojol kan bisa kaya biasanya. Jangan berharap lebih. Apalagi sama yang baru kenal. Sama yang kenal bertahun-tahun saja kamu dikecewakan koq.

Begitulah aku, suka ngomng sendiri didalam batin. Pakaian ku sudah rapi. Ku periksa barang bawaan ku, memastikan tak ada yang ketinggalan. Aku keluar dari kamar. baru saja akan menutup pintu, seorang bocah laki-laki kecil menghambur ke arahku.

"Tante Alunnn....", panggil Zyan. Keponakan ku.

"Zyan....", pekikku lalu ku gendong.

"Kapan Dateng sayang...?", tnyaku.

"Balusan", jawabnya singkat.

"Zyan, Tante Alun mau berangkat kerja. Sini sama nenek." pinta ibuku.

Kucium gemas pipi gembilnya. Lalu ibu meraih Zyan dari gendongan ku.

"Sudah sana berangkat, nanti telat kalo macet dijalan." seru ibu. Aku mengangguk setuju.

"Lun!", panggil seseorang. Mas Ilham, kakak iparku sekaligus mantanku.

Aku menengok ke arahnya. Sedikit menujukan senyuman ku.

"Kalau mau berangkat, sekalian mas antar. Zyan lagi kangen sama nenek dan kakeknya. Makanya pagi-pagi sudah minta kemari." jelas mas Ilham.

"Ga usah mas. Trimaksih. Aku....", belum selesai bicara ponselku berdering. Dari mas Deva.

"Ya Mas?", kataku.

"Aku di depan rumah lun."

Hah? Aku terkejut. Dia benar-benar sudah ada dihalaman dan sedang berdiri di amabng teras.

"Mas Deva udah lama?" tanyaku. Karena aku keluar, ibu bapak dan juga mas Ilham turut keluar.

Mas Deva menganggukkan kepalanya kepada kedua orang tua ku.

Lalu ia pun berjalan menghampiri beliau berdua lalu bersalaman .

"Pagi om...Tante, saya Deva. Teman nya Aluna", katanya memperkenalkan diri.

Bapak menyambut jabatan tangannya.

Tapi tidak dengan mas Ilham.

Lalu mas Deva pun urung menyalami mas Ilham.

"Mas Ilham ini kakak ipar ku mas." jelasku. Mas Deva pun mengiyakan.

"Ya udah mas kita langsung berangkat ya. Pak, Bu, mas Ilham aku berangkat dulu ya. Dah Zyan sayang....", pamitku.

"Kami permisi om...Tante....", pamit mas Deva juga. Lalu kami berjalan beriringan. Mas Deva memarkirkan mobilnya di luar gerbang.

Mobilnya beda lagi? Mentang-mentang sales mobil kali . Tapi perasaan tetangga sebelah yang sales mobil ga pernah tuh bawa mobil dagangannya . Ya sudahlah, bukan urusanku. Mungkin sudah rejeki ku hari ini, naik mobil mewah.

Perlahan-lahan mobil meninggalkan komplek kampung ku. Dalam perjalanan mas Deva membuat candaan yang membuat ku tertawa. Kami baru saling mengenal tapi seolah-olah kami ini teman lama. Bersyukur lah Luna, semua yang terjadi sudah menjadi takdir Nya.

"Lun, tadi itu kakak iparmu, lalu kakak mu dimana? Tadi ga keliatan?", tanyanya ,mulai kepo dengan keluarga ku.

"Mba Hanum sudah almarhum mas. Dia meninggal setaun yang lalu."

"Maaf y lun. aku....", ucapannya terhenti.

"Gapapa mas."

"Dia masih tinggal disitu?", tanyanya lagi.

Aku menggeleng.

"Sejak mba Hanum nggak ada, mas Ilham menempati rumah lamanya."jawabku.

"Kayanya....dari yang kulihat ya Lun, kakak ipar mu itu naruh hati deh ke kamu." katanya dengan yakin.

"Apaan sih mas. Sok tau deh. Kenal aja baru tadi."

Dia terkekeh sendiri. Mungkin membenarkan ucapan ku.

"Aku kan laki-laki Lun. Makanya aku tau gelagat orang yang suka ke orang lain."

"Sok tau kamu mas."

Senyuman manisnya menghiasi wajah tampannya yang bersih itu.

"Oh iya, emang kamu masuk kerja jam berapa mas? masih sempet anterin aku?",tanyaku.

"Jam...jam berapa ya? Namanya juga sales Lun."jawabnya.

Aku mengangguk saja.

"Besok Sabtu libur kan, ketemuan yuk."

"Ngapain nunggu besok mas, ini juga udah ketemu."

"Ya beda lah. Maksudnya jalan kemana gitu, makan kek atau nonton gitu?", ajaknya.

Aku memalingkan wajahku padanya.

"Secepat ini mas? Kita baru kenal 2 hari lho."

"Hehehehe ya....itu juga kalo kamu ga keberatan." katanya sambil menggaruk tengkuknya yang sepertinya tidak gatal. Hanya untuk menutupi kegrogiannya.

"Lihat besok saja ya mas. Aku ga bisa janji."

"Oke lah kalo gitu."

Kami kembali terdiam. Mungkin tenggelam dalam pikiran kami masing-masing.

Tak lama kemudian, ponsel Mas Deva berdering.

"Iya eyang....", jawabnya pertama kali saat mengangkat telpon.

Aku tak mendengar obrolan diseberang sana. Yang kulihat mas Dev menjadi pendengar yang baik. Sampai akhirnya panggilan diputuskan,mas Deva terdiam.

"Sudah sampe mas!", kataku.

Lalu mas Deva menepikan mobilnya.

"Trimaksih atas tumpangan nya ya." kataku tulus.

Lalu Deva mengacungkan jempol nya.

"Emm...mas, kalo boleh ku bilangin sebagai teman nih ya. Tapi mas Deva jangan tersinggung."

"Apa sih Lun? bilang aja gapapa."

"Ini mobil showroom kan? Alangkah baiknya jangan dipake urusan pribadi mas. Kalau ada kerusakan gimana. Kan kamu suruh ngeganti.

Apalagi mobil kaya gini kan mahal."

Aku mengatakan nya dengan takut-takut. Takut dia tersinggung.

Bukannya tersinggung dia malah tertawa.

"Lho...kok malah ketawa mas?", tanyaku.

"Terus aku harus gimana? Marah gitu sama kamu?", tanya nya balik.

"Ya...kali aja kamu tersinggung mas. Siapakah aku, berani nasehatin kamu."

"Iya iya.... kalau aku ga boleh pake mobil showroom lagi gapapa. Tapi aku ada syarat buat kamu."

"Kok syaratnya ke aku sih?"

"Iya lah."

"Emang apa syarat nya?"

"Aku tetap nganter jemput kamu. Ya...kalo ga pake mobil bisa dong pake motor?" katanya sambil tersenyum.

Aku menggeleng-gelengkan kepalaku.

"Iya deh. Ya udah aku masuk dulu ya." pamitku.

"Lun, tunggu....!", panggil nya . Aku yang akan membuka pintu mobil pun batal.

"Terimakasih."

Entah apa maksud ucapan terimakasih nya. Padahal aku yang sudah membuatnya repot.

Aku pun turun dari mobil, menutup nya kembali. Kulambaikan tanganku padanya. Mobil pun melaju setelah nya.

Terpopuler

Comments

andi hastutty

andi hastutty

orang kaya pura2 jadi seles hahahha

2024-01-28

0

Suharni Merianti

Suharni Merianti

seperti ya bagus ni

2022-02-11

0

Eti Rahmawati

Eti Rahmawati

devara holang kaya nih

2022-01-27

0

lihat semua
Episodes
1 Mengenalmu bukan lah sebuah kesalahan
2 Tak kenal maka kenalan
3 Komitmen
4 Terlambat kah?
5 Saat aku tahu kenyataan nya
6 Perjuangan baru dimulai
7 Saat hati mulai memilih
8 Bertemu calon bapak mertua....
9 Kedatangan mas Deva
10 Luka yang bertubi-tubi
11 Menghapus jejak
12 Menghapus jejak
13 Mengambil keputusan tersulit
14 Menyusun rencana untuk masa depan Nyewa rumah
15 Yakin dengan keputusanku
16 Menikah lah saat sudah siap
17 Status baru jiwa baru
18 Tak ada gunanya menyesal
19 Kuatkan iman Islam ku ya Rabb
20 Membuka hati
21 Malang tak dapat ditolak
22 Saat DIA sudah berkehendak
23 Habluminallah Habluminanas
24 Pemakaman mereka, tanpa aku
25 Dia, menawarkan diri untuk jadi saudaraku
26 Aku tak sendiri
27 Kejutan pahit
28 Surat cinta dari mas ilham
29 Negosiasi dari Maryam
30 Lembaran baru
31 D'cozy kafe
32 Hari pertama bekerja penuh drama
33 Perkelahian Deva vs Martin di D'cozy
34 Mimpi
35 Menentukan pilihan
36 Sebuah tamparan untuk deva
37 Curhat
38 Mutasi Martin ke Semarang
39 Aku harus kuat
40 Di Prank
41 Bisakah jadi janda terhormat Aluna????
42 Kebahagian Maryam
43 Kemarahan Martin
44 Bertemu mami
45 Jadian
46 Ikrar Talak Deva
47 Kecelakaan Deva
48 Salah sangka
49 Menerima pinangan Martin
50 Perpisahan
51 Sore pertama
52 Romantisme pengantin baru
53 Suamiku ngidam
54 Kabar deva
55 cemburu lagi
56 Kepergian Deva
Episodes

Updated 56 Episodes

1
Mengenalmu bukan lah sebuah kesalahan
2
Tak kenal maka kenalan
3
Komitmen
4
Terlambat kah?
5
Saat aku tahu kenyataan nya
6
Perjuangan baru dimulai
7
Saat hati mulai memilih
8
Bertemu calon bapak mertua....
9
Kedatangan mas Deva
10
Luka yang bertubi-tubi
11
Menghapus jejak
12
Menghapus jejak
13
Mengambil keputusan tersulit
14
Menyusun rencana untuk masa depan Nyewa rumah
15
Yakin dengan keputusanku
16
Menikah lah saat sudah siap
17
Status baru jiwa baru
18
Tak ada gunanya menyesal
19
Kuatkan iman Islam ku ya Rabb
20
Membuka hati
21
Malang tak dapat ditolak
22
Saat DIA sudah berkehendak
23
Habluminallah Habluminanas
24
Pemakaman mereka, tanpa aku
25
Dia, menawarkan diri untuk jadi saudaraku
26
Aku tak sendiri
27
Kejutan pahit
28
Surat cinta dari mas ilham
29
Negosiasi dari Maryam
30
Lembaran baru
31
D'cozy kafe
32
Hari pertama bekerja penuh drama
33
Perkelahian Deva vs Martin di D'cozy
34
Mimpi
35
Menentukan pilihan
36
Sebuah tamparan untuk deva
37
Curhat
38
Mutasi Martin ke Semarang
39
Aku harus kuat
40
Di Prank
41
Bisakah jadi janda terhormat Aluna????
42
Kebahagian Maryam
43
Kemarahan Martin
44
Bertemu mami
45
Jadian
46
Ikrar Talak Deva
47
Kecelakaan Deva
48
Salah sangka
49
Menerima pinangan Martin
50
Perpisahan
51
Sore pertama
52
Romantisme pengantin baru
53
Suamiku ngidam
54
Kabar deva
55
cemburu lagi
56
Kepergian Deva

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!