#Devara
Sejak perkenalan ku dengan Aluna, pertemuan ku dengannya pun semakin intens. Aluna gadis yang manis. Tidak matre seperti kebanyakan mantanku, apalagi tunangan ku. Perempuan yang sama sekali tak kucintai. Tapi eyang memaksaku untuk menikahi nya .
Tuhan mempertemukan ku dengan Aluna. Hanya saja....sebuah perbedaan yang menjadi kendala diantara kami. Apakah Aluna akan menerima perbedaan itu?
Hampir dua bulan lamanya ku dekat dengan Aluna, iya....Aluna nada Adzani. Nama yang cantik, secantik orang nya. Secantik tingkah lakunya.
Hari ini , aku bertekad untuk menyatakan perasaan ku padanya. Semoga saja dia bisa menerima ku. Tentang perbedaan itu...kurasa nanti bisa kami bicarakan.
[Lun, aku sudah didepan]
Langsung centang biru. Tanpa membalasnya, mungkin dia langsung menuju ke depan pintu masuk kantor.
Aku duduk di motor gede ku. Menunggu bidadari ku keluar. Beberapa saat kemudian, perempuan cantik itu sudah berada dibelakangku.
"Sudah lama nunggunya mas?"
"Belum."
Kuberikan helm itu padanya. Lalu dia pun membonceng dibelakang ku.
Kulakukan motorku pelan.
"Kita mau kemana mas?", tanya Luna.
Tak kujawab. Kubiarkan penasaran menguasai nya. Tapi itu tak berlangsung lama. Aku hentikan motor ku tepat di pinggir halte yang tak terlalu ramai.
Aluna pun turun. Mungkin dia penasaran, untuk apa turun disini.
"Kita ngapain disini mas?",
Kukeluarkan sebuah kotak kecil dari sakuku.
"Mungkin ini terlalu cepat Lun, tapi aku sudah ga sanggup kalo harus menahan diri untuk ....tidak jatuh cinta sama kamu Lun."
Dia mengernyitkan dahinya.
"Aku mau kalo kita....", belom selesai ku bicara sudah dipotong olehnya.
"Iya mas."
"Bener Lun? Kamu terima aku?" tanyaku memastikan. Dia mengangguk untuk meyakinkan ku.
Kuberikan kotak kecil itu.
"Buka dirumah ya!?", pintaku. Diapun mengangguk. Aku pun mengantarkannya pulang. Biarlah untuk beberapa waktu, hubungan kami tak perlu dipublish apalagi sampai ke orang tua. Sampai saatnya nanti sudah siap segala sesuatunya.
Setelah memastikan Aluna masuk kedalam rumah, aku pun gegas menuju rumahku.
Kuparkir kan kendaraan roda duaku digarasi. Kulihat mobil papi terparkir juga disana.
Tanpa ku ketuk pintu ruang tamu, aku pun masuk kedalam rumah.
"Mami ...papi...kapan datang?", tanyaku sambil menyalami nya. Mereka tertegun melihat sikapku. Ada yang salah?
"Tadi sore Dev. Em...sejak kapan kamu cium tangan ketemu mami papi?", tanya mami. Beliau berdua tinggal di Surabaya. Setelah 6bulan aku disini, mereka baru datang berkunjung.
"Sejak sekarang dan seterusnya lah Mih. Apa nya yang salah?" justru aku yang tanya.
"Salah sih nggak ,cuma bukan kebiasaan mu saja."jawab mamih. Papi ku hanya diam ,duduk di sofa. Selang beberapa lama Eyang pun bergabung dengan kami.
"Marta, anakmu ini susah sekali mama bilangin. Datang ke kantor semau-maunya dia. Sudah tau kalau dia itu calon Dirut di perusahaan kita. Tapi lihat kelakuan nya. Kaya masih ABG saja."ucap Eyang mengadu.
"Kenapa begitu Dev?", tanya mami.
"Kan Deva bilang mih, Dev ga mau kerja terikat seperti itu. Lagi pula , Dev juga punya usaha sendiri. Kalian semua kan tau....", belaku.
"Kalau bukan kamu, lalu siapa nak? kamu anak mami satu-satunya. Cucu Eyang satu-satunya. Mau buat siapa kalo bukan buat kamu?", cerca mami.
"Mami... Eyang....apa kalian ga lihat? Papi ku juga berkompeten kok. Bahkan selama ini, papi lah yang berkontribusi besar menjalankan bisnis keluarga kita."
"Tapi , papi mu cuma menantu di keluarga kita Dev!", kata Eyang.
"Maaf Eyang kalau Dev lancang. Eyang bilang cuma menantu? Lalu Dev apa? Dev cuma cucu. Kalau tidak ada papi, apakah Dev ada disini?"
"Jaga bicaramu Dev!", bentak mami.
"Mami, sebagai seorang istri apa mami pernah menghargai papi?Dan papi, kenapa papi selama ini cuma bisa diam dan diam diperlakukan seperti ini? Sebegitu cintanya papi ke mami?", aku tak mau kalah adu mulut dengan mereka.
"Cukup Dev. bicaralah yang sopan dihadapan mami dan eyang mu!", kata papi.
"Pi, sampai kapan papi begini. Papi itu papi ku. Orang yang aku hormati. Panutan ku. Tapi kenapa papi masih bertahan di kekang dalam keluarga yang kaya raya ini!",aku pun pergi meninggalkan mereka menuju ke kamarku.
sayup-sayup masih terdengar obrolan mereka.
"Dengar kamu mas, itu...itu...tuh didikan kamu. Deva jadi melawan sama kita."
Aku yakin papi tak membalas apa pun . Karena aku tahu, papi hanya bisa diam mendapatkan perlakuan mami dan eyang. Entah apa yang sebenarnya papi simpan selama ini.
Harus nya hari ini hari bahagia ku, karena Aluna menerima cintaku. Tapi ternyata sampai dirumah, kudapati kenyataan seperti ini.
Kurebahkan diriku di atas ranjang ku. Meraih ponsel disaku celanaku.
Aluna mengrimkan gambar. Gambar tangan dengan gelang canti berinisial ANA. Aluna Nada Adzani.
[Makasih mas. Aq pakai ya. Cantik sekali.]
[Iya. Mas harap km pake terus ya.]
[Siap Ndan.(emot senyum dan jempol)]
[Ya sudah, km istrht. Mas mau mandi dulu.]
[Ya mas]
Aluna, wajahmu selalu menghiasi pelupuk mataku. Apakah kebahagiaan ini akan berlanjut jika dia mengetahui perbedaan ini?
Apakah reaksinya esok?
Bagaimana dengan keluarga ku dan keluarga nya?
Tuhan....ijinkan kami bersatu. Pintaku.Semoga Tuhan mendengar bisikku.
****
Aluna
Hari ini, mas Deva menembakku. Dan kami memutuskan untuk berkomitmen. Enam bulan saling mengenal, ternyata kami memiliki rasa yang sama. Aku penasaran dengan isi kotak kecil yang dia berikan. Biarlah ku buka nanti saat suadah senggang.
kulihat mobil mas Ilham parkir di halaman. Sejak mba Hanum meninggal, dia memang sudah tak tinggal disini. Tapi setiap weekend dia selalu membawa Zayn untuk bertemu kakek dan nenek nya.
"Assalamualaikum....", aku mengucapkan salam saat memasuki ruang tamu.
"Walaikumsalam...", jawab mereka kompak. Seperti biasa, Zayn lari menghampiri ku.
"Tante Aluna...",panggilnya.
"Iya sayangnya Tante...Zyan udah lama Dateng ya? Maaf...Tante baru pulang kantor nih. Masih bau acem.",katakau sambil sesekali meciumi pipi gembilnya. Zyan pun hanya tertawa riang. Kasihan sekali bocah berumur 3 tahun ini. Diusianya yang masih terlalu muda, harus merasakan kehilangan ibunya.
"Yang ditunggu-tunggu sudah datang. Kemari nak!", pinta bapak sambil menepuk sofa disampingnya. aku pun menuruti titah beliau.
"Serius amat kayanya. Pada tegang semua mukanya." candaku.
"Begini nak....kamu tau kan, nak Ilham ini sudah kami anggap seperti anak sendiri. Sudah 2 tahun pula mbak mu meninggal, dan dia masih bertahan dengan status nya."bapak mulai menjelaskan.
"Iya, lalu?", tanyaku.
"Apa...kamu bersedia kalau...kamu menikah dengan mas Ilham?", tanya ibu.
"Apa? Menikah?", tanyaku. Jujur aku terkejut mendengar ini.
"Aluna, bapak tahu...dulu pernah ada yang spesial diantara kalian. Tapi...kamu mengalah, memilih mundur demi mba mu kan?", tanya bapak.
Jadi, bapak tahu masa lalu ku dengan mas Ilham? Tapi.... sayangnya aku sudah mengubur dalam-dalam perasaan itu semenjak aku mengikhlaskan dia memilih mba Hanum.
Ku lirik mas Ilham yang duduk di hadapan kami. Wajahnya yang kebapakan terlihat gelisah. Kenapa dia melakukan ini?
"Jadi.... maksud kedatangan mas Ilham kesini....", ucapan ku terhenti saat tiba-tiba Zyan duduk ke pangkuan ku. Memeluk ku erat. Seperti pelukan seorang anak terhadap ibunya. Zyan.... keponakan tante yang sangat Tante sayangi.
"Kamu lihat kan nak, betapa Zyan merindukan sosok seorang ibu. Dan kamu tantenya, sudah ia anggap ibunya sendiri." kata ibuku.
Aku menarik nafas dalam-dalam, mengusap lembut rambut Zyan yang hitam pekat. Kupandang wajah mungilnya, persis sekali dengan mba Hanum.
"Maaf....tolong berikan Luna waktu untuk berpikir. Tolong jangan terburu-buru meminta jawaban dariku." kataku tegas meskipun dengan nada pelan.
"Luna permisi ke belakang!", ucapku seraya meninggalkan mereka.
Aku masuk kamar dan meletakkan tasku. Aku jadi teringat dengan kotak kecil pemberian mas Dev tadi. Karena penasaran, akhirnya ku buka.
Sebuah gelang cantik berinisial ANA. Singkatan nama ku. Lalu ku pakai, ku foto dengan benda pipihku. Ku kirimkan gambar nya kepada mas Dev.
[ Makasih mas. Aq pakai ya. Cantik sekali.]
[Iya. Mas harap km pake terus y]
[Siap Ndan.(emot senyum dan jempol)]
[Ya sudah. km istrht. Mas mau mandi dulu]
[Ya mas]
Usai menjawab pesan nya, aku pun beranjak ke kamar mandi untuk membersihkan diri.
Mas Ilham, kenapa kamu harus hadir lagi disaat aku dan mas Dev sudah berkomitmen. Kenapa tidak dari dulu? Apakah kamu baru bisa melupakan mba Hanum? Ya Allah, aku hanya berharap semoga Kau berikan yang terbaik untuk ku.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 56 Episodes
Comments
andi hastutty
heem
2024-01-28
0
Luky Saldhytia
2bulan apa 6 bulan min...
mb hanum meninggal 2 tahun ato 1 tahun yg lalu?🙏🙏
2022-08-22
0
Suharni Merianti
berdoa lah
2022-02-11
0