Pagi ini hujan gerimis masih mengguyur deras kota ini. Ku intip awan dari balik jendela. Masih nampak abu-abu kehitaman.
Kulihat jam tangan ku sudah menunjukkan pukul setengah delapan lewat. Mau berangkat ke kantor hujan deras begini, bukan lah pilihan tepat. Kantor memang memaklumi, tapi tidak dengan badanku.
Sebuah notifikasi pesan hijau terdengar dari ponselku.
[Aq di depan. Naik mobil gapapa ya?]
Pesan dari mas Dev.
[Iya. Aq ke situ]
Aku masukkan kembali ponselku , lalu mengambil payung untuk ku bawa kedepan menuju mobil Mas Devara.
"Nak, hujan begini mau berangkat?", tanya ibuku.
"Iya Bu, sudah dijemput. Bapak mana?", tnyaku.
"Lagi dikamar mandi." jawab ibu.
"Ya udah deh, Luna berangkat ya bum Assalamualaikum....", pamitku. Tanpa menunggu ibu menjawab salam ku, aku bergegas keluar rumah. Kasian kalau mas Dev menunggu ku lama.
Aku segera membuka pintu mobilny. Melipat payung kecilku.
"Maaf ya mas, jadi basah deh joknya."
"Ga papa lah sayang."
"Mas, ada tisu nggak?"
"Ada, buka aja tuh....", dia menujukan dihadapan ku sambil membuka nya.
Kutarik tisu dari plastik nya. Saat akan memasukkan nya kembali, kulihat ada sesuat yang jatuh.
Sebuah kartu nama.
Joseph Devara Mahardika.
Kartu nama mas Dev, tidak tertera jabatan sales marketing seperti yang dia bilang.
Kupandang wajah nya dari samping, dia masih konsen dengan kemacetan di depan dan disampingnya.
Namanya....Joseph....seorang owner di showroom mobil dan bengkel ternama. Selama ini aku tak tahu?
"Mas....", panggil ku. Lalu dia pun menoleh tanpa menjawab. Dia nampak syok denga kartu nama yang ku pegang. Dan sebuah kalung berbentuk salib yang ku ambil tak jauh dari tisu.
"Aluna....mas....bisa jelasin." katanya terbata.
"Penjelasan untuk?", tanyaku, mencoba untuk tenang.
"Mas, tak bermaksud membohongi kamu. Oke....mas ngaku salah. Tapi demi Tuhan....ga ada niat sedikit pun buat bohongi kamu. Aku hanya ingin kamu nyaman saat bersamaku Lun." jawabnya.
"Baiklah....aku bisa terima alasan mu, berpura-pura menjadi salesman biar seoalah-olah kamu setara dengan ku yang hanya karyawan biasa." kataku agak tersendat.
"Lalu ini?", kutunjukan kalung berbentuk salib.
"A...akuuu...aku....", jawabnya terbata.
"Kenapa kamu ga jujur dari awal sih mas?", tanyaku tanpa melihat wajahnya.
"Aku...aku takut kamu menolak ku kalau tahu....." jawabnya pelan.
Terasa ada duri menghujam hatiku. Susah payah aku menata hatiku, tapi...aku harus menghadapi kenyataan pahit ini.
Suara hujan menemani sepanjang perjalanan kami menuju kantor ku. Ingin rasanya aku menenangkan diriku. Tapi hari ini, ada hal penting. Dewan direksi akan mengesahkan Dirut di kantor ku. Kami, para pegawai nya diharuskan mengikuti acara tersebut.
Mobil memasuki pelataran parkir kantor. Aku yang tidak fokus, baru menyadari jika mobil mas Dev parkir di parkiran khusus para petinggi kantor. Aku juga baru menyadari, mas Dev memaakai pakaian rapi. Tidak seperti yang kulihat selama ini, pakaian yang casual.
Hujan pun sudah reda. Jadi saat turun dari mobil, sudah tak memerlukan payung lagi.
Mas Dev membukakan pintu untuk ku. Aku pun turun dari mobil mewahnya yang kupikir mobil dagangannya. Beberapa pasang mata menatap ku dengan pandangan aneh. Aku memandang diriku sendiri, sepertinya tak ada yang salah dengan penampilan ku.
"Kamu sudah cantik koq sayang." rayu mas Dev.
Tapi, aku masih marah dengan kejadian di mobil tadi. Marah dengan ketidakjujurannya. Mau dibawa kemana hubungan kami ini?
"Kamu ngapain mas, ikut masuk ke kantorku? ", tanyaku.
"Aku ada urusan disini. Plis....jangan marah. Berikan mas waktu untuk menjelaskan yang tadi."
Aku menarik nafas panjang. Sabar Luna ...sabar....coba dengarkan saja dulu apa yang akan dia jelaskan nanti.
Sebagian orang ada yang mengangguk saat melewati aku dan Mas Dev. Ada apa ini? Tumben sekali.
"Mas antar sampai keruangan mu ya?", tanyanya.
"Mana boleh sih mas, kalau bukan karyawan sini mana boleh masuk", cegahku.
"Iya mas tau....tapi kalau mas yang masuk pasti boleh kok!", katanya lagi.
"Iiih...ga usah. Udah kamu pulang aja ke showroom mu. atau urusi aja urusan mu itu." kataku sambil mendorong nya.
"Iya...iya...ya udah sana masuk!", pintanya. Aku pun segera masuk keruangan ku. Desas-desus suara yang tak jelas mengiringi jalanku menuju ruang kerjaku.
Mereka memandang ku sambil berbisik-bisik. Aku sampai mencium ketekku sendiri. Takut jika ada yang tak beres dengan yang ku pakai.
Aku pun menjatuhkan bobotku di kursi kerjaku.
"Pinter ya lun cari cowoknya, kelas kakap!", ujar seseorang yang melewati ku.
Apa sih maksudnya?
Belum lama ku duduk, panggilan untuk segera ke aula ditunjukkan kepada kami semua, karyawan kantor ini. Akupun merapikan terlebih dahulu pakaian ku.
Kami, para karyawan berbondong-bondong menuju aula. Aku mengambil bangku paling belakang. Mungkin karena pikiran ku sedang tidak sinkron, aku terlambat masuk ke aula. Karena saat sampai ke aula, para hadirin di aula sudah bertepuk tangan menyambut direktur utama Kantor kami.
Kujatuhkan bobotku, dibangku paling belakang. Badanku memang disini, tapi pikiran masih berkutat tentang kalung salib mas Dev.
Aku tak mengikuti acara perkenalan direktur baru di kantor ini. Sampai ada seseorang menepuk pundak ku yang membuat ku tersentak.
"Hey...bengong aja sih!", tegur seseorang.
"Iya... kenapa?", tanyaku bingung.
"Tuh....", kata orang itu sambil menunjukkan jarinya ke arah depan. Kulihat mas Dev sedang berjalan ke arahku. Hati ku berdegup kencang. Kubaca background di depan aula. SELAMAT DAN SUKSES UNTUK DIRUT PT S*****
JOSEPH DEVARA MAHARDIKA.
Apa lagi ini? Mas Dev Dirut tempat ku bekerja? Kebohongan apa lagi ini? Aku sudah tak tahan . Dadaku bergemuruh hebat. Aku tinggalkan ruangan ini sebelum mas Dev menghampiri ku.
Sayangnya aku kurang gesit.
"Aluna....tunggu....", cegatnya.
"Maaf pak, permisi saya....", kataku terputus.
"Jangan menghindar!", ucapnya.
Owh.... pantas saja tadi karyawan sini memandang ku aneh, ternyata mas Dev lah Dirut baru nya. Dan bodohnya aku, yang notabene pacar nya justru tak tahu.
"Maaf pak, permisi.!", kataku melepaskan cengkraman nya.
Ku pun bergegas meninggalkan aula menuju kamar mandi. Aku tak tahan untuk tidak menangis. Ya Allah...mas Dev tega sekali membohongi bertubi-tubi selama ini. Bodohnya aku tak pernah mecari tau, asal percaya saja apa yang ia katakan.
****
Devara
suasana aula sudah mulai sepi. Satu persatu karyawan sudah kembali keruang kerjanya .
Tapi masih nampak adanya ketegangan anatara Dev dan keluarga nya .
"Dev, apa-apaan sih kamu? siapa perempuan tadi?", tanya mami.
"Aluna mi, pacar Dev!", jawabku.
"Apa katamu? Pacar? Kamu lupa Dev, kalau kamu sudah mami jodohkan dengan Samantha? Lupa Dev?", tanya mami.
"Dev ga pernah menyetujui perjodohan itu Mih."kataku tegas.
"Kamu tidak bisa menolak permintaan mami!" bentak mami.
Andai saja mami tahu, Samantha gadis yang digadang-gadang akan menjadi pendamping ku kelak ternyata bermain api dibelakangku. Sebelum aku mengenal Aluna, aku sudah merasa dikhianati samantha.Bagaimana tidak? Dia menyetujui perjodohan kami, tapi dia berkhianat dengan sahabat ku sendiri. Dan....ku biarkan sampai suatu saat mami tau sendiri, seperti apa calon menantu idamannya.
"Aku selalu menuruti perintah mami dan eyang.Tapi untuk masa depanku, aku yang akan menentukan sendiri mih!", aku pergi keluar ruangan. Mungkin mami dan eyang pulang.
Aku langsung menuju ruangan Aluna. Tapi saat sampai disana dia ga ada. Karyawan yang ada diruang ini tampak gugup dengan kehadiran ku.
"Maaf jika saya mengganggu kinerja kalian, saya cuma mau menemui Aluna." kataku.
"Aluna di toilet kayanya pak sejak keluar aula tadi", ucap salah seorang diantara mereka.
"Bekerja lah seperti biasa. Anggap saja saya tidak ada disini!", ujarku. Ku sandarkan punggung ku pada dinding. Benar saja, tak lama kemudian Aluna masuk keruang an dan duduk dikursi nya .
Dia tak tau aku dibelakangnya. Aluna memainkan pena nya. Sepertinya dia tak konsentrasi menghadapi pekerjaan dimeja nya.
"Luna...." panggil ku.
Dia menengok ke arahku. Berdiri. Mengambil tas dan bergegas keluar dari ruangan itu. Belum sempat keluar, aku berhasil meraih tangan nya.
"Luna...tunggu! Mas mau jelasin!", kataku.
"Jelasin apa sih mas? Kamu mau bikin kejutan apa lagi? Berapa banyak kebohongan yang kamu lakukan padaku?" tanya Aluna berapi-api.
Air matanya meleleh di pipi mulusnya. Kuusap perlahan. Tapi kemudian ditepisnya.
"Kita keluar ya. Mas jelaskan semuanya!", pintaku.
"Tidak perlu mas, oh iya ...saya akan segera mengurus surat pengunduran diri secepatnya!", katanya sambil berlalu. Ruangan tiba-tiba riuh dengan bisik-bisik antar karyawan.
"Aluna plis.... dengar kan mas bicara!", pintaku lagi sambik menarik tangan nya.
Diluar hujan cukup deras. Setidaknya, bisa menahan Aluna untuk tidak keluar kantor.
"Kita keruangan mas. Mari kita bicara lun. Plis!"
Aku memaksa nya untuk masuk keruangan ku.
Penjelasan mana dulu yang harus disampaikan???
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 56 Episodes
Comments
andi hastutty
merasa di bohongi dan kecewa jadi Aluna
2024-01-28
0
Piconaple
mau nggak mau, mesti diterima ya. mau ditolak tp udh terlanjur 😀
hallo kak, aku mampir baca, bacanya ku cicil ya 🥰 semangatt terus buat nulisnya 🤗
2022-07-19
0
Suharni Merianti
begitu lah hati kalau sdh menyangkut kepercayaan
2022-02-12
1