Seminggu tepat kematian bu Laras, seminggu pula tidak ada kabar dari Aris untuk Jingga. Jangankan menelpon, mengirim pesanpun tidak. Sekali, dua kali, tiga kali Jingga mengirim pesan dan mencoba menghubungi, tidak ada respon sama sekali karena ponsel Aris tidak aktif.
Sore ini, akhirnya Aris kembali muncul di hadapan Jingga. Wajahnya tidak bersemangat dan terlihat sangat lelah. Lingkar hitam di bawah matanya menegaskan sang empunya sedang tidak dalam kondisi baik - baik saja.
"Ngga, maafin aku." ucap Aris, matanya memelas menatap Jingga yang sedang meredam marahnya.
"Apa yang perlu dimaafin mas? Siapa aku boleh kecewa dan marah sama mas," sindir Jingga ketus.
"Ngga aku tau aku salah, tapi aku gak bisa menolak keinginan mami Ngga. Aku di ajak menjemput temen mami dan anaknya. Tempatnya di pedalaman banget Ngga, daerah pegunungan terpencil pula. Tidak ada signal di sana," jelas Aris.
"Setidaknya sebelum berangkat mas bisa kan telpon dulu. Buat apa kita menikah kalau sama saja seperti ini mas. Aku minta mas ceraikan aku sekarang. Lebih baik aku menjadi janda daripada menjadi istri hanya status, itupun siri," ucap Jingga tegas tapi tanpa ekspresi.
"Tidak !! Aku tidak akan pernah menceraikanmu. Sekalipun kamu memohon sampai berlutut, aku tidak akan melepaskanmu. Apa yang sudah menjadi milik Aris Gunawan tetap akan menjadi milik Aris Gunawan sampai maut menjemput," ucap Aris, tangannya memutar kunci ruang kerja Jingga di kafe.
"Mas egois!!" bentak Jingga.
Aris berjalan maju mendekati Jingga yang semakin memundurkan langkah kakinya hingga tubuhnya tepat terhempas di atas sofa panjang di sudut ruangan .
"Jangan membentakku Ngga, aku suamimu. Berbicaralah dengan lembut. Tolong mengerti aku sekali ini saja. Aku akan berusaha lebih lagi untuk meyakinkan mami. Tolong, tidak akan ada perceraian di antara kita. Kita akan membuat ikatan di antara kita lebih kuat lagi " ucap Aris lembut. Tubuhnya sudah mengunci tubuh Jingga di bawah tubuhnya.
"Mas ...." ucap Jingga tertahan karena bibir Aris mulai menjamah bibirnya. Meski ini yang pertama kali Aris mencium bibirnya, bukan berarti Jingga tidak bisa membalas ciuman itu. Jingga sering melihatnya di film - film bahkan Jingga pernah membaca artikel kissing di salah satu web online. Belajar teori sebelum praktek nyata.
"Berikan hak ku sekarang Ngga!" bisik Aris dengan nafas yang sudah memburu.
"Kewajibanmu saja belum kamu lakukan mas. Jangan menuntut hakmu dulu," kilah Jingga.
Aris yang sudah tidak sabar, memilih mengabaikan jawaban Jingga. Tangannya mulai membuka kancing kemeja yang dikenakan istrinya, bibir keduanya saling menaut meskipun Jingga masih memilih mode bertahan.
"Ngga, please!" ucap Aris memelas dengan suara yang agaj serak.
Aris kembali menautkan bibirnya ,kali ini lebih lembut. Lagu favorite Jingga yang sedang mengalun lembut di seluruh sudut kafe terdengar sayup - sayup di ruangan Jingga. Lagu itu cukup membangkitkan perasaan cinta kepada Aris kembali. Perlahan Jingga membuka bibirnya, memberikan celah pada lidah Aris untuk melilit dan mengabsen setiap inci rongga mulutnya.
Mendapat signal kuat dari Jingga, Aris pun semakin agresif. Kancing kemeja yang sudah terbuka sempurna memudahkan tangan Aris menyusup ke dalam kain penutup dua gundukan kenyal di dada Jingga.
"Massss.." desah Jingga, merasakan sensasi pertama pucuk hitamnya dipelintir pelan oleh Aris.
"Sayang .... Mas buat kamu basah dulu ya, biar gak terlalu sakit," bisik Aris dengan suara yang sangat parau.
Jingga mengangguk pasrah, naluri menuntun tangannya meremas bokong sintal milik Aris. Membuat semangat Aris pun semakin membara.
"Massss...geli mas, Arghhh....uhhhhhh.... " Jingga meracau penuh desah**, tubuhnya mengeliat naik turun mengikuti irama jari telunjuk Aris yang sudah berada di celah sempit antara dua paha miliknya.
Desah** dan rintihan keenakan bersahutan mengisi ruangan Jingga yang biasanya hening. Untung saja ruangan itu terletak paling ujung, sehingga tidak ada orang yang perlu mendengar suara - suara ajaib yang bisa menaikkan hasrat siapapun yang ikut mendengarnya.
Jemari Jingga menyusup di dalam baju merangkak naik ke dada bidang Aris, memainkan pucuk hitam di sananya. Pucuk hitam itu menegang, Aris ikut melenguh. Selama ini Aris hanya melihat dari video, ini juga kali pertama bagi Aris. Hubungan ranjang memang misteri, tidak perlu belajar, tidak perlu menunggu pengalaman dulu untuk membuat S** menjadi nikmat. Yang terpenting adalah mengikuti apa kata hati dan yang paling penying harus sama - sama menikmati.
Entah bagaimana dan siapa yang memulai melepas helaian kain di tubuh, keduanya kini sudah dalam keadaan polos tak berpakaian.
"Sayang ..... Ahhhhhh ..... mas sudah gak tahan sayang .... Mas masuk ya?" tanya Aris, sebentar dia menghentikan keliaran di bawah sana yang sudah menegangkan perut Jingga sampai mengeluarkan sebuah cairan yang membasahi jemari Aris.
"Arghhhhhh ....." teriak Jingga, begitu benda keras tumpul menerobos masuk di tengah sana. Tangan Jingga mencengkram kuat punggung suaminya menahan nyeri. Masih sedikit kepala yang masuk di sana, belum sepenuhnya.
"Enak sayang ? Mas pelan - pelan kok. Uhhhhhh.... Sayang ,,jangan dijepit sayang ...uhhhh ....sayanggg .....Ahhhhh....Ahhh." racauan Aris pun mengakhiri pergumulan singkat mereka .Jingga belum sampai di titik kenikmatan, baru saja beradaptasi dengan sensasi nyeri yang dialami, Aris sudah mengeluarkan cairan putih kental di dalam.
"Maafin mas Ya, belum bisa nahan." bisik Aris, mendadak lembut dan romantis.
Jingga beranjak berlari ke kamar mandi, karena masih rikuh tidak memakai apapun di depan Aris. Jingga membersihkan darah di sela - sela pangkal pahanya lalu mengguyur tubuhnya.
Jingga keluar hanya menggunakan bathrobe, membuka lemari kecil mengambil sepaket baju ganti untuknya. Sementara Aris hanya mengenakan celananya saja, kaos yang dia kenakan tertindih tubuh Jingga tepat di area inti pergulatan cinta yang melebur menyatu dengan nafsu merobek selaput tipis pertanda kepera****** Jingga masih terjaga.
"Sayang..... satu kali lagi ya ?" pinta Aris, ternyata belah perawan membuat Aris sedikit romantis. Setidaknya dia memanggil Jingga sudah tidak hanya nama saja.
"Nanti ya mas, masih gak nyaman. Nanti malam di rumah, aku rendeman air hangat dulu nanti," tolak Jingga.
"Mas pengen lagi sayang, ternyata enak. Nyesel mas gak langsung nikahin kamu." Aris berucap konyol.
"Jangan ingat enaknya saja mas, Pernikahan itu bukan melulu soal se*. Hubungan badan itu hanya bumbu. Biar pernikahan menjadi sedap. berwarna dan bergelora. Selebihnya waktu, perhatian dan kehadiran pasangan dalam setiap kondisi itu penting. Mendukung dan memberi pasangan semangat saat salah satu sedang jatuh, menghibur pasangan saat salah satu sedang sedih. Pasangan itu ibarat sandal, semahal apapun sandal kalau salah satu hilang atau rusak sudah tidak ada harganya," ucap Jingga panjang lebar seolah ingin menyindir Aris.
"Mas paham sayang. Mas sudah minta maaf! please jangan diulang - ulang," ucap Aris.
"Akan selalu aku ingat mas, mudah untuk memaafkan tapi tidak segampang itu melupakan." Jingga mengatakan dengan tegas dan penuh penekanan.
Aris hanya terdiam, di hadapannya bukan perempuan lemah yang mudah di atur atau nurut - nurut saja apa kata suami. Jingga terlatih mandiri dan tegar, bisa membuatnya sedikit manja saja Aris sudah merasa beruntung.
Belum sempat Aris menjawab ucapan istrinya, ponselnya bergetar berkali - kali.
"Ya Halo ..... "
"Mas .... Irma sudah selesai." suara di seberang membuat Aris menarik nafas dalam
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 125 Episodes
Comments
ainatul hasanah
Irma ?!! istri pilihan orang tua Ariskah?
pulang pulang langsung minta hak , kewajiban dilalaikan. duh...
2022-11-21
0
Bunda windi❤ 💚
siapa itu Irma,,, apa istrinya Aris pilihan orang tuanya..
2022-09-19
0
tria ulandari
huhhh kesel kl gini 😫😫
2022-09-07
0