Mempertanyakan restu

Evan melihat gelagat aneh sahabatnya, sementara Jingga masih sibuk mengambilkan nasi beserta lauk pauk ke dalam piring untuk Aris.Setelah pertanyaannya tidak dijawab oleh Aris, Jingga enggan bertanya lagi.

"Di makan dulu mas," ucap Jingga tidak terlalu lembut tapi sangat pas di dengar di telinga Aris dan Evan.

Sepanjang menghabiskan makanan di atas piring, tidak ada satu obrolan pun yang keluar dari mulut ketiganya. Aris terkesan buru - buru menghabiskan makanannya, karena ponselnya terus berbunyi. Aris menyambar segelas air putih di depannya, meneguknya hingga habis tak bersisa. Jingga mengambil piring dan gelas kotor di depan Aris.

"Ngga, aku harus pulang. Sepertinya malam ini aku tidak bisa menginap di sini. Mamiku minta di antar ke suatu tempat. Katanya penting Ngga," kata Aris hati - hati.

Evan menggelengkan kepalanya, bagaimana bisa sahabatnya itu meninggalkan istrinya di hari pertama pernikahannya dan yang paling penting di saat istrinya sedang berduka karena baru saja kehilangan ibunya.

"Ngga!!" panggil Aris membuyarkan lamunan Jingga.

"Terserah mas saja," jawab Jingga apatis.

Sudah dua tahun Jingga berusaha mengejar restu, hasilnya tetap sia - sia. Jingga tidak aneh dengan kondisi saat ini, sudah banyak rencana yang tiba - tiba gagal karena telepon mendadak dari maminya Aris. Tapi Jingga merasa kali ini sikap Aris tidak adil padanya. Sedang malas berdebat, membuat Jingga memilih kata terserah sebagai jawabannya.

"Aku pulang dulu ya," pamit Aris, mengulurkan tangannya. Jingga menyambut tangan kanan Aris, mencium punggung tangan aris lembut.

"Hati - hati!" ucap Jingga terkesan hanya formalitas saja. Aris mengecup kening Jingga sebentar lalu berjalan keluar ke arah pintu menuju garasi rumah Jingga.

Semua yang dilakukan Aris tak luput dari perhatian Evan, terlalu lempeng dan tidak ada kehangatan di sana. Itulah kesimpulan Evan sementara. Aris memang bukan tipe laki - laki romantis. Aris adalah laki - laki setia yang cenderung pendiam dan kaku. Tapi kali ini Evan tak segan menyelipkan kata tidak peka, tak berperasaan dan kejam pada Aris. Tidakkah Aris melihat mata sedih dan kecewa Jingga.

"Bro, Kamu di sini dulu ya, tolong temani Jingga sebentar. Habis maghrib kamu pulang gpp," ucap Aris sambil menyalakan mesin mobilnya.

Evan kembali menggeleng - gelengkan kepalanya saat melihat mobil Aris benar - benar meninggalkan rumah Jingga.

"Mas Evan nggak pulang juga? eh .... maksudnya bukan ngusir mas. Cuman takutnya mas ada keperluan, tapi mas gak enak sama aku," ucap Jingga takut menyinggung Evan .

"Enggak kok, santai aja. Sama Aris suruh pulang habis maghrib." Evan menjawab dengan tenang.

Jingga dan Evan duduk di ruang tamu tanpa meja kursi yang belum di tata kembali. Mereka berdua duduk lesehan di atas hamparan karpet turki berbulu halus.

Rasa canggung menghampiri Jingga dan Evan sesaat. Meskipun mereka sering nongkrong bareng di kafe Jingga, nyatanya saat berdua begini masih ada rasa risihnya. Apalagi sekarang Jingga menyandang status istri siri Aris.

"Mbak maaf mengganggu sebentar, mas Wandi masih di kafe ngambil nasi kotak buat pengajian di panti. Karena mobil box kafe lagi di pakai catering di acara pernikahan. Kalau nanti malam saja gpp kan mbak nganternya?" tanya mbak Sri.

"Gpp mbak, besok pagi juga gpp kok. Jangan lupa mas Wandi suruh bawa air mineralnya sekalian. Ambil di catering saja air mineralnya. Makasih ya mbak sri bilangin makasih juga ke mas Wandi." Jingga berkata dengan tulus.

Evan melihat Jingga dengan seksama, baru kali ini Evan mempunyai kesempatan memperhatikan Jingga dari jarak sedekat ini dengan lebih intens. Kalau ada Aris bisa - bisa dicolok ini mata.

Makin dilihat Evan semakin merasa aneh jika mami papinya Aris tidak menyukai Jingga. Perempuan berusia 23 tahunan ini selain cantik juga baik attitude nya, ramah dan juga mandiri. Meskipun tidak glamour, jelas dia bukan perempuan yang biasa. Dandanannya pas, tidak berlebihan dan natural tanpa make up.

"Mas Evan mau minum lagi mungkin?" tawar Jingga.

"Gak usah Ngga, aku lebih seneng air putih" tolak Evan.

"Kok kamu gak iku pengajian ke panti Ngga?" tanya Evan mencari bahan pembicaraan.

"Enggak mas, nanti aku ngaji di rumah saja sama mbak Sri." jawab Jingga lirih.

"Hari ini aku ikut ya Ngga, mumpung gak ada acara," ucap Evan.

"Silahkan mas, aku malah seneng." mata Jingga berbinar senang mendengar ucapan Evan.

"Panti asuhan itu umum atau milik keluarga Ngga?" tanya Evan lagi.

"Keluarga mas. Punya mbah kakung. Karena semua anak tunggal, jadi biar ramai dan berasa punya saudara sekaligus bermanfaat bagi yang membutuhkan uluran tangan, lalu diturunkan ke ayah. Mudah - mudahan aku bisa juga nerusin. Kita gak mau nerima sumbangan karena takutnya gak amanah. Lagian mereka juga dikit - dikit menghasilkan mas. Cateringku pakai jasa mereka untuk bantu - bantuin juga. Jadi biar punya uang saku sendiri," jelas Jingga, membuat Evan semakin tertarik mengenal Jingga.

"Mas Evan boleh aku tanya sesuatu sama mas Evan?" ucap Jingga tiba - tiba.

"Boleh! tapi kalau aku gak mau jawab gpp ya." perasaan Evan tidak enak saat mengucapkannya. a

"Apa mas tahu kenapa papi mami mas Aris tidak menyetujui hubungan kami,?" tanya Jingga, serius dan tegas.

Benar feeling Evan. Jingga pasti tanpa basa basi akan menanyakan hal itu padanya. Mami papi Aris memang aneh, andai saja Evan kenalkan Jingga pada orangtuanya, pasti mereka langsung setuju.

"Jujur aku gak tau Ngga. Meskipun temen deket, aku gak pernah tanya atau mau tau. Kecuali Aris duluan yang cerita. Soal kamu dia mungkin banyak cerita, tapi soal orangtuanya aku tidak pernah mendengar apapun. Aku mengenal mereka. Aku kenal mami papinya, bisa dikatakan deket. Tapi mereka sama tertutupnya soal alasan mereka tidak setuju dengan hubungan kalian." jawab Evan jujur.

"Aku sebenarnya tidak menginginkan pernikahan ini mas. Sama sekali tidak. Kalau saja mas Aris gak janji sama Ibu. Aku lebih seneng hidup sendiri. Pernikahan itu sekali seumur hidup. Sejelek - jeleknya aku, setidak berharganya aku di mata orang, aku juga menginginkan pernikahan yang normal. Sah di depan agama dan juga negara. Yang paling penting direstui kedua orangtua." ucap Jingga, pandangannya menerawang jauh.

"Kamu bisa meminta Aris memperjuangkan restu orangtuanya Ngga, kamu perempuan yang pantas diperjuangkan," yakin Evan.

"Nyatanya mas Aris tidak berhasil meyakinkan kedua orangtuanya mas. Memang status ekonomi kami jauh berbeda. Tabungan kami mungkin hanyalah seujung kuku bunga deposito kalian, tapi setidaknya kami tidak mengandalkan siapapun untuk bisa makan dan bertahan hidup," ucap Jingga kali ini sedikit ada emosi di dalamnya.

Pembicaraan mereka terhenti, karena ada beberapa pentaziah yang datang dari kampung.

"Sudah mas di sini saja, ikutan ngobrol biar tau obrolan kampung. Jingga ambil manisan dulu," ucap Jingga saat melihat Evan akan meninggalkan ruang tamu karena merasa bukan siapa - siapa di sana. Evan pun menuruti permintaan Jingga.

Obrolan ringan, sederhana dan hangat membuat waktu berlalu dengan cepat. Keberadaan Evan di rumah Jingga pun harus diakhiri seiring dengan usainya pembacaan doa untuk bu Laras.

"Terimakasih mas Evan atas waktunya." ucap Jingga tulus seraya mengantar Evan hanya sampai di depan pintu.

"Sama - sama Ngga. Aku pamit ya, besok kalau Aris ada aku datang lagi." kata Evan, dijawab hanya dengan anggukan ringan oleh Jingga.

Terpopuler

Comments

Langitⁿʲᵘˢ⋆⃝🌈N⃟ʲᵃᵃ࿐

Langitⁿʲᵘˢ⋆⃝🌈N⃟ʲᵃᵃ࿐

kalau evan naksir jingga, jangan cemburu ya ris.. km yg kasih dia kesempatan 🙈

2023-09-01

1

ainatul hasanah

ainatul hasanah

kayaknya Aris bakal dinikahkan orang tuanya sama cewek lain. kasihan juga Jingga dinikah sirih, gak direstuin ,dapat suami GK peka plus GK ada niat merjuangin jingga. heemmm...

2022-11-21

0

Bunda windi❤ 💚

Bunda windi❤ 💚

suami macam apa Aris ini, kok malah si Evan di suruh nemenin istri nya

2022-09-19

0

lihat semua
Episodes
1 Mendadak nikah siri
2 Mempertanyakan restu
3 Datang pergi semaunya
4 Mengecewakan Jingga
5 Tidak tegas
6 Mencoba seatap
7 Disela - sela menemui tamu
8 menikah lagi
9 Ibu suri selalu menang
10 Kebetulan yang menyesakkan
11 Selalu tidak berdaya
12 Hamil
13 Aris beraksi
14 Kesempatan
15 Masih peduli
16 Ketidakpastian
17 Keputusan Rangga
18 Ibu suri beraksi
19 gara - gara kecoak
20 Dedi Malino
21 Bedrest
22 Firasat atau mimpi
23 Rip Evan Prasetya
24 Aku kangen mas
25 Last Journey with you
26 Menyerah
27 Kartu As belum keluar
28 Banyak ketidakpastian
29 bermain peran
30 Bukan suami istri lagi
31 Labil
32 Bukan anak papi mami
33 Seckel Syndrom
34 Berteman ?
35 Benang kusut Aris
36 Aris meninggalkan rumah
37 Aris, Jingga dan Rangga
38 Bertemu teman lama
39 pura - pura
40 Menunda perpisahan
41 kemunculan Elizabeth
42 Di warung mie ayam
43 masih ada rasa memiliki
44 Ambyar
45 Bertemu kembali
46 Adu rayu
47 Tidak waras
48 Jingga adelia ???
49 Surat Evan
50 kesempatan
51 Zzzzzzzz
52 Tidak ada basa basi
53 Salah Paham
54 jangan pura - pura
55 Jadian
56 Aduh mas Aris
57 Takut Khilaf
58 Hanya Raga
59 Menemani Aris
60 Sama - sama resah
61 Kembalinya Rangga
62 Jingga cemburu
63 Belum cinta tapi....
64 Dara
65 Meluruskan salah paham
66 Khilaf yang dirindukan
67 ular berbisa
68 Janda karena siapa?
69 Siapa?
70 Jelas pelakunya
71 Peluang masih sama
72 Masih dalam penyelidikan
73 pengakuan Jingga
74 Rip Reza
75 Mantan suami Jingga
76 Pilu
77 Labil
78 Teman baru untuk Jingga
79 Kepala tanpa mahkota
80 Aris & Jingga
81 Get Well Soon
82 Menunggu Jingga
83 Tujuh belas tahun
84 Abg kadaluwarsa
85 Tetap Kang Rangga
86 Bisa hamil nggak, Om?
87 Tidak mau gratis
88 Aku ini siapa?
89 Haruskah mengalah?
90 Mengalah
91 Menikah bersama
92 Raisa, Rangga, Aris dan Jingga
93 Absurd
94 Kelegaaan hati Rangga
95 Pelukan terakhir
96 Salah paham
97 Setelah resepsi
98 Panduan dari internet
99 Lupa petunjuk di internet
100 Mau terus
101 Penasaran
102 Jingga bukan Jingga
103 Bukan lagi idola
104 Dicuekin
105 Mbak e siapa?
106 Hamil?
107 Kepingan masa lalu
108 Merangkai ingatan
109 Giliran Aris
110 Nasihat kakek tua
111 Ingatan membawa berkah
112 Sahabat
113 Kembalinya semua ingatan
114 Jaga anak kita
115 Cemburu
116 Ungkapan hati Jingga
117 Ketegaran hati Rangga
118 Apa yang terjadi?
119 Jingga
120 Pilu
121 Accident
122 Kasih Ibu sepanjang masa
123 keabadian
124 Pemakaman
125 End
Episodes

Updated 125 Episodes

1
Mendadak nikah siri
2
Mempertanyakan restu
3
Datang pergi semaunya
4
Mengecewakan Jingga
5
Tidak tegas
6
Mencoba seatap
7
Disela - sela menemui tamu
8
menikah lagi
9
Ibu suri selalu menang
10
Kebetulan yang menyesakkan
11
Selalu tidak berdaya
12
Hamil
13
Aris beraksi
14
Kesempatan
15
Masih peduli
16
Ketidakpastian
17
Keputusan Rangga
18
Ibu suri beraksi
19
gara - gara kecoak
20
Dedi Malino
21
Bedrest
22
Firasat atau mimpi
23
Rip Evan Prasetya
24
Aku kangen mas
25
Last Journey with you
26
Menyerah
27
Kartu As belum keluar
28
Banyak ketidakpastian
29
bermain peran
30
Bukan suami istri lagi
31
Labil
32
Bukan anak papi mami
33
Seckel Syndrom
34
Berteman ?
35
Benang kusut Aris
36
Aris meninggalkan rumah
37
Aris, Jingga dan Rangga
38
Bertemu teman lama
39
pura - pura
40
Menunda perpisahan
41
kemunculan Elizabeth
42
Di warung mie ayam
43
masih ada rasa memiliki
44
Ambyar
45
Bertemu kembali
46
Adu rayu
47
Tidak waras
48
Jingga adelia ???
49
Surat Evan
50
kesempatan
51
Zzzzzzzz
52
Tidak ada basa basi
53
Salah Paham
54
jangan pura - pura
55
Jadian
56
Aduh mas Aris
57
Takut Khilaf
58
Hanya Raga
59
Menemani Aris
60
Sama - sama resah
61
Kembalinya Rangga
62
Jingga cemburu
63
Belum cinta tapi....
64
Dara
65
Meluruskan salah paham
66
Khilaf yang dirindukan
67
ular berbisa
68
Janda karena siapa?
69
Siapa?
70
Jelas pelakunya
71
Peluang masih sama
72
Masih dalam penyelidikan
73
pengakuan Jingga
74
Rip Reza
75
Mantan suami Jingga
76
Pilu
77
Labil
78
Teman baru untuk Jingga
79
Kepala tanpa mahkota
80
Aris & Jingga
81
Get Well Soon
82
Menunggu Jingga
83
Tujuh belas tahun
84
Abg kadaluwarsa
85
Tetap Kang Rangga
86
Bisa hamil nggak, Om?
87
Tidak mau gratis
88
Aku ini siapa?
89
Haruskah mengalah?
90
Mengalah
91
Menikah bersama
92
Raisa, Rangga, Aris dan Jingga
93
Absurd
94
Kelegaaan hati Rangga
95
Pelukan terakhir
96
Salah paham
97
Setelah resepsi
98
Panduan dari internet
99
Lupa petunjuk di internet
100
Mau terus
101
Penasaran
102
Jingga bukan Jingga
103
Bukan lagi idola
104
Dicuekin
105
Mbak e siapa?
106
Hamil?
107
Kepingan masa lalu
108
Merangkai ingatan
109
Giliran Aris
110
Nasihat kakek tua
111
Ingatan membawa berkah
112
Sahabat
113
Kembalinya semua ingatan
114
Jaga anak kita
115
Cemburu
116
Ungkapan hati Jingga
117
Ketegaran hati Rangga
118
Apa yang terjadi?
119
Jingga
120
Pilu
121
Accident
122
Kasih Ibu sepanjang masa
123
keabadian
124
Pemakaman
125
End

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!