Acara pesta ulang tahun Ratna pukul tujuh malam nanti, Reno dan Ibu sudah lebih dulu ke Hotel Miranda, kami menyusul setelah sholat ashar. Meski Mas Reza kekeh untuk tidak membantu secara finansial tapi setidaknya menyumbangkan tenaga untuk keperluan acara adiknya sebentar malam. Tak ada pengalaman sebelumnya mengadakan acara seperti ini di hotel bintang lima jadi kami belum tahu apa yang harus dilakukan di sana, pikirku semua sudah disediakan oleh pihak hotel.
Di Hotel yang terletak di pinggir pantai menambah kelas hotel ini memang berkelas, Reno tengah sibuk mengurus segala sesuatunya. Begitu juga Ibu mertua, mengawasi mereka yang sedang menata ruangan. Rautnya tampak acuh melihat kedatangan kami.
"Bantuin apa nih, Mah?" Mas Reza mendekati ibunya.
"Gak ada sudah beres semua," ucapnya tanpa menoleh ke arah kami.
"Ehm gitu, Ratna mana?" melihat sekeliling tak ada sosok Ratna yang biasa berpakaian modis sedikit seksi.
"Ke salon lah, buat persiapan acara sebentar malam,"
"Oh, gitu."
"Sebentar malam, suruh istrimu pakai baju yang bagus dan dandan yang benar biar gak malu - maluin di depan tamu. Teman-teman Ratna banyak dari kalangan kelas atas," bisik Ibu kepada Mas Reza, namun suaranya masih bisa kudengar. Pura - pura tak tahu, aku malas ribut dan bisa jadi membuat Mas Reza serba salah.
"Begini dajay sudah cantik, gak perlu dandan menor nanti manisnya bisa hilang," Mas Reza melirik mesra dan tersenyum mengembang kayak kebanyakan fermipan.
Aku membalas senyumnya tak kalah lebar, hingga semua gigiku hampir terlihat. Ibu mertua kelihatan ilfeel melihat kami yang lagi mesra - mesranya ala pengantin baru.
"Reno, antar mama ke salon, siap - siap buat entar malam. Di sini sudah beres semua, kok," Mama memanggil putra keduanya, sementara kami masih berdiri di tengah Ballroom yang mewah, desain ruangan yang elegan dan konsep standing party.
"Kebayang pegalnya betis dan kaki sebentar malam," gumamku.
***
Suara adzan maghrib sudah berkumandang, Ratna terlihat makin glowing dengan baju offshoulder menambah kesan seksi.
"Mama, Mas Reno berangkat yuk! jangan sampai telat nih. Juga jangan sampai keduluan tamu," ucap Ratna sambil memakai high heels 8 centi jenis stiletto berwarna pink pastel, membuatnya terlihat tinggi karena tinggi badan Ratna yang pendek untuk ukuran orang asia.
"Maghrib dulu," sahut Reno.
"Nanti telat, Kak Reno," suara manja Ratna keluar dari bibirnya yang memakai lipstik berwarna nude.
"Ya sudah buruan, nanti maghribnya di mushola Hotel saja," Reno mengambil kunci mobil, mama dan Ratna mengekor dibelakangnya.
Mobil melaju perlahan, sementara Mas Reza yang berjalan menuju mesjid untuk berjama'ah dikejutkan dengan bunyi klakson yang nyaring.
"Mas Reza, jangan sampai gak ke hotel ya? cepet loh, aku mau kenalin dengan teman - temanku," teriak Ratna dari dalam mobil.
Mendengar ucapan Ratna, perasaanku jadi tak karuan, "apa maksudnya memperkenalkan Mas Reza dengan teman - temannya, kalo temannya cowok sih wajar. Tapi bagaimana kalau teman yang dimaksud Ratna cewek - cewek cantik ala sosialita," batinku,
"Loh, Bapak, kok, di sini saja? Gak ke hotel?"
"Bapak di rumah saja," jawabnya sambil membuka kitab Al-Quran.
"Pa, biaya dari mana? Kok pesta ulang tahun Ratna bisa di hotel? Itukan mahal banget? kalau cuma mengandalkan uang dari Reno saya kira tak cukup," cakap Mas Reza.
Bapak menarik nafas panjang, di usianya yang hampir pensiun Bapak keliatan makin banyak rambut putih." Bapak terpaksa ambil kredit, biar adikmu itu senang. Bisa jadi ini jadi yang terakhir yang bisa saya berikan pada adikmu," ujar bapak menart nafas panjang.
"Bapak ngomong apa sih," kilah Mas Reza.
"Kalau ambil kredit bisa - bisa gaji Bapak habis dipotong untuk bayar kredit saja." tambah suamiku lagi.
" Jadi Bapak mertuaku bela - belain ambil pinjaman hanya untuk pesta ulang tahun Ratna?" gumamku, tak habis pikir dengan jalan pikiran keluarga ini kecuali Mas Reza yang masih berpikir realiastis.
Bapak mertuaku tak menjawab lagi, dia meneruskan bacaan Al-Qurannya.
Aku beranjak ke kamar untuk siap - siap ke pesta mewah ulang tahun adik iparku.
"Mas Reza, aku pakai baju apa?" ucapku sambil memilih - milih baju di lemari yang kira - kira cocok untuk sebuah pesta ulang tahun.
"Yang ada aja, gak usah bingung. Apapun yang kamu pakai pasti terlihat cantik," gombal Mas Reza.
"Ya sudah aku pakai daster saja," candaku.
"Boleh juga, biar jadi kejutan buat Ratna," tak kusangka jawabannya sebercanda itu.
"Ih, apaan sih, malu tahu jadi pusat perhatian." tandasku, dia hanya tertawa mendengar ucapanku.
\*\*\* ANH \*\*\*
Alunan musik menggema di Ballroom ini, persis seperti sebuah resepsi pernikahan bedanya di sini gak ada pelaminan.
Mas Reza menggandeng tanganku, lelakiku ini makin charming saja dengan setelan kemeja berwarna navy, lengan bajunya digulung sampai siku menambah kesan elegan. Rambut tipis di sekitar rahangnya menjadikannya terlihat seksi. Sementara aku menjadi insecure melihat teman - teman wanita Ratna yang wajahnya glowing dan kulitnya berkilau.
Saat kakiku melangkah masuk lebih dalam, acara inti sudah dimulai, suara MC terdengar jelas. Di depan sana, terlihat Ratna, Mama, Reno dan teman-teman karibnya sedang suap - suapan potongan kue tart berwarna putih pink. Sesekali mereka tertawa bahagia. Entah mereka melihatku dan Mas Reza, tapi kami lebih memilih berbaur dengan tamu lainnya.
Ratna terlihat menyapa tamu - tamu yang hadir, dari out fit yang dipakai tamu - tamunya, memang terlihat dari kelas atas, apalagi tamu wanita banyak yang memakai gaun mewah dan berlian menjadi aksesorisnya.
"Mas Reza, kok telat, sih. Potong kuenya sudah dari tadi," ucap Ratna bercupika - cupiki dengan suamiku, padahal barusan tadi di rumah ketemu.
"Selamat ulang tahun ya, Dik. Semoga nggak kelamaan jomblo," ledek Mas Reza, Ratna mencubit manja lengannya.
"Selamat ultah ya, Ratna," sambil kusodorkan paper bag, kado ulang tahunnya.
"Terima kasih, Kak andine," balasnya tersenyum, "tapi Kok, pake gamis sih, kayak mau ke pengajian?" tambahnya lagi dengan tertawa sedikit nyaring hingga banyak tamu menoleh ke arahku.
"Bajumu tuh yang kurang bahan, kayak manusia purba, meganthropus erectus," ledek Mas Reza, menarik tanganku menjauh dari Ratna.
"Kita makan dulu, yuk! omongan Ratna gak usah dipikirkan. Dimataku kamu yang paling cantik dan anggun malam ini,"
"Gombal lagi,"
"Tapi kenyataannya begitu," tangan Mas Reza makin erat menggandeng tanganku.
"Saya juga sudah kebal, kok, sama mulutnya Ratna,"
"Do'ain saja semoga berubah," harap suamiku.
Tak terasa satu jam sudah berlalu
"Mas Reza!" Panggil Ratna yang berjalan ke arah kami, diikuti dua sahabat karibnya. Mereka yang kulihat di Mall waktu itu.
"Mas Reza, ini kenalin sahabat - sahabat aku," Ratna menarik lengan suamiku, dengan niat menjauhkan kami. Namun suamiku tak mau melepaskan gandenganku darip tangannya, jadilah kami seperti medan magnet yang tarik menarik.
Ratna sengaja berdiri di depanku hingga aku tak terlihat oleh kedua sahabatnya.
"Mas kenalin, ini Sheila dan ini mirimar," tunjuk Ratna, ke masing-masing sahabatnya yang dari tadi melongo melihat paras tampan sang Kakak.
"Hai Sila," sapa suamiku. Sheila yang berniat berjabat tangan menarik kembali tangannya, karena Mas Reza mengatupkan kedua tangan di dada.
"She - i - la, bukan sila," Ratna mengulang nama sahabatnya yang disebut asal - asalan oleh sang Kakak. Aku menahan tawa, meski di dalam dada nyeri karena lagi - lagi diabaikan oleh perempuan menor ini.
"Oh, maaf, Hai syeilah," Mas Reza melambaikan tangannya ke arah Sheila, namun sahabat Ratna itu pasrah namanya salah eja, "what ever - lah," desis Sheila, memutar bola matanya ke atas.
"Hai, Memar!" Kali ini aku tak dapat menahan tawa, terlanjur keluar dari kerongkonganku mendengar ucapan Mas Reza barusan.
"Mi - ri - mar!" Ratna mengeja nama sahabatnya dengan dongkol, sementara Mirimar menjadi geram mendengarnya.
"Oh ya, Sila, Marimar, kenalkan ini istri aku," Menggeser posisi Ratna yang di depanku, hingga adiknya hampir terjungkal.
Dengan kesal Ratna menepis tangan Mas Reza.
Aku mengulurkan tangan ke mereka, dan menyebut namaku.
"Andine!"
Tak lama kemudian, seorang pria berseragam panitia datang menghampiri Ratna.
"Maaf, Mbak Ratna sesuai jadwal acaranya cuma sampai jam delapan tiga puluh, sekarang sudah jam sembilan. Jika acara belum bubar, maka akan dikenakan cas perjamnya," ucap pria klimis itu dengan santun.
"Loh, kok gitu sih?" protes Ratna, wajahnya menjadi pias mendengar penuturan staf hotel mewah itu.
Ratna berdebat dengan staff hotel itu, Reno tak terlihat sedangkan mama sibuk mengumpulkan kado. Dekor dilepas, musik dihentikan dan satu persatu lampu dimatikan padahal tamu masih banyak.
Wajah Ratna memerah menahan malu, saat satu persatu tamunya pulang dengan kesal, sebagian ada yang pamit namun ada juga yang menggerutu karena merasa diusir pihak hotel.
Aku dan Mas Reza menarik diri dari pesta mewah itu. Entah apa yang terjadi selanjutnya. Kami memilih pulang melanjutkan misi tiga puluh hari garis dua.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 41 Episodes
Comments