" Kita ke rumah ibu ya, Ratna besok ulang tahun," ujar Mas Reza sembari bersiap - siap.
"Sekarang, Mas?"
"Iya, tadi ibu nelpon minta dibantu, kita nginap di sana."
"Ya sudah aku siap - siap, dulu. Hah? nginap?" perasaanku mulai tak enak, tapi mau tak mau kuturuti apa katanya.
Tidak kusangka tabiat Ratna, adik iparku segitu tak berakhlaqnya. Meski sepertinya tak suka padaku setidaknya menaruh sedikit hormat sebagai istri kakaknya. "tapi, ah sudahlah, selama tak merugikan tak penting juga aku pikirkan, sabar saja!" batinku.
Aku tak menyangka jika nasibku seperti cerita - cerita yang beredar, punya ipar rese. Ekspektasiku tentang adik Mas Reza ternyata melenceng, aku pun punya dua kakak ipar perempuan, hubungan kami sangat akrab, aku bahkan lebih kangen pada istri abang - abangku itu dari pada saudaraku sendiri.
"Hiks, tuh kan aku jadi kangen Mbak Ulfa dan Mbak Luna," batinku nelangsa.
***
Di pondok mertua indah, Ibu mertua dan adik lelaki Mas Reza menyambut kami dengan hangat. Aku meraih tangan kanan ibu mertuaku, dan kucium punggung tangannya dengan khusyuk begitu juga dengan Mas Reza. Mas Reno tersenyum, aku menelungkupkan kedua tanganku, sepertinya dia paham untuk tidak bersalaman. Ratna tak kelihatan, mungkin lagi di kamarnya.
Baru seminggu menjadi bagian dari keluarga ini rasanya masih agak canggung, aku belum mengenal baik karakter mereka, kecuali Ratna tapi semoga saja dugaanku salah. Dia memang masih muda karena baru saja tamat SMA, jadi jiwanya masih labil dan belum dewasa. Hanya penampilannya saja yang membuat adik iparku itu lebih tua dari umurnya.
"Jadi, besok ulang tahun Ratna, Nak Andine bisa bantu masak?" Ibu mertuaku membuka percakapan.
"Kalau masak menu untuk hajatan saya kurang pengalaman, Mah. Tapi saya bisa, kok, bantu - bantu," ucapku jujur yang memang tak jago masak.
"Oh, gitu!" kedengerannya ibu mertuaku tak suka dengan jawabanku. Aku tersenyum hambar, lalu melirik ke Mas Reza.
"Oh, jadi gak bisa masak? Bisanya apa dong!" tiba - tiba Ratna muncul dari dalam kamarnya.
Lebih baik tak kutanggapi omongannya barusan. sementara tanganku menahan Mas Reza agar tak merespon adiknya.
"Memang mau bikin acara besar ya? Saya Pikir acara khusus keluarga inti saja," sela Mas Reza.
"Ratna sih, pengennya rayain di hotel, mah," nada suaranya berubah manja.
"Hah? Hotel?" kompak Mas Reza dan Mas Reno bersamaan, lalu keduanya terkekeh membuat bibir adik bungsunya jadi monyong lima senti lebih panjang.
"Sekalian aja bikin resepsi pernikahan, eh tapi calonnya gak ada, Ups!" ejek Reno, lalu menutup mulut dengan kedua tangannya sembari menahan tawa.
"Reno!" tegur Mama.
"Yang wajar saja, dong. Kita nikah aja cuma pasang tenda depan rumah, masa iya ulang tahun kamu di hotel?" Mas Reza menggeleng, Ratna makin merajuk.
"Ya, Mas sendiri yang mau cuma pasang tenda, lagian juga istri Mas kan juga kayak dari kampung, liat saja penampilannya, udik! jadi ngapain bikin resepsinya di hotel," lirikan matanya meremehkanku.
Ucapannya membuat dadaku panas, jika bukan karena menghormati mertua sudah kubalas dengan ucapan yang tak kalah tajam.
"Jaga ucapanmu, kalau bukan karena Andine saya ogah transfer uang arisan ke kamu." hardik suamiku.
"Hah, uang arisan? arisan yang mana?" Mama menoleh ke Ratna. Wanita itu pura - pura sibuk dengan gawainya. Ibu mertuaku menarik nafas dalam - dalam.
"Ulang tahunnya di rumah saja! biar hemat, nanti aku dekor biar cantik," Usul Reno, mengurai ketegangan. Mas Reza seperti sudah tak tertarik membahas rencana pesta ulang tahun adiknya.
"Bukannya kalo ulang tahun, biasanya pengajian di rumah ya?" aku mencoba memberi pendapat.
"Hah? Pengajian, emangnya lagi berkabung? Nyumpahin ya saya cepat mati!" ketus Ratna, mendengar ucapanku barusan Reno malah jadi tertawa.
"Oh, maaf. Bukan begitu maksud saya," sesalku sudah membuka mulut. Pengajian yang kumaksud adalah acara syukuran bukan yasinan, Adik iparku salah paham. Ingin rasanya menjelaskan tapi tertahan di kerongkongan, jangan sampai makin ruwet jika aku kembali bersuara.
"Benar kata Andine, bikin acara pengajian di rumah, undang Majelis Taklim dan Pak ustadz buat ceramah." Untunglah Mas Reza menangkap maksud ucapanku tadi.
"Ogah! gengsi dong! Ngomong apa teman - temanku nanti, bisa turun reputasiku." Pongah Ratna.
"Halah, kayak artis saja!" kilah Reno.
"Memang artis, kok!" Ratna menjulurkan lidah ke Reno, meledek seperti bocah ingusan.
"Sudah, ah. Jangan berantem, sudah pada gede masih ajah kayak bocah," gerutu Mama mertuaku sambil merangkul Ratna dengan manja.
"Mau ngundang siapa ajah? kira - kira berapa orang?" Reno meraih sebuah pulpen dan selembar kertas. Biar bisa diperhitungkan budget yang akan dikeluarkan.
"Reza, kamu bisa bantu berapa?" tanya Ibu mertua.
Mas Reza tak menggubris, dia sibuk berselancar di sosial medianya.
"Mas ditanyain, Mama tuh, kok diam saja." Kucolek bahu imamku, namun tak ada respon.
"Mas ... !" pekik Ratna.
"Gak ada!" singkatnya.
"Ayolah, Reza. Kasian adikmu, besok hari spesialnya. Jangan sampai terlewatkan," bujuk Ibu dengan nada memelas.
"Ngapain sih, rayain ulang tahun segala. Harusnya tuh, banyakin berdo'a biar makin tua makin baik, ini kok makin tua malah tambah ngerepotin," Mas Reza ngedumel, tak setuju jika acara ulang tahun adiknya benar-benar dirayain di hotel.
"Reza!" bentak Ibunya.
"Biar Reno yang bantu sepuluh juta, sudah gak usah ribut," pungkas adik lelaki Mas Reza, Ratna tersenyum sumringah.
"Reno, pikir lagi, itukan modal usaha yang kamu kumpulkan, gak sayang kalau habis begitu saja," protes Reza. Reno memang tidak tegaan, jika sudah ibunya yang meminta.
"Gak, pa pa, Mas. Nanti juga bisa dicari lagi,"Pasrah Reno.
"Ih, Mas Reza. Kok, kamu sih yang keberatan. Diam aja deh," Ratna mencebik.
"Tega kamu sama Reno, selama ini liat sendiri kan bagaimana Reno kerja serabutan siang malam mengumpulkan modal untuk usaha," geram suamiku.
Ratna membuang muka, Ibu mertua cuma terdiam, melihat perseturuan anak - anaknya hanya karena keinginan anak bungsunya merayakan pesta ulang tahun secara mewah.
***
"Mas apa sebaiknya kita bantu pesta ulang tahunnya Ratna? Kasian saja liat ibu bingung," usulku setelah Mas Reza baru saja pulang dari mesjid.
"Ibu sama Bapak itu terlalu memanjakan Ratna, ya akhirnya begini jika keinginannya tak terpenuhi, ngambeklah, tak mau tahu uangnya dari mana yang penting bisa bergaya. Eneg aku lihat gayanya yang mirip tante - tante," Mas Reza mengomel, sebisa mungkin aku menahan tawa.
"Hus, Mas nanti kedengeran Ratna."
"Biarin," cuek Mas Reza menghempaskan badannya ke kasur empuk.
"Jadi, Mas setuju gak mau bantuin Ratna?" Aku mengulang pertanyaanku tadi.
"Kamu tuh ya, masih mau bantuin Ratna padahal omongannya tadi itu sangat keterlaluan, terbuat dari apa sih hati kamu?"
"Gak usah gombal," berusaha terlihat biasa - biasa saja mendengar pujiannya padahal dalam hati berbinar - binar.
"Siapa yang gombal?" Mas Reza menarik hidungku, aku makin berbunga - bunga.
Pekerjaan Mas Reza sebagai karyawan swasta dengan gaji UMR membuat kami perlu berhemat, uang untuk mengontrak rumah kami tak pernah kurangi. Namun setelah Ibu mertua minta tolong, mungkin bisa kami pertimbangkan lagi.
"Jangan Andine! itu uang susah payah aku tabung untuk kita berdua, biar bisa ngontrak rumah. Sudah, Ratna tak perlu dipikirkan, sampe kapan dia akan terus - terusan bersikap kekanak-kanakan." Mas Reza menolak mentah - mentah usulanku, aku hanya bisa pasrah.
"Kalau begitu kita cari kado saja buat adikmu itu."
"Oke, tapi - "
"Tapi apa Mas?"
"Kadonya gak usah yang mahal, belum tentu juga dia senang," Keluhan Mas Reza, aku menarik nafas dalam - dalam.
***
Menjelang sore Ibu mertuaku sudah mulai sibuk di memasak, aku berniat membantunya. Saat melangkah menuju dapur, mataku tak sengaja tertuju pada Ratna yang sedang asyik bermain gawai di atas sofa dengan headset di telinganya, sementara mulutnya sibuk mengunyah cemilan.
"Lagi masak apa, Ma. Aku bantu ya?"
Ibu mertuaku meletakkan sekantong sayuran dan sebuah baskom ke atas meja dapur tanpa berkata apapun, ekspresinya sulit kutebak. merajukkah atau mungkin memang pembawaannya yang seperti itu?
Untuk masakan harian di rumah tentu saja aku bisa, tapi untuk masakan hajatan pastilah berbeda. Sayuran kubersihkan lalu memasaknya untuk hidangan makan malam. Setelah semua lauk matang Ibu mertua memanggil untuk makan bersama.
"Wangi banget, masakan siapa? Aromanya berbeda dari biasanya," ucap Bapak Mas Reza.
"Menantu baru Papa - lah," Puji Mas Reza menyendok makanan ke piringnya.
"Loh, katanya gak bisa masak!" sindir Ratna.
"Kalo masak buat hajatan, aku belum pernah. Biasanya pakai catering kalo acara di rumah," jawabku menatap isi piring Ratna yang membumbung tinggi."Gila, cantik - cantik makannya banyak amat kayak kuli bangunan," gumamku tertawa dalam hati.
"Sok kaya, pakai catering segala," decih adik iparku.
"Sayang, makan ya." kode Mas Reza untuk tak merespon ucapan Ratna lagi.
"Sudah aku reservasi nih Hotel Miranda untuk acara ulang tahun Ratna besok," Reno mengangkat gawainya, Ratna tersenyum bahagia penuh kemenangan, Mas Reza menggeleng.
"Hotel Miranda? Itukan Hotel bintang lima, pastinya mahal banget," Lirihku dalam hati.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 41 Episodes
Comments