4. Dua Hati Berbeda

🌼 Maharani

Aku masih terdiam. Duduk di kursi teras tepat di posisiku pagi tadi. Sudah berapa lama? Aku bahkan tidak ingat melihat waktu. Ucapan mama mertuaku benar-benar mengusik pikirku.

Aku memang bukan perempuan yang menarik. Bukan secara fisik. Aku cantik. Setidaknya itu yang selalu dikatakan orang-orang di sekitarku. Aku bukan perempuan menarik yang bisa membuat mas Eza dengan cepat mencintaiku.

Kami memang dipertemukan melalui perjodohan. Tanpa proses pacaran untuk saling mengenal, kami diikat dalam janji suci pernikahan. Tidak ada yang salah dengan itu. Ini syariat yang diajarkan agamaku. Namun, kalau saja aku pandai memikat suamiku, tentu dia sudah begitu mencintaiku saat ini.

Aku tidak pandai memikat. Tidak bisa menggoda suami. Bahkan mungkin, pelayananku terhadap kebutuhan mas Eza kurang memuaskan baginya. Aku memang bo doh. Entah sudah keberapa kalinya aku mengutuki diriku sendiri.

Terlebih saat mama mertua bertanya, "Sebelum Eza pindah ke Surabaya, berapa kali kalian berhubungan dalam seminggu?"

Sembari tersipu aku menjawab, "Satu sampai dua kali sebulan Ma.."

"Apa? Dalam sebulan?? Ya ampun Rani.. Padahal kalian itu masih bisa dibilang pasangan pengantin baru.."

Lalu berapa kali yang benar? Entahlah.

Selama ini aku selalu berpikiran positif, Mas Eza mungkin kelelahan bekerja. Aku sungguh tidak pernah keberatan tentang ini sebelumnya. Tapi kini batinku terusik.

Apakah sebegitu enggannya suamiku menyentuhku? Bahkan kurang dari batasan intensitas normal pengantin baru dalam berhubungan badan? Apa karena aku tidak bisa mengimbanginya? Apa aku benar-benar tidak menarik di matanya? Apa karena melihat penampilanku yang biasa saja ini tidak membangkitkan gair ahnya?

"Mama bukannya mau mengkritik cara berpakaian kamu." Lagi-lagi ucapan mama tadi pagi kembali tengiang di kepalaku. "Pakaian kamu sopan dan sederhana. Tapi alangkah lebih baik kalau pakaian ini kamu pakai waktu keluar rumah saja. Saat Eza pulang nanti, kenakan baju-baju pendek yang sedikit terbuka. Tidak apa, jangan malu. Eza suamimu. Jangan lupa juga pakai parfum, dan sedikit riasan agar tidak terlihat pucat."

Aku menyambar ponselku yang tergeletak di meja bundar di sisiku duduk. Menatap gambar suamiku di layar 6 inci itu beberapa detik lamanya. Mengagumi garis ketampanannya yang berasal dari hidung mancung dan rahang kokoh penuh pesona.

Lalu beralih ke mesin pencari, dengan mengetik kata kunci 'contoh baju rumahan yang sek si'. Dan tampillah beberapa gambar dress yang memang jauh berbeda dengan style yang biasa kupakai.

Dalam keseharianku di rumah, aku lebih suka memakai kaos oblong gombrong dengan celana panjang. Dan rok panjang dengan kemeja saat akan pergi keluar rumah. Aku belum mampu memantapkan hati untuk berhijab. Namun demikian, aku pula tidak pernah dan tidak punya pakaian pendek dan kurang bahan.

Aku juga mencari tutorial merias wajah secara natural. Bagaimana cara memikat suami. Bagaimana cara menumbuhkan benih cinta pada pasangan kita. Dan ternyata begitu banyak yang harus berubah dalam diriku.

Masih ada waktu untuk mempelajarinya. Setidaknya, jika mas Eza pulang hari sabtu ini, dia sudah bisa melihat diriku yang berbeda. Lebih menarik. Lebih cantik. Ya, aku harus berubah kalau mau rumah tanggaku tidak hambar terus seperti saat ini.

...----------------...

🌼 Bian

Hari ini jadi hari yang sibuk untukku. Di kantor, banyak sekali pekerjaan yang harus aku selesaikan. Tumpukan file audit keuangan sebuah perusahaan yang baru-baru ini menjadi klienku. Perusahaan tersebut meyakini ada penyelewengan dana yang dilakukan oleh oknum dalam, yaitu oleh staf keuangannya sendiri. Membuat si empunya perusahaan menyewa jasa akuntan publik untuk menelitinya. Secara diam-diam tentu saja.

Yaps, Aku bekerja di PT. KAP, sebuah perusahaan Akuntan Publik. Sesuai dengan pendidikan sarjana dan magisterku. Pekerjaan disini benar-benar sesuai passionku. Head of Accounting. Posisi karir yang kuraih saat ini, tak jauh dari istilah hasil tidak akan pernah mengkhianati kerja keras.

Aku harus bekerja dengan cepat kalau mau pulang tepat waktu. Sore ini aku janji akan menemani Marko, Indah, dan Ziva membeli seragam dan peralatan sekolah. Terutama untuk Marko yang beberapa bukunya sudah rusak akibat ulah Be de bah berseragam. Haissh.. aku masih saja emosi mengingat wajah kakek-kakek itu.

And another good news, Oland juga mau menemaniku pergi sore ini... Yeayness !!

Hari ini sudah dua bulan aku berpacaran dengan Oland. Aku bisa merasa Oland tidak menyukai kegiatanku di sekolah Harapan. Berkali kali aku mengajaknya ikut mengajar tiap sabtu dan minggu, tapi dia selalu menolak dengan berbagai alasan. Karena itu, hari ini dia mau menemaniku belanja kebutuhan sekolah anak-anak aku seneng banget. Momen langka.

Aku memutar playlist musik dari laptopku. Bekerja tanpa suara musik? Nolep! Entahlah.. Kalau ada orang yang bisa berkonsentrasi bekerja atau belajar dalam suasana hening, aku justru gak bisa. Maunya ada suara lagu lagu pop mellow yang mengalun. Baru otak bisa muter dan kerjaan lancar jaya.

Oland. Orlando Frans Dirgantara adalah kakak tingkatku dulu di kampus pasca sarjana. Dia ganteng, idola semua mahasiswi sejagad kampus. Dulu aku hanya sebatas mengaguminya. Eh, lama-lama jatuh cinta. Hihi.. Tapi hanya cinta dalam diam. Secret admirer.

Karena aku sadar diri, cewek berlatar belakang suram sepertiku sangat berbeda kasta dengannya. Keluarga Oland pemilik bisnis properti yang cukup sukses. Sedangkan keluargaku? Tidak ada bibit, bebet, dan bobotku yang bisa kubanggakan. Jauh dari definisi keluarga sehat dan bahagia.

Tanpa kusangka, pendekatan Oland yang berawal dari DM di instagram jelas kusambut dengan tangan terbuka. Dan berlanjut hingga dua bulan lalu kami resmi berpacaran. Happy? Banget lah.. Oland adalah makhluk ter-romantis, ter-sweet, ter... idaman laah pokoknya. My dreamy crush.

"Senyum-senyum wae neng.. lagi happy?" seloroh Ocha, yang baru saja masuk ke ruanganku tanpa mengetuk pintu. Seperti biasa. Ya.. sahabatku sejak kapan tau ini juga jadi teman kerjaku. Lebih tepatnya stafku.

"Iya dong.." jawabku santai. Tangan dan mata tetap berkonsentrasi penuh pada lembaran catatan keuangan perusahaan rekanan.

"Ada apaan sih? Cerita dong..."

"Nanti aja Cha.. aku lagi dikejar deadline nih.."

Tanpa melihat, aku bisa tau Ocha yang saat ini sedang mencibirku. "Oke bu bos.. Oiya, ini laporan keuangan PT. ASD yang sudah kukerjakan. Bisa diperiksa dulu sebelum aku email ke klien?"

Aku mengangkat wajahku hingga bersitatap dengan Ocha. "Urgent gak?"

"Kata Pak Alex sih sebelum sore sudah harus diterima emailnya. Soalnya PT. ASD mendesak minta dilakukan stok opname dalam bulan ini."

"Aduh !" Aku menepuk-nepuk jidatku tanda frustasi yang makin menjadi. "Aku hari ini lagi gak pengen lembur.." gumamku dengan nada pasrah.

"I'm sorry, boss.. I can do nothing to help you. Bye.." Ocha, si teman gesrek itu melambaikan tangan sembari meninggalkan ruanganku. Aku bisa melihat senyum jahil menghiasi wajahnya yang sableng itu.

Oke, Gak ada waktu untuk mengeluh. Cepat kerja. Kerja. Kerja. Kerjaaa..

...----------------...

🌼 Eza

Malam ini, sebelum pulang ke kostan, kuputuskan untuk berjalan-jalan ke mall sendirian. Usai menunaikan sholat maghrib di mushola kantor, aku melajukan motor maticku ke mall yang paling dekat dengan kantorku.

Sesampainya di mall, aku langsung berkeliling mencari gerai pakaian muslimah. Tak kuhiraukan perut lapar yang mulai melilit perih karena tak kunjung diisi. Aku tidak terbiasa makan sendiri di tempat ramai seperti mall ini. Canggung. Pikiranku saat ini hanya ingin cepat -cepat menemukan gamis untuk kado ulang tahun mama, lalu pulang secepatnya ke kostan dan makan.

Siang tadi, Rani, istriku mengirim pesan chat. Dia mengingatkanku bahwa hari minggu ini adalah hari ulang tahun mama. Hampir saja terlupa. Padahal aku berniat tidak pulang ke Jember minggu ini. Minggu lalu aku sudah pulang, meski hanya menginap semalam.

Weekend yang seharusnya kumanfaatkan untuk pulang ke rumah, namun faktanya saat hari itu tiba mendadak daya tarik kasur sangat kuat. Aku hanya ingin istirahat dan merebahkan diriku saja seharian di kost-an. Melepaskan penat setelah seminggu bekerja dan bertemu klien dengan berbagai watak. Sedikit yang sabar, namun lebih banyak yang menguras emosi.

Mama selalu meneleponku setiap sabtu. Bertanya apa aku pulang atau tidak. Beliau mungkin bingung kenapa aku tidak langsung rindu rumah, padahal ini pertama kalinya aku tinggal jauh dari mama.

Berbeda dengan Rani. Maharani, istriku. Dia tampak tenang saja aku pulang atau tidak pulang. Dia seakan memahami kelelahanku, jika aku harus memakai weekend yang sejatinya hari libur untuk rehat, tapi malah melakukan perjalanan jauh Surabaya - Jember.

Rani memang pengertian. Perhatian. Dia juga baik dan manis. Pandai memasak. Rajin ibadah. Sangat bisa diandalkan untuk menjaga mama, terutama saat aku bekerja jauh dari rumah seperti sekarang ini. Begitu sempurna wanita itu sebagai istriku.

Kalau sudah begini, jangan tanyakan padaku kenapa aku tidak bisa mencintai istriku. Karena aku pun masih mencari alasan kenapa aku tidak atau belum bisa mencintai Maharani. Hatiku seperti sebongkah batu es di antartika. Sedikitpun tak meleleh oleh kehangatan yang ditawarkan Maharani.

Bahkan sebulan pindah ke Surabaya dan hanya pulang satu kali, tidak ada rindu yang kurasa. Aneh kan?

Setelah mengitari mall hampir setengah jam lamanya, dan sudah 'menjarah' lebih dari tujuh butik pakaian muslimah, akhirnya aku menemukan gamis yang kurasa sesuai dengan mama.

Gamis berbahan sifon warna coklat muda. Ada pita renda yang melingkar di bagian bawah menambah manis model gamis secara keseluruhan. Setelan khimar panjang warna senada juga melengkapi penampilan gamis tersebut.

Aku mengambil dua gamis. Satu untuk mama, satu lagi untuk Rani. Kalau aku ingat ingat, jarang sekali, bahkan hampir tidak pernah aku membelikan baju untuk Rani.

Oke, bungkus.

Sekarang waktunya take away makanan untuk dimakan di kostan. Setelah itu meluncur pulang. Aku sudah gerah memakai kemeja dan celana kerja seharian. Tidak sabar ingin segera mengguyur tubuh ini dengan air hangat.

Sesampainya di food court, aku memilih restoran iga bakar penyet yang mendadak menjadi favoritku sejak aku tinggal di Surabaya. Daging iga yang gurih dan empuk, dengan bumbu yang pas, dan sambal pedas. Hemmm.. mamamia lezato..

Sembari menunggu, mataku mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru. Kemudian terpaku di salah satu meja tak jauh dari tempatku berdiri. Sesosok wanita dengan tiga anak kecil yang wajahnya familiar, tapi aku lupa nama anak-anak itu. Kalau wanita itu, tentu saja aku ingat betul namanya.

Sesosok wanita yang bukan istriku. Namun mampu mengenalkan aku pada rasa rindu bila sebentar saja tak bertemu.

Sepertinya aku mulai gila.

Ah, tidak.

Aku sudah gila.

Gila karena sesosok Biani Andrea.

...****************...

🌼 Happy reading 🌼

Yang suka, tolong like, komen, dan tambahkan ke favorit kamu yaa 😉

Terima kasih, reader baikkuu semuaa..

Terpopuler

Comments

@⍣⃝𝑴𝒊𝒔𝒔Tika✰͜͡w⃠🦊⃫🥀⃞🦈

@⍣⃝𝑴𝒊𝒔𝒔Tika✰͜͡w⃠🦊⃫🥀⃞🦈

Ya Allah kasihan betul si Maharani...aku kok jd nangis Thor... punya suami yang hanya memanfaatkan dia untuk mengurus mamanya tanpa ada cinta dr suaminya sedikit pun...malah sang suami mencintai wanita lain...😭

2021-12-16

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!