2. Fans No.1

Ada revisi di bab 1 , boleh dibaca ulang biar gak bingung di bab 2 dan selanjutnya yaa.. 😚

...****************...

Bian POV

Sumpah. Hari sabtu macam apa ini, aku gak habis pikir. Sudah lah dari pagi moodku kacau. Oland, pacarku yang berjanji akan menemaniku bertemu anak-anak di sekolah Harapan, mendadak membatalkan janji di menit terakhir.

Lalu klien endorse yang 'lagi-lagi secara mendadak' melayangkan komplain kalau mereka tidak puas dengan foto yang kukirimkan. Mengharuskanku take ulang di hari minggu besok. Perfect. Mingguku yang sibuk, akan jadi bertambah sibuk.

Belum lagi kemarin lusa aku berurusan sama petugas satpol PP yang menggusur rumah salah satu anak didik di sekolah Harapan. Meskipun ini bukan pertama kalinya aku berurusan dengan preman berseragam itu, tapi adu mulut saat itu berhasil mengacak-acak emosiku.

Eh wait, hampir lupa. Ada variabel lain yang juga mengacak-acak perasaanku. Seorang lelaki tampan dengan suara bass yang aduuh.. mempesona sekali.

Oke, forget it. He is just a random variable in a random situation.

Sore ini sekedar untuk melepas penat, aku ingin menghabiskan waktu dengan sahabatku, Ocha. Dia orang yang rame, seru, biang ghibah, tapi dia selalu bisa dipercaya untuk menyimpan segudang keluh kesahku. Dia sahabat baikku yang paling mengenalku luar dalam, depan belakang.

Kami memilih tempat bertemu di Revoir Cafe. Kafe langganan kami yang letaknya lumayan jauh dari rumah. Karena pengunjung yang tidak terlalu ramai, dan kafe yang desainnya lumayan estetik membuat kami menyukai kafe ini. Sesekali aku juga pernah melakukan photo session untuk produk endorse ku di sini.

"BIAAN... disini." Aku melihat Ocha di meja tengah ruangan outdoor. Cewek itu melambaikan tangannya dengan senyum lebar dari telinga ke telinga.

Aku menghampirinya dan langsung mendudukkan diri di depannya.

"Lama banget sih.." Ocha langsung melancarkan protesnya. Maklum, kami janji bertemu jam 4 sore. Tapi aku terlambat dan baru sampai jam 5.28 sore. Hihii..

"Yaa maap.. itu tadi anak-anak udah jam pulang tapi masih betah. Masih mau pada cerita aja." ujarku beralasan. Tanganku melambai ke arah waiter yang kebetulan lewat.

Waiter itu menyodorkan buku menu. Tanpa melihat buku menu itu aku sudah tahu apa yang ingin kupesan. "Hot chocolate dan toast coklat keju ya, mas.. Banyakin margarin dan kejunya, terus toast nya jangan terlalu garing."

"Siap mbak.."

"Hem.. menu andalan dimana pun tempatnya yaa neng.." Ocha mencibir.

Aku hanya tersenyum menanggapinya. Seraya mengeluarkan ponselku memeriksa chat masuk yang kuabaikan sejak berada di sekolah dan selama di perjalanan tadi.

"Eh, gimana kabarnya penggusuran kemarin?"

"Yah gitu deh.. Aku tuh kasian sama Marko. Udah lah rumahnya dibongkar paksa, buku-bukunya dirusakin.. Emang bang sad tuh oknum. Kudu tak bejek-bejek aja tuh orang." aku masih bersungut-sungut tiap kali ingat kejadian kemarin lusa.

"HahaHaa.. emang petugas itu ga mempan liat muka kamu? Hombreng kali dia.. Biasanya kan cowok-cowok langsung jinak setiap kali liat kamu.." si Ocha malah gagal fokus.

"Cowok apaan?? Udah kakek-kakek tuh orang." jawabku kesal.

"Pantesan....."

"Lagian Marko maksa masuk cuma mau ambil buku-bukunya aja, tapi dia kasar sampai dorong -dorong Marko. Ya udah dong aku maju.. Eh mau digampar juga sama tuh kakek-kakek.."

"Oh ya? Bisa masuk pasal penganiayaan itu.." sulut Ocha tak kalah sengit.

"Tapi untungnya ada cowok yang nolongin. Langsung nangkap tangannya tuh kakek. 'Hap! Tolong jangan kasar sama perempuan dan anak-anak. Anda kan aparat. Bukan preman' Ciiiihh keren banget dia Cha... Coba kamu ada disitu.." sekarang giliranku yang gagal fokus. Sampai mengulang kalimat pria itu dengan suara bass yang dibuat-buat.

"Rekam terus viralin harusnya Bi.."

"Gak kepikiran buat ngrekam-ngrekam gitu Cha.. Orang pas aku dateng tuh kondisinya udah chaos banget." sahutku bersamaan dengan datangnya waiter membawakan pesananku, toast dan coklat panas yang masih mengepulkan asap. Heemm sedaap..

"Gemes banget.. ada gitu oknum bar-bar berseragam.. Ngebelain yang berduit, yang kagak berduit diinjek-injek." Ocha masih panas rupanya.

Aku santai saja menikmati toast yang masih hangat. Dengan lumeran coklat dan parutan keju. Rasa manis dari coklat, gurih dari keju dan margarin, roti yang empuk dan lembut. Ditambah coklat panas yang manis plus pahit sebagai rasa otentik coklat asli. Paduan lengkap for boosting my mood.

"Weekend gini kamu gak ada acara kemana gitu sama Oland? Anyep banget.." seloroh Ocha.

"Enggak.. Lagi ngumpul sama teman-temannya dia." jawabku santai.

Kafe yang tadinya sepi, selepas maghrib jadi semakin ramai. Sebagian besar mereka datang berpasangan, dan ada juga yang serombongan banyak orang. Weekend di tanggal muda emang, pantaslah..

"Ihh Gaje banget, malming gini malah ngumpul sama temen. Kamu gak ngamuk gitu Bi?"

"Enggak.. Biarin aja. Katanya ada temennya yang baru dateng dari Jember. Jarang-jarang bisa kumpul. Besok temennya udah balik lagi ke habitatnya. Jadi ya seharian ini Oland mau nemenin temennya itu."

"Temennya cewek apa cowok??"

"Cowok laah.." Aku mendecih sebal. Ya kali aku gila biarin my Oland nemenin temen ceweknya seharian.

"Hehe.. Kirain kamu udah gak waras kalau biarin Oland jalan berdua sama temen ceweknya." Ocha nyengir. "Nasibmu Bi.. Bi.. Baru juga dating sebulan. Masih anget-angetnya tuh.. Eh udah ditinggal jalan sama temen-temennya.."

"Ya udah biarin aja sih.. Aku gak masalah. Aku kan juga ga mau terlalu posesif sama Oland, Cha.. Yang ada ntar dia ilfeel lagi sama aku.."

"Ehhemm.." sebuah deheman dengan tipe suara berat dan ngebass mampir di telinga kami. Aku dan Ocha serempak menoleh ke sumber suara. Seorang cowok tampan berdiri di dekat meja kami.

"Hai Bian.." sapa cowok itu. Aku mengernyitkan dahi. Serasa tidak asing tapi aku lupa. Siapa dia dan dimana aku pernah melihatnya?

Cowok itu memakai celana jeans belel dengan kaos hitam. Casual dan santai. Aku sempat melirik, dia sebelumnya ada di meja sebelah kami, tapi dia sudah pergi beberapa menit lalu. Tapi kok sekarang balik lagi kesini? Datengin mejaku pula..

"Senang bisa ketemu sama kamu lagi." ujar cowok itu lagi. Senyumnya merekah. Tampan. Keren. Dari sudut mataku, aku bisa melihat Ocha meringis dengan centilnya menatap cowok itu. Haiishh.. dasar Ocha! radar cowok cakepnya selalu berfungsi dengan kecepatan maksimal.

Oh, wait! Suara bass itu.... aku ingat.

Refleks aku berjingkat. Bangkit dari kursiku. "Mas yang kemarin bantuin aku kan? Pas ribut sama satpol pp?" aku tidak bisa menutupi rasa senangku. Bertemu lagi dengan cowok ini benar-benar di luar ekspektasi. Kalau kemarin aku bertemu dengannya memakai kemeja dan celana formal ala budak corporate, malam ini dengan pakaian casual dia terlihat semakin ganteng. Keren. Ah...ampuun. Inget Oland, Bi.. inget..

"Aku belum sempat bilang terima kasih kemarin.." sambungku.

"Oh, ini mas-mas yang kamu bilang keren itu, Bi.."

Si*al, ini Ocha mulutnya ga pake filter apa? Kan malu.

Cowok itu tersenyum semakin lebar. "Gak nyangka bisa ketemu lagi sama kamu."

Kini ku ingin hentikan waktu

Bila kau berada di dekatku

Bunga cinta bermekaran dalam jiwaku

'Kan kupetik satu untukmu

(Adera, Lebih Indah)

Lagu yang mengalun dari sound kafe seperti soundtrack yang mengiringi pertemuanku dengan cowok ini.

"Kenalin mas, aku Ocha temannya Bian." si Ocha tanpa sponsor, tanpa iklan apa-apa langsung aja ngenalin diri sendiri. Lah dikata aku gak pengen kenalan apa.. Ups!

"Hai, Ocha.. Aku Eza."

Oh... namanya Eza. Iya.. iyaa.. senyumku ini tarikan sudutnya sudah melebihi batas normal, aku tahu. Tapi ini refleks kok. Sumpah. Ga ada niat nakal. Hatiku cuma untuk Oland.

"Bi.. Bian.." Eza menatapku yang terlihat tercenung saja namun dengan senyum lebar menghiasi wajah bo dohku ini. Nah kan.. jadi keliatan be go depan mas Eza kalau gini sih..

"I-iya mas?" jawabku tergeragap.

"Boleh aku gabung di meja kamu?"

"Boleh kok.." jawabku.

"Boleh banget mas.." jawab Ocha bersamaan denganku.

'Ga pake banget kali Cha.. Gak ada jaim-jaimnya jadi cewek.. Heran..'

"Makasih." mas Eza menarik kursi di samping kananku. Lantas duduk setelah menyampirkan tas laptopnya di sandaran kursi.

"Tadi masih sepi. Aku tinggal sholat maghrib sebentar di mushola kafe, pas balik udah full aja mejanya.." mas Eza menjelaskan kronologi tanpa kami tanya. Pantas saja tadi aku sudah liat dia pergi.. Eh balik lagi.

"Gimana kabarnya anak yang kemarin itu? Kalau boleh tau, dia siapanya kamu?" tanya mas Eza lagi.

"Oh namanya Marko. Dia sama keluarganya sementara pindah ke rumah saudara bapaknya. Marko itu salah satu anak didik di sekolah Harapan.." terangku.

"Nama aslinya sih Komar.. Komarudin." sela Ocha. Kulihat mas Eza mengernyit. Membuat Ocha menjelaskan lebih detil lagi tentang sejarah nama Marko.

"Jadi karena namanya Komar, temen-temennya kan manggil Mar-Komar, gitu.. tercentuslah ide ganti namanya biar lebih beken dan kekinian jadi Marko.."

mas Eza dan Ocha tergelak. Aku hanya tersenyum sambil menggeleng. Sungguh penjelasan yang tidak penting.

"Kamu guru SD, Bi?" tanya mas Eza lagi.

"Engga mas.. bukan. Cuma bantu-bantu ngajar anak-anak aja.." aku menjawab.

"Gini mas Eza.." Ocha lagi-lagi menyambar. Membuatku ketar ketir tentang cerita apa lagi yang akan ia buka dengan gamblang di depan orang 'asing' ini.

"Bian ini nama lengkapnya, Biani Ibu Peri Andrea. Dia suka banget tuh nolongin anak-anak jalanan. Ngajar di sekolah darurat, ngasih pendidikan buat anak-anak pengamen, pengemis, copet, preman cilik.. yaa.. anak-anak yang gak punya niat sekolah dan masa depan suram gitu deh, mas.."

Aku menepuk lengan Ocha. "ih kamu ngomongnya kok gitu sih Cha. Masa depan kan bisa diubah asal ada usaha dan takdir mereka siapa yang tau ke depannya bakal gimana. Mereka kayak gitu juga kan karena terhalang biaya. Terus ga ada edukasi dari orang tuanya juga.. Ya wajar laah.."

"Iyaa.. iyaa, ibu peri.. Maapkan daku yang asal ngemeng.." Ocha balas mencibirku. Ku lirik mas Eza terus tersenyum. Tatapannya tajam menghujamku. Membuatku salah tingkah.

Mas Eza kembali menatapku. "Jadi kamu ngajarin anak-anak spesial itu di sekolah Harapan?" aku mengangguk.

"Boleh aku tau dimana sekolah itu?"

"Sekolah itu cuma sebutan, mas.. Aslinya sih gak ada bangunan sekolahan seperti pada umumnya." jawabku. "Kami sih belajarnya bisa di balai desa, di lapangan, di bantaran sungai.. tergantung sikon gitu deh mas.."

"Wah.. Kamu keren banget. Aku kagum.." mas Eza tersenyum penuh arti. Membuatku salah tingkah.

"Kamu selebgram, tapi kenapa ga ada konten tentang anak-anak didik kamu itu di akun sosmedmu?" tanya mas Eza lagi. Eh, wait.. artinya mas Eza sudah stalkingin aku dong?

"Dia itu gak mau pamer mas.. Ga mau niat baiknya dianggap pamrih.." sambar Ocha lagi.

"Wah.. Gak salah berarti aku ngefans sama kamu ya Bi.."

"Eh?" aku menaikkan alis. Terkejut dengan ucapan mas Eza.

"Mulai sekarang, aku fans nomer 1 kamu." ujar mas Eza dengan senyum terulas. Aku kembali terbengong mendengarnya. "Mungkin aku bukan fans pertama kamu, tapi aku pastikan aku fans nomer 1 yang akan dukung dan percaya sama kamu apapun yang kamu lakukan."

...****************...

🌼 Happy reading..

Semoga sukaaa

Terpopuler

Comments

@⍣⃝𝑴𝒊𝒔𝒔Tika✰͜͡w⃠🦊⃫🥀⃞🦈

@⍣⃝𝑴𝒊𝒔𝒔Tika✰͜͡w⃠🦊⃫🥀⃞🦈

mulai ni

2021-12-16

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!