Apabila datang musim hujan, jalan di hutan yang sebagai lokasi untuk penanaman bibit tentu akan becek dan licin, berlumpur dan liat. Dinda dan kawan-kawan menggunakan sepatu boots yang difasilitasi oleh perusahaan.
Di saat-saat lokasi seperti itu, sangat sulit untuk berjalan. Terkadang terpeleset dan bahkan terjatuh. Tapi tidak sedikit teman-teman yang simpati kepada Dinda, untuk membantu dan menolongnya.
Waktu terus berjalan. Sore pun telah tiba. Setelah sholat maghrib, tampak kantin penuh sesak dengan karyawan yang mengantri untuk makan malam. Dinda hanya melihat dari pintu kamarnya.
Kemudian Dinda menoleh ke arah kantor, dilihatnya mas Nuel yang berdiri di teras kantor melambaikan tangannya ke arah Dinda. Melambaikan tangan untuk memanggil Dinda.
Dinda berjalan memenuhi panggilan Nuel. Nuel yang masih berdiri di teras kantor menunggunya untuk sampai di sana, lalu mengajaknya masuk ke dalam kantor.
"Masuk Dinda. Bergabung di sini lho … daripada bengong di sana ...,"
Hanya dengan tersenyum, Dinda mengikuti Nuel masuk.
Dilihatnya beberapa orang sedang menikmati minuman masing-masing. Ada yang minum kopi, kopi susu, atau teh. Mereka saling berbincang-bincang satu sama lain.
Yang berperawakan sedang agak gemuk namanya pak Hadi, yang tinggi jangkung bernama pak Yono, dan yang perawakan sedang rambut agak ikal bernama pak Adam.
Mereka semua itu bekerja sebagai pengawas di lapangan.
"Dinda mau minum apa, Din?" Tanya pak Yono menawari Dinda minum.
"Biar dibuatkan sama pak Adam sekalian," kata pak Yono dengan pelan.
"Makasih pak. Biar saya bikin minum sendiri saja," jawab Dinda yang masih setia berdiri di ruangan itu.
Tapi sudah duluan dengan Adam memberikan Dinda gelas yang berisi minuman susu. Dinda dibuatkan susu sama Adam.
"Ini Din, aku buatkan susu, nggak aku taruh kopi. Kan biasanya cewek nggak suka minum kopi." Adam memberikan segelas susu kepada Dinda.
"Waduh merepotkan nih jadinya, makasih ya pak."
Dinda menerima gelas dari tangan Adam.
"Nggak apa-apa Din, wong Adam juga senang kok direpotin." Kata pak Yono sambil senyum-senyum.
"Apalagi sama gadis seanggun Dinda." Timpal pak Hadi lagi, sambil matanya lirak-lirik ke arah Adam.
Semua orang di ruangan itu tersenyum- senyum seolah memberi semangat dan dukungan kepada Adam untuk mendekati Dinda.
Tapi bagi Dinda itu merupakan basa-basi mereka saja. Dinda nggak ambil pusing.
*****
Pov. Adam.
Beberapa hari yang lalu, awal mula aku melihat Dinda.
“Pak Nuel, dengar-dengar ada karyawan baru, perempuan katanya. Mana itu orangnya pak?”
Tanyaku kepada pak Nuel. Untuk memastikan benar apa tidaknya info itu. Soalnya kami mendengar berita itu pas masih bekerja di lapangan.
Tapi dari seminggu yang lalu pak Nuel sudah sering membicarakan kalau akan ada masuk karyawan perempuan.
“Pokoknya kalau perempuan beritanya cepat menyebar,” kata pak Hadi.
“Coba kalian lihat, yang berdiri disana!” kata pak Nuel kepada orang-orang yang ada di kantor, sambil menunjuk ke arah Dinda yang sedang berdiri didepan pintu kamarnya.
Akupun spontan melihat ke arah yang ditunjukkan pak Nuel. Ku lihat Dinda yang sedang berdiri di depan mess, lalu berjalan ke arah kantor.
Dinda berbadan langsing tinggi, rambut hitam bergelombang panjang sebahu, berjalan gemulai. Tampak begitu anggun.
Tanpa kusadari Dinda sudah sampai di pintu kantor. Kulihat jelas, alis matanya tebal, pandangan matanya sayu, senyumnya yang manis menghiasi bibirnya menyapa kami semua yang ada di kantor, dengan suaranya yang empuk lagi halus.
Saat telapak tangan kanannya menempel di tanganku, untuk bersalaman, “dag.. dig … dug… dag… dig … dug…” jantungku benar – benar mau melompat keluar.
Dan malam ini,
Mataku seperti ada magnetnya, eh.. maksudnya Dinda yang mempunyai magnet, sehingga mataku tidak bisa lepas dari memandangnya.
Aku menjadi salah tingkah. Untuk menghilangkan kegrogianku, aku membuatkan minuman susu untuknya walaupun tanpa disuruh pak Yono.
“Dinda, mengapa aku tidak bisa melepaskan pandangan mataku darimu? Hanya dengan melihatmu saja sudah memporak porandakan suasana batinku yang tadinya tenang dan sunyi.
Ditambah lagi dengan omongan orang-orang ini, yang seolah-olah mendukung untuk mendekatkan aku dengan mu, Dinda.
Mungkinkah aku suka dan tertarik kepadamu, Din.
Hah… masak iya sih.
Dinda! Dinda! Asal kamu tahu! Aku harus mendapatkanmu! Kamu harus bertanggung jawab dengan apa yang aku rasakan ini!
Karena telah mengusik ketenangan batinku!” batinku meronta, menjerit.
“ Dinda, mengapa kamu begitu anggun?”
Wanita seperti kamulah yang kucari. Semua kriteria yang kucari ada padamu.
Malam semakin larut, pukul 10.00 saatnya untuk menuju ke pembaringan, karena besok harus bekerja kembali.
Dinda berpamitan undur diri akan kembali ke kamarnya.
“Mas Adam, antar Dinda gih, kasihan Dinda berjalan sendiri, sudah malam lho!”
Pak Yono memberikan perintah. Seolah pak Yono mengerti teriakan hatiku. Pak Yono tuh terkadang memanggilku mas terkadang pak.
Dinda sudah berjalan mendahuluiku.
Aku menyusulnya berjalan dibelakang Dinda.
Sampai di pintu kamar Dinda, kulongokkan kepalaku untuk melihat ke dalam, sudah sunyi. Sepertinya semua karyawan di kamar itu sudah dibawah selimut, dan tidur.
“Selamat malam Dinda, tidur yang nyenyak ya, kalau memerlukan sesuatu jangan sungkan untuk memanggilku.” Kataku kepada Dinda.
“Iya, pak. Makasih. Selamat malam.”
Kusuruh Dinda segera menutup dan mengunci pintu kamarnya, kupastikan Dinda sudah melakukan itu, lalu aku kembali ke kantor.
Kemudian aku pun masuk ke kamarku yang ada di sebelah kantor itu.
Sudah berada di tempat tidurku, tapi pikiranku tidak mau beralih dari Dinda. Dinda sungguh sukses membuat pikiranku gelisah.
“Dinda, aku baru saja beberapa hari ini melihatmu, mengapa kamu sudah menyiksaku seperti ini? Aaagghhh… ada apa denganku ini?” Batin Adam menjerit.
Jam sudah menunjukkan pukul dua dini hari, mataku belum terpejam sama sekali.
Disebelahku ada ranjang tempat tidur pak Yono, kulirik dia sudah tidur dengan sangat pulas, bahkan terdengar suara dengkurannya yang lirih.
*****
Seiring berjalannya waktu, Dinda sudah dua minggu bekerja, dan sore ini dia akan pulang ke rumah kontrakan mbak Yani. Karena mendapat jatah libur dua hari.
Beberapa teman kerjanya juga demikian, mengambil waktu off day, termasuk Adam, Yono, juga Isnani, dan banyak yang lainnya.
Kebetulan ada mobil perusahaan yang siap mengantar perjalanan kami untuk pulang.
"Din, off day kamu mau kemana?" Tanya Isnani kepada Dinda, ketika mobil sudah berjalan beberapa saat lamanya.
"Paling dirumah saja, mbak Is," sahut Dinda yang memang belum punya rencana, apa yang akan Dinda lakukan nanti di dua hari berikut selama libur.
"Kalau begitu, aku besok datang ke rumahmu ya Din?" Kata Isnani.
"Siap mbak Is, aku tunggu loh." Jawab Dinda.
Adam dan Yono yang dari tadi berdiam diri itu, ternyata memperhatikan percakapan antara Dinda dengan Isnani.
"Bagaimana pak Yono, kalau besok kita ikut Bu Isnani ke rumah Dinda?" Tanya Adam kepada Yono yang duduk di sebelah kanannya.
"Boleh juga tuh, tapi boleh apa nggak sama yang punya rumah?" Sahut Yono sambil melihat ke arah Dinda.
"Nggak cuma boleh pak, tapi pake boleh banget." Sahut Dinda sambil tersenyum.
"Jadi serius nih, kalian besok akan ke rumah?" Tanya Dinda kepada mereka bertiga.
"Iya, Din." Jawab Isnani mantap.
"Kalau begitu, besok kalian semua aku tunggu di rumah!" Tandas Dinda, sambil melihat mereka satu persatu.
"Iya." Jawab Adam dan Yono hampir bersamaan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 77 Episodes
Comments
Mom FA
salam dari in memories🙏
2022-04-10
1
Your name
Moga aja mas Adam orangnya bener-bener baik ya.., ngak memaksa Dinda meski dia suka
2022-01-27
1
Your name
Bagaikan bidadari tanpa sayap
2022-01-27
1