Berbagi Cinta : Selir Kesayangan Dokter Ken
"Almahyra!" pekik seorang wanita setengah tua yang melihat kedatangan seorang gadis cantik mendorong seorang pria di atas kursi roda.
"Assalamu'alaikum, Mak Wa!" Almahyra berhambur memeluk kerabat jauh yang selamat dari tsunami sepuluh tahun yang lalu itu.
"Waalaikum salam. Kamu sudah besar. Cantik sekali kamu, Al." orang yang di panggil mak wa itu menangis haru.
Almahyra tersenyum. "Dimana pak wa Sulaeman, Mak?" tanya Almahyra.
"Pak wa di da... lam... Dokter Kenzo, apa kabar? Pak wa sudah menunggu di dalam, ayo masuk!" mak wa Salamah hampir saja melupakan keberadaan Kenzo.
Almahyra kembali mendorong kursi roda Kenzo memasuki rumah Sulaeman. Kedatangan mereka di sambut hangat oleh keluarga itu. Mereka duduk di ruang tamu.
"Jadi, kamu sudah benar-benar mantap untuk menikah dengan ayah angkatmu, Al?" tanya Sulaeman.
"Sudah Pak Wa. Kami tidak ingin terus menambah dosa karena sering bersama tanpa sebuah ikatan pernikahan, Pak Wa." Almahyra melirik Kenzo.
"Benar, Pak. Di saat kondisiku seperti ini, hanya Al yang selalu ada untukku. Aku ingin menghalalkannya dalam sebuah pernikahan, Pak." Kenzo menatap Almahyra penuh arti.
"Aku menghargai niat baik kalian. Meskipun pernikahan siri sah menurut agama, aku harap kalian segera melakukan sidang isbat jika sudah tidak ada kendala dalam hubungan kalian lagi." Sulaeman menatap Almahyra dan Kenzo secara bergantian.
"Baik, Pak. Terimakasih. Tolong bantu kami untuk mempersiapkan semuanya, Pak!" pinta Kenzo.
"Aku sudah menghubungi penghulu. Kita bisa melakukan ijab qobul hari ini juga," jelas Sulaeman.
Pernikahan siri antara Kenzo Takeshi Sato dengan Almahyra dilangsungkan secara sederhana. Mereka tidak menyangka jika akhirnya bisa menyatukan cinta mereka dalam sebuah ikatan pernikahan. Almahyra menangis haru dipelukan Salamah. Dia kembali teringat akan kedua orang tuanya yang telah tiada dalam tragedi tsunami 10 tahun yang lalu. Mereka tidak bisa lagi melihatnya menikah saat ini.
Arman, sopir Kenzo dan Sulaeman menjadi saksi dalam pernikahan itu. Kenzo tidak memberitahu orang tuanya yang tinggal menetap di Jepang. Pernikahan ini juga disembunyikan dari Mona, istri pertama Kenzo.
Kenzo seorang dokter muda berusia 32 tahun. Berperawakan tinggi, bekulit putih, dan bermata sipit. Dia merupakan keturunan Jawa-Jepang. Penampilannya sangat berkharisma. Wajah orientalnya mirip seperti artis Korea yang sedang digrandrungi para remaja saat ini.
Almahyra seorang mahasiswi jurusan fashion designer berusia 20 tahun. Bertubuh kecil dengan tinggi sedang, berkulit putih, dan berhidung mancung. Matanya yang bulat dan besar membuatnya terlihat cantik. Di dalam dirinya mengalir darah keturunan Timur Tengah.
Mereka tidak menginap di rumah Sulaeman. Kenzo memilih menginap di hotel bersama Arman dan Almahyra.
Setelah ijab kabul selesai, mereka berpamitan pada Sulaeman dan Salamah. Mereka meninggalkan kediaman Sulaeman menuju hotel dengan mobil yang Kenzo pinjam dari seorang teman. Ahmad, teman sesama dokter yang memegang salah satu klinik miliknya di Aceh.
Almahyra melihat setiap jalanan yang mereka lalui dari kaca mobil. Tempat yang dahulu ia tinggali kini sudah berubah total. Tidak banyak orang yang mengenalinya saat ini. Hampir semua penduduk di kampungnya menjadi korban tsunami. Hanya Sulaeman dan istrinya orang terakhir yang ia temui sebelum ikut Kenzo ke Surabaya.
Almahyra mencoba menguatkan hatinya agar tidak menangis. Dia berusaha untuk tetap tegar mengingat kenangan buruk yang menimpanya. Dia sangat rindu dengan kedua orang tuanya saat ini.
"Kamu menangis, Al?" tanya Kenzo.
"Tidak, Paman. Mataku hanya sedikit gatal," elak Almahyra.
"Jangan bohong! Aku tahu. Kamu pasti rindu kampung halamanmu. Sekarang sudah sore, kita akan kembali lagi ke sini besok."
Ucapan Kenzo membuat Almahyra senang. Dia tersenyum menatap paman yang sekarang sudah sah menjadi suaminya itu.
"Benarkah! Terimakasih, Paman." Almahyra memeluk Kenzo. Itu bukan hal baru bagi Kenzo. Setiap hari dia selalu bersikap manja padanya.
"Kita akan menghabiskan waktu untuk berkeliling selama di sini. Kamu bebas mengunjungi tempat yang ingin kamu kunjungi." Kenzo mengusap rambut Almahyra gemas.
"Iya, Paman. Hooamm." tangan Almahyra menutup mulutnya yang menguap karena mengantuk.
"Kamu mengantuk? Hei, jangan tidur sebentar lagi kita sampai gadis kecil!" Kenzo mencubit hidung Almahyra.
"Auww, sakit tauk! Paman, ih!" Almahyra mengusap hidungnya. Wajahnya tampak cemberut.
"Hahaha... biar kamu nggak ngantuk, Al."
"Idih, malah ketawa. Kalau hidung Al putus gimana coba?" gerutu Almahyra.
"Di lem," jawab Kenzo jahil.
"Ah, Paman! Suka seenaknya, deh!"
"Tapi terbukti bikin kamu nggak ngantuk, kan?"
"Iya, tapi nggak perlu di awali dengan KDRT juga dong."
Mendengar kata KDRT spontan Kenzo menatap Almahyra. Deg. Dia baru ingat jika gadis kecil ini sekarang adalah istrinya.
"Paman kenapa?" tanya Almahyra heran. Kenzo seperti melamun saat menatapnya.
"Em, ahh, nggak papa. Aku hanya teringat sesuatu saja." Kenzo mencoba menutupi kegugupannya.
"Ada yang Paman lupakan?" belum puas dengan jawaban Kenzo sebelumnya, Almahyra kembali bertanya.
"Aku hampir lupa kalau kita sudah menikah," jawab Kenzo lirih.
"Kita sudah sampai, Tuan." ucapan Arman memutus obrolan mereka.
Almahyra membantu Kenzo duduk di kursi rodanya. Mereka bertiga pergi untuk memesan kamar di bagian resepsionis hotel. Kenzo memilih dua kamar yang bersebelahan.
"Wah, indah sekali, Paman." Almahyra mendorong kursi roda Kenzo mengelilingi kamar tempat mereka menginap.
"Kamu menyukainya?"
"Banget! Kita ke sana yuk!" Almahyra mendorong Kenzo menuju balkon yang menghadap ke pantai.
"Duduklah!" Kenzo menepuk pahanya.
Ragu - ragu Almahyra menuruti keinginan Kenzo. Dulu dia terbiasa bermanja-manja bersama Kenzo. Dia sering minta di gendong, minta di pangku, menempel ke sana ke mari, tapi sekarang ada rasa berbeda yang menghinggapi hatinya.
"Paman Ken harus mandi sekarang," ucap Almahyra mencoba menghindari permintaan Kenzo.
"Sebentar saja, Al." suara Kenzo terdengar memohon.
Terpaksa Almahyra menurut. Dia terpaksa harus melawan gejolak hatinya yang menderu. Tangannya menjadi dingin akibat detak jantungnya yang tidak stabil.
"Terimakasih untuk semuanya, Al. Kau sudah merawat dan melayaniku dengan baik," bisik Kenzo ketika Almahyra sudah berada di pangkuannya.
"Itu tidak sebanding dengan apa yang sudah Paman berikan untukku." Almahyra memegang tangan Kenzo yang melingkar di pinggangnya.
"Aku mencintaimu Al. Apa kamu juga memiliki perasaan yang sama?"
Pernyataan Kenzo membuat Almahyra semakin gemetar. Ini terdengar lebih mengejutkan daripada ajakannya untuk menikah tempo hari.
"Hmm." Almahyra mengangguk. Mulutnya seperti tercekat. Dia tak bisa mengucapkan kata-kata.
"Terimakasih." Kenzo mencium pipi Almahyra. Dia rasa istrinya saat ini sedang merasa malu. Dia tidak ingin membuatnya semakin grogi.
"Hari sudah gelap, Paman. Mari aku bantu untuk mandi." Almahyra ingin segera mengakhiri kecanggungan yang tercipta di antara mereka.
"Hem." Kenzo mengangguk.
Seperti biasa, selama Kenzo lumpuh karena kecelakaan. Almahyra selalu membantunya untuk melakukan banyak hal. Dia mempersiapkan air mandi, melepaskan baju luar, dan menyiapkan baju ganti, sisanya bisa Kenzo lakukan sendiri.
Berbeda dengan Almahyra, Mona istri sah Kenzo malah jarang sekali memperhatikannya. Dia sering lembur di rumah sakit. Ada saja alasannya untuk menghindari tanggung jawabnya sebagai seorang istri. Apalagi Kenzo mengalami kecelakaan setelah bertengkar hebat dengannya sebelumya. Mona tidak mau disalahkan setelah Kenzo mengetahui dia diam - diam meminum pil kontrasepsi selama mereka menikah.
••••
Tidak ada hal yang terjadi antara Kenzo dan Almahyra di malam pertama setelah mereka resmi menjadi suami istri. Mereka masih sama-sama canggung. Kenzo belum merasa yakin apakah Almahyra benar-benar mencintainya dan menerima keadaannya sepenuhnya.
Seperti janjinya kemarin, hari ini mereka pergi berkeliling ke tempat yang ingin Almahyra kunjungi. Kampung tempat dia tinggal, bekas camp pengungsian, dan tempat favorit mereka menghabiskan waktu ketika Kenzo masih menjadi relawan.
"Al, dulu kamu di sana sering menyendiri dan menangis." Kenzo menunjuk sebuah tempat yang sekarang menjadi kedai kopi.
"Bukan di sana, Paman. Tapi di situ." Almahyra menunjuk sebuah taman.
"Iyakah? Aku pikir di sana." Kenzo terkekeh.
"Dulu Paman selalu menghiburku dan sering membelikanku coklat." Almahyra tersenyum mengingat masa kecilnya di pengungsian.
"Iya, aku nggak tahan melihat kamu bersedih. Matamu sampai bengkak sebesar bola pingpong karena menangis."
"Ya, wajarlah orang aku masih kecil waktu itu."
"Tapi nggak perlu mogok makan juga kali, Al. Kalau nggak sama aku, kamu nggak mau makan. Hmm."
Almahyra tersipu malu mengingat hal itu. Dia masih kecil tapi sudah jatuh cinta sama Kenzo. Mahasiswa Kedokteran tampan yang sangat lembut dan menyenangkan.
"Kenapa kamu diem, Al? Aku kangen sama rengekanmu yang manja. Rengekan yang membuat aku nggak bisa jauh dari kamu."
"Aku kan udah besar sekarang. Masa suruh merengek. Paman ada - ada saja." Almahyra menghentikan kursi roda Kenzo di depan sebuah bangku. Dia duduk di bangku menghadap Kenzo.
"Tapi itu yang membuatku jatuh cinta sama kamu, Al. Aku akan melakukan apapun untuk membuatmu berhenti menangis. Aku lebih suka melihatmu merengek dan bersikap manja padaku."
"Jatuh cinta? Paman mencintaiku?" manik mata Almahyra yang indah bersitatap dengan mata Kenzo. Dia mencoba mencari kejujuran di mata Kenzo.
"Iya, Al. Akulah pria naif itu. Sejak pertama kita bertemu aku sudah menyukaimu. Dan sekarang aku menjebakmu dalam sebuah ikatan pernikahan. Maafkan aku Al. Aku benar-benar tidak ingin kehilangan kamu." Kenzo menunduk.
Almahyra meraih tangan Kenzo. "Aku juga mencintaimu, Paman," ucap Almahyra malu - malu. Pipinya memerah. Dia menoleh ke arah lain untuk menyembunyikannya dari Kenzo.
"Benarkah? Hei, lihat aku!" Kenzo tersenyum senang mendengar pengakuan Almahyra. Gadis kecil yang selama ini mengisi hari - harinya.
Almahyra menghadap Kenzo lalu mengangguk.
"Sejak kapan, Al? Kenapa kamu nggak bilang padaku?" hati Kenzo berbunga-bunga.
"Sejak pertama kali bertemu Paman di sini."
Lagi - lagi Kenzo merasa shok dengan pengakuan Almahyra. "Kamu nggak bohong kan, Al?" Kenzo meremas tangan Almahyra.
Almahyra menggeleng.
"Tahu begini, aku nggak akan pernah menikah dengan Mona, Al. Aku nggak peduli di sebut predator anak atau paman brengsek, dokter gila, atau apalah."
"Takdir kita memang harus seperti ini, Paman. Nggak ada yang perlu kita sesali."
Sejenak mereka larut dalam kebahagiaan mereka. Kenzo mencium tangan Almahyra berkali-kali.
"Aku mencintaimu Almahyra. Jadilah istriku yang sesungguhnya." suara lirih Kenzo begitu menggema di hati Almahyra.
"Aku juga mencintaimu, Paman Dokter. Aku bahagia menjadi istrimu." Almahyra mencondongkan badannya memeluk Kenzo.
Mereka merasa lega setelah sama-sama mengungkapkan perasaannya. Kecanggungan di antara mereka kini sudah lenyap. Mereka kembali saling mengisi dan melengkapi.
Almahyra dan Kenzo memanfaatkan waktu seminggu di Aceh dengan berkeliling dan berbulan madu. Almahyra tidak merasa malu membawa Kenzo kemanapun dia pergi. Dia tidak peduli dengan tatapan sinis orang - orang yang memandang rendah Kenzo sebagai orang lumpuh.
*****
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 80 Episodes
Comments
Sunarti
yg lumpuh kan kakinya Kenzo mungkin yg lainnya tdk lumpuh 🤔
2023-01-13
0
maulana ya_manna
mampir thor
2022-05-13
0
Hikayah Rahman
nyimak thor 😊
2021-12-24
1