Mona menggeliat kedinginan. Selimutnya tersingkap membuat bahunya yang polos terpapar langsung dinginnya AC. Tersungging senyum di bibirnya melihat Kenzo yang masih terlelap. Dia berharap akan bisa segera hamil dalam waktu dekat.
Hari masih terlalu pagi untuk bangun. Mona kembali membenahi selimutnya dan tidur memeluk Kenzo. Dia merasa menang. Hampir seminggu Kenzo selalu menemaninya.
"Sudah bangun? Aahh!" Kenzo merenggangkan badannya.
"Kog malah bangun, sih. Padahal aku mau balik tidur lagi." gerutu Mona. Dia masih enggan melepaskan pelukannya.
"Aku mau ke kamar mandi," ucap Kenzo sembari memakai boxernya. Dia pergi ke kamar mandi dengan tubuh setengah polos.
Mona masih saja terpesona dengan tubuh atletis milik Kenzo meskipun dia sudah sering melihatnya. Dia semakin tidak rela berbagi dengan Almahyra. Otaknya terus berpikir bagaimana cara untuk menyingkirkan Almahyra.
"Huft! Nggak bisa tidur lagi." Mona menyingkap selimutnya lalu memunguti pakaiannya dan pakaian Kenzo. Semuanya dia masukkan ke keranjang baju kotor. Dia sengaja tidak memakai apapun untuk menggoda Kenzo.
Ceklek!
Pintu kamar mandi terbuka. Kenzo muncul dengan bathrobe dan memegang handuk kecil untuk mengeringkan rambutnya. Dia hanya melirik sekejap Mona yang sedang duduk di meja riasnya tanpa busana.
"Aku ambilin baju ganti, ya, Sayang." Mona berjalan mendekati Kenzo.
"Nggak usah. Kamu mandi saja." dengan acuh Kenzo berjalan mengambil baju gantinya sendiri.
Sebenarnya Mona sangat kesal dengan sikap Kenzo, tapi dia harus mengalah. Untuk sementara dia harus bersikap baik dalam rangka mendapatkan hati Kenzo lagi.
"Ya, udah aku mandi dulu!" Mona pergi ke kamar mandi membawa rasa kecewanya. Sebenarnya ini masih terlalu pagi baginya untuk mandi.
Kenzo menanti matahari terbit dari atas balkon sambil memainkan ponselnya. Udara sejuk di pagi hari membuat pikirannya terasa tenang. Melihat lampu taman sudah mati, itu menandakan Almahyra sudah bangun.
"Aku kangen kamu, Al." guman Kenzo lirih. Dia masuk ke dalam kamar dan mematut wajahnya di depan cermin. Kenzo ingin terlihat sempurna di hadapan Almahyra.
"Tampannya suamiku." tiba-tiba Mona memeluknya dari belakang.
"Aku mau turun sebentar, Mona." Kenzo berusaha melepaskan pelukan Mona.
"Untuk apa? Ini masih terlalu pagi. Pasti mau ketemu Al. Iya, kan?" Mona merajuk. Dia berjalan ke atas kasur sambil menghentakkan kakinya.
"Aku hanya ingin memastikan keadaannya. Akhir - akhir ini dia sering mengeluh pusing," jelas Kenzo memberi pengertian pada Mona.
Seketika muncul ide brilian di otak Mona.
"Baiklah, kamu boleh menemui Al. Tapi ada syaratnya." Mona tersenyum licik.
"Kamu nggak bisa seenaknya mengaturku, Mona. Aku nggak peduli syarat konyolmu itu. Dengan atau tanpa ijin darimu aku akan tetap menemui Al." Kenzo terlihat emosi.
"Kamu sekarang jahat banget, Ken. Padahal aku cuma mau minta kamu kembali bekerja di rumah sakit." menangis. Itulah jurus andalan Mona.
Kenzo yang berhati lembut tidak bisa lagi bersikap tegas pada Mona. Kenzo berjalan mendekati Mona lalu mengusap air matanya.
"Aku nggak bermaksud untuk membentak kamu, Mona. Aku cuma ingin kamu mengerti. Aku harus bersikap adil pada kalian berdua." Kenzo melembutkan suaranya.
"Aku tahu, Ken. Beberapa hari ini aku sangat repot di rumah sakit. Mengurus pasien dan managemen membuat pikiranku terkuras. Setelah kamu sembuh aku berkali-kali memintamu kembali bekerja namun kamu selalu menolaknya." bukannya diam, Mona malah memperdalam tangisannya.
Kenzo terdiam sejenak. Dia mencerna setiap kata - kata Mona. Dia salah sangka. Dia pikir Mona tadi mencegahnya semata-mata karena cemburu pada Almahyra.
"Baiklah hari ini aku akan pergi ke rumah sakit. Mulai hari ini aku akan kembali bekerja." setelah di pikir - pikir ucapan Mona ada benarnya juga. Dia tetap bisa menemani Almahyra saat dia tidak bekerja.
Mendengar jawaban Kenzo, Mona menghentikan tangisnya. Dia menatap Kenzo dalam lalu berhambur memeluknya.
"Terimakasih, Sayang. Akhirnya kamu mengerti," ucap Mona masih sambil memeluk Kenzo.
"Sekarang aku boleh turun?" tanya Kenzo lembut sambil melepaskan pelukannya. Tangannya mengelus pipi Mona.
Mona mengangguk dan memaksa tersenyum. Sejujurnya dia tidak rela melihat Kenzo dekat dengan istri mudanya.
••••
"Masak apa, Al?" tanya Kenzo.
Rupanya kemunculan Kenzo mengagetkan Almahyra.
"Eh, Paman Ken. Ini mau masak capcay sama cumi goreng tepung." Almahyra menghentikan aktifitasnya memotong sayuran.
"Enak nih. Mbak Mita kemana kog kamu sendirian?" Kenzo melihat sekeliling.
"Oh, itu, tadi ijin angkat telepon dari saudaranya. Nah, itu dia!" menunjuk Mita yang berjalan ke arah mereka. Rupanya Mita sudah selesai menelepon dan kembali bergabung untuk membantu Almahyra.
"Panjang umur, Mbak. Baru aja diomongin," ucap Kenzo.
"Emang ada apa sih, Tuan?" Mita terlihat ingin tahu.
"Enggak, tadi paman nanyain kamu di mana," sahut Almahyra.
"Kirain mau di potong gajinya karena kerja Mita nggak beres. Udah dag dig dug jantung saya, Tuan." Mita sengaja melucu agar mereka tidak canggung dengan keberadaannya.
"Hahaha, Mbak Mita ada - ada saja. Mbak Mita betah kerja di sini aja saya udah seneng." Kenzo terkekeh.
"Kalau itu mah jangan di tanya, Tuan. Mita betah banget di sini. Mita nggak ngerasa di anggap sebagai pembantu oleh keluarga ini," jelas Mita.
"Iya, Mbak Mita. Tanpamu apa jadinya rumahku ini. Oh, iya, aku nanti sudah mulai masuk kerja. Aku titip tolong jagain Al ya, Mbak."
"Siap, Tuan!" tangan Mita di angkat di depan keningnya seperti komandan upacara.
Almahyra tersenyum melihat tingkat lucu Mita sekaligus senang mendapat perhatian Kenzo.
Tidak banyak yang Kenzo lakukan di sana. Setelah puas mengobrol dengan Almahyra dan Mita, dia kembali ke atas untuk berganti baju dinas. Dia tidak ingin mengganggu konsentrasi memasak mereka berdua.
Melihat Kenzo datang Mona segera menghampirinya.
"Bajumu sudah aku siapkan, Sayang. Sini aku bantu bersiap." Mona membantu Kenzo mengganti bajunya.
"Hmm." Kenzo menurut saja. Semoga ini awal yang baik untuk rumah tangganya. Dia sangat berharap kedua istrinya bisa akur.
Mengingat sudah lama Kenzo meninggalkan rumah sakit. Banyak sekali hal yang harus dia selesaikan. Dia juga sering membawa pekerjaannya ke rumah. Sangat sulit baginya untuk meluangkan waktu untuk Almahyra.
Ini sudah hari ketiga dia kembali bekerja. Seorang dokter yang merangkap sebagai kepala rumah sakit. Kenzo melihat jam di ponselnya. Pukul sebelas malam.
Setelah menyelesaikan pekerjaannya, Kenzo melepas kacamatanya dan menutup laptopnya. Di lihatnya Mona masih bermain ponselnya di tempat tidur. Padahal malam ini Kenzo ingin tidur di kamar Almahyra.
"Kamu belum tidur, Mon?" tanya Kenzo.
"Belum. Aku nungguin kamu. Kan udah beberapa malam kita enggak itu." Mona berharap Kenzo menuruti keinginannya untuk meminta nafkah batin.
Belum juga Kenzo mengutarakan niatnya untuk mengunjungi Almahyra. Tapi Kenzo tetap harus bicara pada Mona apapun hasilnya.
"Besok ya, Mon. Aku capek banget hari ini," elak Kenzo.
Mona bersikap biasa saja untuk menyembunyikan kekecewaannya.
"Ya sudah, ayo kita tidur." Mona menepuk tempat kosong di sampingnya.
Kenzo tidak segera tidur. Dia masih duduk di tepi ranjang.
"Aku ingin mengunjungi Al malam ini, Mon. Kamu cepetan tidur, ya."
Jleb!
Ucapan Kenzo semakin menambah rasa kecewa di hati Mona. Hati Mona terasa sakit namun dia berusaha menahannya. Dia tahu untuk memenangkan hati Kenzo butuh kelembutan.
"Tapi ini sudah malam, Sayang. Kasihan Al, dia akan terganggu dengan kehadiranmu. Lagipula kamu tidak memberitahunya sebelumnya, kan?" bujuk Mona.
Kenzo berpikir sejenak. Sepertinya Mona benar. Sekarang dia terlihat lebih bijak.
"Baiklah, ayo kita tidur! Aku ada jadwal operasi besok pagi." Kenzo berbaring di samping Mona dan segera memejamkan matanya.
Mona tersenyum puas. Sekali lagi dia berhasil menghalangi Kenzo berdekatan dengan Almahyra. Mona pun ikut tertidur menyusul Kenzo yang sudah lebih dulu terlelap.
Pagi sekali Kenzo sudah berangkat ke rumah sakit bersama Mona. Dia tidak bertemu dengan Almahyra. Saat berangkat Almahyra sedang berada di kamar berganti baju. Dia ingin pergi ke kampus hari ini.
Almahyra duduk di meja makan seorang diri. Dia melirik arlojinya sudah hampir jam tujuh pagi. Jika dia menunggu Kenzo dan Mona turun, dia akan terlambat bertemu dosennya.
"Mbak, aku sarapan dulu, ya. Hari ini aku ada janji dengan dosen." Almahyra mengambil piring.
"Tuan sama Nyonya sudah berangkat, Non. Tuan bilang ada operasi pagi ini," jelas Mita.
"Owh, ya sudah. Aku belum ijin ke kampus sama paman." Almahyra menyuap sarapannya. Kepalanya terasa pusing, tapi dia terlanjur janji bertemu dosen untuk mengurus cuti kuliahnya satu tahun ke depan.
Mita terus memperhatikan majikannya. Dia melihat wajah Almahyra terlihat pucat. Almahyra juga tidak bersemangat menghabiskan sarapannya.
"Non Al, sakit?" Mita berjalan mendekati Almahyra.
"Nggak, Mbak. Biasalah. Agak pusing seperti biasanya. Ntar juga ilang."
"Non Al yakin mau pergi sendiri? Apa nggak menunggu di antar sama tuan Ken saja, Non, ke kampusnya."
"Nggak papa, Mbak. Nggak enak sama dosennya. Dia udah nyempetin waktu buat janjian sama aku."
"Ya, sudah, Non Al selesaikan makannya dulu. Biar aku minta mas Arman bersiap - siap. Non jangan nyetir sendiri." Mita pergi ke depan untuk memberitahu Arman agar mengantar Almahyra ke kampus.
Almahyra pergi ke kampus di antar oleh Arman, tapi Arman tidak bisa menunggunya di sana. Dia harus pergi ke rumah sakit untuk mengantar berkas Mona yang ketinggalan. Almahyra tidak masalah dengan itu. Dia akan pulang naik taksi nantinya.
Almahyra berjalan cepat menuju kantor dosen. Dia sudah terlambat datang lima menit. Dia ingin urusan cutinya segera beres.
Kepala Almahyra terasa berdenyut. Keringat membasahi tubuhnya ketika dia menghadap dosennya. Dosennya terlihat buru-buru karena ada jadwal mengajar setelah ini. Proses pengajuan cuti Almahyra sudah selesai. Sang dosen tidak memperhatikan Almahyra yang berjalan sempoyongan saat keluar dari ruangannya.
"Hai, Al!" sapa Rio teman kuliahnya beda jurusan. Mereka sangat akrab karena pacar Rio adalah sahabat Almahyra.
"Eh, Rio! Masuk pagi, ya?" tanya Almahyra sambil memegangi keningnya.
"Enggak. Biasalah, nganter Chika. Kamu kenapa Al? Muka kamu pucet banget." Rio meraih tubuh Almahyra yang hampir tumbang.
"Nggak papa. Semuanya kok gelap, ya..." Almahyra tak sadarkan diri setelahnya.
"Yah, malah pingsan. Al... bangun Al!" Rio menepuk-nepuk pipi Almahyra namun tak ada respon.
Rio panik. Tidak ada seorangpun yang Almahyra kenal di sana. Bisa bahaya kalau dia meninggalkan Almahyra di UKS sendirian. Cewek secantik Almahyra pasti menarik perhatian para buaya.
Setelah berpikir sejenak. Rio berinisiatif untuk membawa Almahyra ke rumah sakit milik Kenzo. Setahu Rio dialah satu-satunya keluarga Almahyra.
Rio menggendong Almahyra ke parkiran. Dia meminta satpam untuk membukakan pintu mobil. Tanpa pikir panjang Rio melajukan mobilnya menuju rumah sakit Kenzo.
****
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 80 Episodes
Comments
Sunarti
Mona yg tak punya hati begitu tau Kenzo tak lumpuh langsung di kuasa i tak boleh sama Al
2023-01-15
1
bunda fz
seru
2021-12-25
1
auliasiamatir
tmabh keren ceritajya bikin semangat buat baca
2021-12-13
2