Hari- hari berlalu begitu cepat, setelah kami saling mengenal satu sama lain. Setahun setelah malam panjang yang kami lalui dengan saling terbuka siapa jati diri kami. Kuakhiri dengan mengirim chat berisikan alamat rumahku.
Setelah setahun aku dan Mas Ferdian selalu chatan dan telponan, kami juga belum pernah bertemu secara langsung. Walaupun Mas Ferdian pernah bilang akan mampir ketika dinas. Entah bagaimana Allah menuliskan jalan kehidupanku. Mungkin disaat aku berharap ingin melihat sosok yang aku bayangkan selama ini, bisa aku lihat secara nyata. Waktu tidak mengizinkan. Di dalam hari-hariku yang dihiasi penuh dengan kenyamanan dari perhatian Mas Ferdian disela waktu sibuknya. Aku mengharapkan sekali lagi dia akan bertanya “Sudahkah ada tahta untuk Mas di istana hatimu?” karena dulu dia selalu berharap untuk antri jadi calon suami. Walaupun dia belum muncul secara nyata di hadapanku. Tapi rasa ini seperti sudah tertaut.
Di ujung semester akhir kelas 2, aku malah mengharap yang tidak-tidak, seharusnya aku lebih giat belajar. Tetapi alhamdulilah nilai-nilaiku bertahan walaupun sering begadang telephonan dan chatan sama Mas Ferdian.
From : Mas Ferdian (18.30)
Sore Dek, ada waktu gak? Atau sekarang masih sibuk nih? Jika sudah luang, balas ya?
To: mas Ferdian ( 20.30 )
Maaf Mas, baru balas. Baru kelar nih, Mas sudah makan? Lagi ngapain? Ataukah malam Minggu gini masih sembunyi di kantor?
Mas Ferdian
Calling........
“Assallamuallaikum, kok malah call...??”
“Waallaikumsalam, sudah tidak sibuk 'kan? Lagian ini sudah malam mau sibuk apa lagi?”
“Gak sibuk kok Mas, emang aku sudah stay di atas Si Empuk sambil...( segera ku alihkan, karna aku tak mau dia menutup telephone karna tahu aku lagi merangkum materi ) Mas ada di mana? Di rumah 'kan? Atau...lagi bersembunyi sesuai dugaanku?”
“ Mas masih di kantor, tadi Mas memang lembur. Kerjaan Mas numpuk, jangan ngledek Mas ya, lagian Mas memang nunggu kamu untuk Mas call. Kenapa? Memangnya tadi sambil apa? Jangan bilang kamu sibuk beneran ya? Sepertinya Mas yang punya kerjaan sedabrek, tapi kamu yang sulit untuk dihubungi!”
“Mas tidak akan negur gitu lagi atau aku yang harus mengulang alasan yang Mas tidak suka jika aku mengatakannya? Heemm?" aku memperingatkannya dan berlagak jengkel agar dia gak tanya lagi apa yang aku kerjakan.
“Menakutkan sekali sih, Nona Hira ini? Sensitif sekali, maaf...maaf...” "Ternyata pasalku ampuh, sepertinya dia gak akan tanya lagi!" batinku.
“Dek, Mas mau ngomong serius walaupun hanya di telephone. Tapi mas harap kamu mendengarkan Mas dengan teliti. Karena selama ini kamu juga gak mau kalau Mas vidio call. Dan kamu juga tidak mau kita bertukar foto. Mas harap perkataan Mas gak kamu anggap angin lalu. ok?”
“ Dek, kamu masih dengerin Mas kan?”
“Iya, Mas. Aku mendengarkan Mas kok, dan aku akan mencermati setiap titik komanya juga”
“ Mas serius sayang!” dengan muka yang agak jengkel.
“ Nggih...nggih... Silahkan, aku jadi deg-degan nih, kayak interview aja!” katanya cengengesan.
“Bismillahirrohmannirrokhim. Dek, Mas ingin kita secara resmi punya hubungan yang lebih pasti. Mas ingin kamu jadi pacar Mas saat ini, dan akan jadi pendamping hidup Mas suatu hari nanti. Mas akan menunggu kamu hingga kamu lulus. Masih 1 tahun 'kan, kamu lulus SMA? Jika nanti kamu ingin kuliah Mas tidak akan menghalangimu dan jika kamu ingin kerja, Mas juga tidak akan menghalangi. Mas nyaman sama kamu. Sebelum Mas tahu latar belakangmu sekalipun Mas sudah nyaman sama kamu.”
“Mas gak ingin tahu bagaimana wajahku, sebelum mengatakan ini semua?” jawabku dengan rasa putus asa.
“ Mas ingin bertemu kamu, tapi tidak untuk memastikan perasaan Mas setelah tahu parasmu. Mas minta maaf sekali, karena sudah setahun lebih kita kenal, tapi Mas belum menemui kamu walau sekali. Percayalah bahwa Mas punya keinginan tapi mungkin Allah benar-benar mengaturnya seperti ini. Menguji hati kita. Tapi Mas benar-benar sayang dan nyaman sekali denganmu. Bagaikan Mas kapalnya Adek adalah kompasnya."
“Dek, kamu masih di situ 'kan?" aku terdiam karena perasaanku yang bahagia hingga meneteslah air mataku, bibirkupun berat rasanya mengucapkan sesuatu. Aku merasakan ketulusan dalam setiap kata yang di ucapkannya. Seolah tak masuk akal jika orang mendengarkan.
“Dek, kok diam saja? Beri mas jawaban, apakah kamu yang keberatan menjawab sebelum mengetahui paras Mas?”
Aku masih terdiam, karena bibirku seolah terbungkam begitu saja, aku masih mendengarkannya.
“ Dek, bagi Mas mengetahui sifat, tutur bahasa yang santun, kenyamanan di dalam hati, kecocokan dalam berdiskusi yang artinya dari situ kita bisa lihat bahwa kita bisa saling menghormati dan menghargai sudah alhamdulillah banget, sudah bisa dibawa nikah. Wajah cantik adalah bonus dari Allah."
Isakan tangisku tiba-tiba malah terdengar,
“Sayang, kok malah nangis. Apakah kata-kata Mas menyakitimu?” aku belum juga bisa berhenti, ketika mendengar suaranya terasa berat di hatiku membuat isakan tangisku semakin keras.
“ Dek...Dek...” terdengar lembut banget suaranya, Mas Ferdian terdengar merintih sendu.
“ Ambil nafas panjang sayang, tenangkan dirimu."
Setelah 10 menitan aku menenangkan hatiku, menjauhkan handphoneku dari telingaku, dan kulihat dia belum mematikan sambungan telephonenya. Ambil nafas panjang, lalu aku menyambung lagi telephone tadi, karna aku sudah merasa tenang dan berfikir normal kembali.
“ Mas...”
“ Iya sayang, gimana? Apakah kamu sudah tenang? Apa ada omongan Mas yang menyakiti hatimu?”
“Sama sekali bahkan sedikit pun, tak ada kata-kata Mas yang menyakiti hatiku. Selain kita mungkin orang akan berkata konyol jika mendengar apa yang kita rasakan Mas."
Tak sabar Mas Ferdian menyela omonganku setelah mendengar ada kata apa yang kita rasakan.
“Dek, kata-katamu artinya? Mas gak gila sendirian kan? Kita bisa bersamakan?”
“Iya, kita akan bersama menjalani hubungan ini, biarlah Allah yang menentukan nasibku Mas. Dan yang akan menuntun Mas menentukan langkah. Asalkan Mas bersabar menungguku, aku akan dengan sabar juga dengan hubungan kita yang mungkin konyol bagi orang lain. Aku hanyalah gadis desa Mas, Mas tahu 'kan di desa banyak gadis yang nikah muda, dan jadi perbincangan orang jika tidak laku-laku. Aku akan memberi tulisan di dahiku jika aku sudah ada pemiliknya, jika memang ada orang yang ingin meminangku."
“Alhamdulillah Dek, makasih atas kesediaanmu. Aku tak akan pernah mengecewakanmu. Karena kecewa itu menyakitkan. Rasanya Mas lega sekali. Jujur Mas sudah menyimpan rasa ini begitu lama. Tapi Mas tidak ingin kamu merasakan kalau Mas hanya gombal, dan Mas takut karena sudah selama ini kita kenal kita belum pernah ketemu sama sekali. Apakah boleh mulai sekarang kita vidio callan?”
“Untuk vidio callan aku rasa lebih baik di pending saja sampai kita ketemu, toh aku sudah nyaman dengan keadaan ini Mas. Kata Mas, paras cantik adalah bonus yang diberikan Allah. Iya kan?”
“ Senjata makan tuan nih ceritanya...( sambil menepuk jidat ) pangilan sayangnya sudah tidak complain lagi 'kan?”
“ Iya, tidak lagi. Akan aku jadikan Mas sebagai semangatku untuk berjuang merubah status sosialku, berjuang untuk pantas bersanding denganmu suatu saat nanti."
“ Terima kasih, aku yakin kamu bisa, setiap ada kemauan pasti Allah akan memberikan jalan. Selama kita mau berusaha pasti akan ada hasilnya. Hasil tak akan mendustai usaha seseorang. Dan Mas yakin, Allah memperkenalkan kita walaupun belum pernah bertemu dan memberikan rasa nyaman di hati kita hingga kita menjalin hubungan. Pasti Allah merencanakan sesuatu. Dan biarkanlah Mas ikut membantumu dalam kesulitan apapun. Dan itu mungkin sebagian dari rencanaNya. Dan mungkin Allah memberikan bonus padamu lewat Mas."
“Mas mau bantu aku apalagi? Mas sudah selalu kirim pulsa ke aku hingga tidak bisa aku habiskan. Saldonya saja sampai numpuk. Aku sudah tidak beli kuota untuk belajar. Itu saja sudah membuatku merasa jadi cewek matre, memanfaatkan Mas."
“Jangan bilang gitu ah, gak baik. Emangnya memanfaatkan Mas apa? Seandainya kamu matrepun Mas suka, gak apa-apa. Mas malah pengen dengar gimana coba, merajuknya kamu? Manjanya kamu?”
“Dengan menerima pulsa dari Mas, aku sudah merasa memanfaatkan Mas,“
“ Suttttttt... Oya sayang, hari Senin besok kamu izin dulu ya tidak masuk sekolah."
“Kok izin...." aku terbengong.
“Apakah dia mau kesini?" batinku.
“ Iya, Mas ingin kamu ke Bank saja. Yang tak jauh dari rumah gitu. Entar kamu buka rekening. Biar Mas bisa transfer, kemarin hingga saat ini kamu selalu protes pulsanya kebanyakan. Mas bingung mau bantunya gimana. ( aku kira mau kesini, aku menghela nafas tanpa aku sadari dan mungkin dia dengar ) Mas denger dek, kenapa nafasnya gitu?"
“Mas bener-bener mau jadikan aku cewek matre ya?”
“ Ngak sayang, kok gitu!”
“Lha gimana, orang akan mengartikannya?”
“ Tidak perlu mendengarkan apa kata orang, siapa juga yang akan tahu. Angkanya juga gak terbang mengetuk pintu rumah kamu dan bersuara lantang 'kan? Yang tahu hanya Mas dan kamu, paling juga Dika. Dan Dika gak akan berani berfikir seperti itu. Okey, besok hari Senin izin ya?”
“ No! Terus Ibuk, gimana aku harus jelaskan? Bilang apa coba aku nanti. Aku gak mau bohong ya Mas."
“Besok pagi, Mas yang akan telephone Ibuk untuk penjelasannya. Lagian selama ini Ibuk juga dah tahu kok kalau kamu sudah lama kenal Mas. Tapi aku rasa Ibuk peka gimana perasaan Mas. Gak seperti putrinya ini. Gemes aku! Adek ada di samping Mas, sudah merah itu hidung!"
“Mas mau percobaan KDP ya?”
“ Apa tuh?” selonongnya, karena kepo.
“ Kekerasan Dalam Pacaran”
“ Ya ngak lah sayang, berarti kalau Mas gemes, tidak mau dicenul hidungnya, tapi jangan protes jika dicium ya?”
“ Mas baru menyadari nih, lama-lama ada yang melupakan topik. Gimana tadi, izin 'kan?”
“ Ngak ah, malu aku! Lagian dari kerja sambilanku, aku dah cukup kok Mas."
“ Mas capek ya, bujuk kamu! Mas entar kirimi foto Dika, hari Senin kamu temui Dika di Bank B dekat situ. Entar biar Dika yang mengurus. Kamu gak usah banyak protes."
“ Pemaksaan dong ini, Mas tahu dulu dong entar parasku gimana, pasti Mas Dika akan bocorin! curang nih namanya,"
“ Kok panggil Dika dengan 'Mas' juga, kok gak ada bedanya pacar dengan oranglain?”
“ Terus aku panggilnya apa, masak 'pak' katanya seumuran dengan Mas, entar juga dia-nya protes merasa sudah tua. Mas aja protes 'kan dipanggil Pak."
“ Ya panggilan Mas saja yang diganti apa gitu? Biar terdengar manis dan ada bedanya dengan orang lain, mungkin bisa 'sayang' gitu?"
“ Gak ah, geli! Sudah di ujung lidah terbiasa panggil Mas, walaupun panggilan sama tapi rasanya beda!"
“ Kamu ya, kalau ngomong sudah gak bisa dilawan lagi! Cita-citamu apa sih emangnya?”
“ Kerja kantoranlah pastinya, Bank atau Perusahaan gitu,"
“Apa gak ada niatan jadi guru atau pengacara? Kalau jadi pengacara entar jadi pengacara perusahaan Mas saja. Adek pinter banget negosiasinya”
“ Guru, tiap hari aku sudah ngajar. Asyik sih, tapi itu bisa jadi sampingan. Nanti bisa buka les private, terus kalo pengacara gak ah ribet! Memang penuh tantangan, tapi aku tidak ada minat. Entar tidak bisa senyum."
“ Adek nih ya, bisa-bisa aja! Entar kalau ketemu Mas, pasti akan aku buat kamu tersenyum."
“Gak ah, terima kasih. Menyambung tadi, apa gak aneh Mas? Kita jadian saja baru, langsung pakai acara buat rekening."
“Biarlah aku 'kan jadi yang pertama pembuka di buku rekeningmu, tanggalnya akan mengingatkan awal kita melangkah dan kedepannya bisa terisi rezeki yang masih berlimpah."
“So sweet amat, tapi tidak kontrak berbayar 'kan?”
“Sayangku, kok gitu sih capek Mas ah! Assalamualaikum”
Tanpa menunggu jawaban salam dariku dia langsung menutup telephonenya. Sepertinya dia benar-benar tersinggung atas kata-kataku. Padahal aku sangat malu sekali, dengan perlakuannya. Semakin dia memberiku fasilitas semakin terasanya jika aku selalu bergelut memburu pundi-pundi rupiah. Tapi siapa juga yang akan berharap hidup dalam kekurangan seperti aku. Menghabiskan masa remaja dengan memburu rupiah “Waallaikumsalam sayang, semoga dia pulang dengan selamat, lindungilah dia ya Allah...aku sungguh menyayanginya” gunamku pelan sambil melihat hapeku, tatapanku berkaca-kaca pertanda 'kan turun hujan di pipiku.
Keesokan hari, aku sudah mendengar Ibuku berbincang di telephone, bernada ramah, lembut dan penuh dengan rasa syukur.
“ Iya Nak, iya...iya...matur nuwun sanget. Matur nuwun, ngapuntene ngrepotke mugo gusti Allah selalu maringgi sehat dan perlindungan selalu... " kata-kata Ibu yang diakhiri dengan terima kasih mendalam. Aku menduga pasti itu telephone dari Mas Ferdian.
Sambil mengelus dadanya Ibu terlihat penuh dengan syukur, ketika aku menghampirinya aku pura-pura tak tahu jika aku tahu Mas Ferdian yang menelephonenya.
“Nduk, suk ameh ono tamu, kue kudu siap-siap ora popo izin lah. Nak Ferdian mau nelfon Ibu. Ya Allah matur nuwun gusti, bejo kuwe Nduk, mugo dadi jodhomu tenan. Sewu siji ono koyo ngene Nduk, Alhamdulillah anak e Ibu, iseh diparingi bejo. Mengko tak cerito karo bapakmu ( Nak, besok mau ada tamu, kamu harus siap-siap. Izin saja, Nak Ferdian sudah menjelaskan. Ya Allah terima kasih ya Allah, beruntung sekali kamu Nak, semoga benar-benar jadi jodohmu. Seribu satu ada hal seperti ini. Terima kasih ya Allah anakku sudah dikasih keberuntungan, nanti Ibu akan cerita ke Bapak)"
“Nggih Buk, alhamdulillah do’akan selalu anakmu. Tapi nopo to nggih mboten nopo-nopo Buk? Dereng onten ikatan sing pasti buk, mosok Mas Ferdian koyo memikul kebutuhanku?" ( Iya Buk, alhamdulillah do’akan saja anakmu. Tapi apa ngak apa-apa Buk? Belum ada ikatan yang pasti masak Mas Ferdian mencukupi kebutuhanku? )
“ Di tompo wae disik Nduk, mungkin Allah pancen ngirim pitulunganmu, Ibu yo wes nolak. Tapi Cah Kuwi tetep pekok piye maneh. Nek diparinggi, sing setiti ngunakno. Ora reti neng ngarep bakalle piye! Yo mugo-mugo wae apik-apik koyo sing dikarepno tapi ora reti Allah merencanakan opo. Iyo to? ( Di terima aja dulu, mungkin Allah mengirimkan penolongmu, Ibu juga sudah menolaknya. Tapi Anak Itu masih pada keinginannya. Jika dikasih, gunakan sebaik mungkin. Tidak tahu di depan nanti akan ada apa. Semoga baik-baik saja sesuai dengan harapan kita tapi tidak tahukan Allah akan berencana bagaimana. Iya kan?)"
lanjutin kisah di episode berikutnya ya...makin seru lho....😍😍
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 68 Episodes
Comments