Bab 2

Adzan subuh berkumandang membangunkan tidurku yang tanpa mimpi. Aku segera berlari ke kamar mandi dan segera melaksanakan ibadah. Masih dengan pakaian rumahan aku segera menuju ke dapur membantu di dapur menyiapkan sarapan. “Ndek winggi tak sawang-sawang  awakmu sibuk ngingeti hape wae, Nduk. Hapemu anyar to?" ( Kemarin tak lihat- lihat kamu sibuk lihatin handphone saja, Nak. Handphonemu baru ya? )

“Nggih Buk, wangsul sekolah winggi kulo langsung mendhet arto ngge tumbas hape, ajeng pamitan kaleh Ibuk tapi Ibuk mboten enten teng ndalem. Sarapan nopo niki mangke, Buk?" ( Iya Buk, pulang sekolah kemarin aku pulang mengambil uang, mau izin Ibu tapi Ibu tidak ada di rumah. Sarapan apa nanti, Buk? )

“Sarapan sak ane lah yo Nduk, sego winggi disego goreng wae, awakmu mbantu ngoreng ndok. Pitike Bapakmu ngendok okeh ( Sarapan seadanya saja, nasi yang kemarin kita buat nasi goreng, dan kamu yang bantu menggoreng telur untuk lauk, ayamnya Bapak bertelur banyak) “Nggih, Buk" ( Iya, Buk )

 

Pagi-pagi aku sudah berangkat sekolah karena seperti biasa, nunggu pacarku jemput. Hehehe, bus maksudnya. Aku sama sekali belum ada fikiran ke sana, mungkin karena fikiranku yang sibuk belajar dan memikirkan pundi-pundi rupiah. Atau mungkin karena betapa mindernya aku dengan semua kekurangan yang ada dalam kehidupanku, siapa yang akan mau bersanding denganku.

 

Dalam bus tiba-tiba aku teringat chat yang salah kirim kemarin. Fikiranku jadi sibuk sendiri sambil melihat luar jendela aku bergunam tak jelas, “Untung kemarin nyasarnya dibalas, kalau tidak? 'kan aneh jika aku sampai di rumah Bu Lasmi secara tiba-tiba. Dikira aku tidak ada sopan santunnya lagi! Disuruh chat dulu, tidak ada kabar padahal sebelumnya sudah tapi memang lagi nyasar, tapi Bu Lasminya tidak tahu jika nyasar. Untung yang balas belum terlalu kemalaman, jadi aku bisa kirim ulang. Kalau tidak? ( mataku agak melotot panik ) Aku kirim malam-malam jadi ganggu jam istirahat orang. Untung Pak Mas Ferdian baik, ( spontan aku langsung senyum dan mataku berbinar ) udah tua apa masih muda ya? Kalau sudah tua pasti tidak balas chat, pasti langsung telepon. Atau tua tapi tidak ada kerjaan ya? Kok mau balas chat? Atau...atau...masih muda? Hem...hem...dah! Mungkin belum punya pacar ya, jadi mau balas chatku. Tapi kalau sudah punya pacar? ( bola mataku berputar meragukan ) Ah, pasti orangnya memang baik jadi tetap balas chat walaupun tidak ada hubungannya dengan dirinya” aku buang nafas agak kasar, lelah hati dan fikiranku berputar-putar membayangkan tanpa ada jawaban. “Aduh, Hira...Hira...ngapain kamu pagi-pagi! Nanti ulangan matematika.” gumamku pelan-pelan memperingatkan diriku sendiri.

 

Tak terasa saking sibuknya fikiranku, sekolahku hampir terlewat jauh. “Pak..pak...pak... jangan lupakan aku dong! Aku 'kan turun di sini? Masih pakai seragam sekolah nih, Pak. Bercanda Pak, terima kasih." aku bergegas turun dari bus.

“Maaf-maaf Neng, tumben Neng agak pagian. Biasanya berangkat pada putaran kedua? Maaf Neng ya? Olah raga dikit ya Neng."

"Ya, Pak tak apa-apa."

"Untung gak jauh-jauh amat, bisa kerempeng aku, pagi-pagi dah keluar keringat” gerutuku tanpa ada yang bisa dengar. Tiba-tiba notif chatku bunyi "Siapakah yang menambah jadwal pundi-pundi rupiahku, ayo dilihat," aku ngomong-ngomong sendiri karena penasaran pagi-pagi sudah ada chat.

 From : +68..215...

Morning, gimana ada ketikan angka yang salah kan?

 

Mataku agak melotot dan berkedip-kedip berulang kali kucermati lagi nomer dan kata-kata yang ada dalam chat. Bahkan volumeku agak aku keraskan sedikit tapi tak ada yang mendengar karna sekolah masih lumayan sepi. “Morning, gimana ada ketikan angka yang salah kan?” “Heemm, asyiknya pagi-pagi dapat sapaan. ( Terasa berbunga-bunga hatiku sampai gigiku ikut absen, tersenyum terlalu lebar ) Sepertinya ini nomer yang kemarin salah, tapi hatiku kok aneh. Haruskah aku menyapanya? Berkenalan dengannya? Gimana jika dia adalah om-om kesepian? Dari kepeduliannya, peduli atau gak punya kerjaan ya? Apalah itu, tapi dia sepertinya masih muda. Jika dia sudah tua gak mungkin 'kan pagi-pagi gini chat orang yang tidak dia kenal. Aduh...aduh...( Jari telunjukku aku gerak-gerakkan ke pelipis, tak sadar sampai tuk-tuk-tuk...bunyinya, aku kebingungan sendiri dengan apa yang ada di hati dan fikiranku. Padahal simpel saja, tinggal balas. Selesai! Ngapain bingung? )

Karena terlalu lama aku bergumam sendirian, tiba-tiba Dwi merangkul bahuku dari belakang dan menyandarkan dagunya di pundakku “Hayo pagi-pagi udah gak jelas. Hayo-hayo...ngapain hayo? Ada aura-aura aneh nih, kayaknya!”

“Apaan sih, Wi. Jangan nglantur ya! Kamu nih yang gak jelas pagi-pagi. Ayo cepetan keluarin bukumu, keburu bel masuk nih! Katanya ada yang kesulitan. Soal yang mana coba?"

"Iya..iya Bu Hira...maaf sudah ngrepotin, buat kamu berangkat pagi-pagi. Tidak akan aku sia-siakan pengorbananmu, aku akan dapat nilai yang tidak jauh kalah darimu. Biar aku bisa jadi teman sekelasmu terus. Hihihi...”

 

Karena keburu ada Dwi yang datang dan aku langsung fokus padanya. Semalam dia chat memintaku berangkat sekolah pagi-pagi, katanya ada soal yang tidak bisa dia kerjakan. Aku sampai lupa gak balas chat Pak Mas Ferdian. “Udah terlihat jika sudah aku buka lagi! Jika tidak aku balas, dikira tidak punya sopan santun dong aku! Karena pelajaran udah mulai, nanti saat pulang sekolah saja, jam istirahat aku kan harus bantu di kantin." Gunamku sendirian tanpa terdengar oleh Dwi.

"Kamu hari ini aneh deh Ra, habis kerampokkan ya?" aku terkaget, aku kira Dwi di sampingku sibuk sendiri dengan soal yang dikerjakannya.

"Siapa yang kerampokkan?” jawabku, pura-pura tak kenapa-napa. "Apa karna ada handphone baru ya...kamu jadi kerampokkan hati?" sambil melirikku, ekspresi wajah Dwi buat aku kelabakan.

“Sudah, tak usah pusing-pusing cari jawaban untuk pertanyaanku.” kata Dwi dengan senyuman peringatan. Aku terdiam saja dan melanjutkan mengerjakan soal yang dibagikan ketua kelas, karena saat ini jam kosong.

 

Di sebrang kota sana, ada orang yang salah tingkah, bentar-bentar mengetuk layar handphonenya. Raut tampan wajahnya terlihat seperti orang yang gelisah. Lama-lama jari Ferdian merasa agak gatal, pengen menari-nari di atas layar handphone, dan akhirnya...

 

To: Hira

??

 

Notif handphoneku bunyi, saat mengambil buku dalam tas. Tak sengaja aku melirik sekilas +68..215.....

Chat yang masuk masih belum kubuka, setelah selesai mengerjakan soal karena masih belum ganti jam pelajaran. Akhirnya kuambil handphone dalam tasku. “Ternyata Pak Mas Ferdian...o...o..., apakah kamu menunggu balasanku? Kenapa sepertinya hatimu sama dengan hatiku?” gerutuku yang ternyata dilirik oleh Dwi karna bibirku yang tak berhenti komat-kamit, seperti baca mantra.

 

From : +62..215.....( Belum kusimpan namanya, karena aku kira hanya iklan lewat)

Maaf, sepertinya anda menunggu chat saya ya?

 

From: +62..215....

 

Sepertinya jadi formal ya?

Bolehkah saya bertanya?

 

To : +62..215.....

 

Karena untuk menghormati saja, mungkin saja anda lebih tua dari saya. Maaf.

Memangnya ingin bertanya apa ya?

menyambung pertanyaan tadi pagi, iya...maaf setelah saya lihat memang saya salah ketik 1 angka. Jadi sekali lagi maaf dan terimakasih anda telah balas chat saya. Karena memang chat saya di tunggu Bu Lasmi.

 

To : Hira

 

Maaf bersifat pribadi, umur anda berapa ya? (Ferdian jadi ikut-ikutan formal)

 

Karena sudah ganti jam pelajaran, aku memasukkan kembali handphoneku. Aku mengeluarkan buku pelajaran baru. mode sudah silent, insyaAllah aman dah! ”Tidak mungkin dia akan meneleponku karena belum aku balas chatnya” gerutuku dalam hati.

 

Dengan tenang aku mengikuti pelajaran, jam cepat berlalu dan jam istirahat tiba. Segera aku bergegas menuju kantin untuk membantu Bu Atik. “Alhamdulilah, Nak Hira. Nasi bungkus Ibu habis semua, jajanannya juga pada laris. Yang bantu Ibu, cantik banget sih! Pelanggan Ibu jadi makin nambah. Ibu jadi kelarisan kayak gini, deh!” kata Bu Atik, sambil menggodaku.

“Tidak seperti itu juga Bu, rezekinya Ibu yang ditambahi Allah." Setelah bantu bersih-bersih, aku segera kembali ke kelas.

 

Waktu berlalu dengan cepat, dan aku segera pulang. Karena nanti sore aku mulai membimbing putranya Bu Lasmi. Sampai di rumah, sambil tiduran karena kecapekkan jalan kaki dari halte sampai ke rumah yang berjarak lumayan jauh. Aku membuka-buka handphoneku, “Oy..chatnya Pak Mas Ferdian belum aku buka” aku menepuk-nepuk jidatku, sambil geleng-geleng heran. Karena tidak aku sangka, ada bertumpuk-tumpuk chat.

 

From: +62..215.....

 

???

 

From : +62..215.....

 

Kok gak di balas??

 

From : +62..215....

 

Hallo....

 

“ Bismillah ya Allah, semoga ini yang terbaik untukku, bukan suatu awalan yang buruk” gunamku sambil mengetik balasan.

 

To: +62..215......

 

Maaf ya, tadi ke putus ada ganti jam pelajaran dan ada gurunya. Emangnya kenapa kok Anda tanya usia?

 

From : +62..215......

Ketika saya tahu, mungkin saya akan tahu harus bagaimana saya bersikap.

 

To : +62..215......

Bersikap, maksudnya? Saya tidak mau menduga-duga ke mana arah perbincangan kita, tapi umur saya masih 16 tahun.

 

From : 62..215......

Positif masih sekolah ya, kelas 1 SMA berarti. Aku langsung saja jujur ya? Boleh kita berkenalan secara resmi? Karena kita kemarin kecelakaan 'kan?

 

To : +62..215......

Iya, masih sekolah Pak Mas Ferdian, alhamdulillah kecelakaannya tidak sampai dibawa ke RS. Masih sama seperti kemarin, nama saya Hira. Bahira Cantika, itu nama panjang saya. Bisa dicek dalam data kependudukan, tanpa ada pemalsuan, hehe...

 

From : +62..215......

Kamu, lucu ya? Jujur dari kemarin kamu menyita perhatianku banget, Pak Mas Ferdian, apa itu? Gelarku banyak banget. Gelar yang depan hilangin saja ya Dek, biar Mas tidak terdengar tua-tua sekali. Karena di tempat kerja Mas, Mas udah terdengar tua. Mas sudah kerja, kira-kira usia Mas sama kamu selisih 9 tahunan! Tapi jangan formal-formal dengan Mas, biar kita bisa nyaman.

 

To : +62..215......

Kalau pas baca chat, jangan ketawa sendirian ya? Walaupun aku lucu, padahal tak terlihat mukaku. Apanya yang lucu ya? Maaf, Mas punya sindrom percaya diri ya? Belum juga aku setuju, Mas sudah buat undang-undang.

Maaf ya Mas, kita sambung lagi entar. Aku mau pergi ke rumah Bu Lasmi, kemarin aku kan sudah janji mau membimbing putranya. Bye...

 

Aku segera bergegas pergi ke desa sebelah, naik montornya Ibu yang tak dipakai. Hari ini Ibu libur kerja. Putra Bu Lasmi aktif banget, hari pertama membuatku ambil nafas panjang untuk menghadapinya. Bu Lasmi suka caraku memberi pengertian pada putranya. Dan beliau berniat memperkerjakanku dalam waktu yang lama. “Alhamdulillah, seperti diterima jadi karyawan tetap, hah...beginikah rasanya? Semoga berkah barokah ya Allah” gunamku sambil mengelus dadaku.

 

Waktu berlalu dengan cepat, “Saatnya mengistirahatkan kepalaku heemmm, akhirnya bertemu yang empuk-empuk" keluhku mempertemukan kepalaku dengan bantal. Aku membuka hapeku dan mengendus-endus Si Empuk. “Oh ternyata ada yang menungguku” gunamku bahagia membuka Si Persegi panjang yang pipih.

 

From : +62..215......

Lama amat Mas ditinggalnya, Dek?

 

Tertera dua jam yang lalu, “ Mas satu ini, benar-benar ya membuat aku tidak bisa melukiskan perasaanku? Emm, jika aku dah nyaman, gimana jika aku berharap lebih? Gimana juga jika aku hanya digunakan untuk pengisi waktu luangnya? Gimana jika sudah punya cewek atau malah sudah punya istri?” aku bergunam sendirian banyak pertanyaan yang berputar-putar di kepalaku. Bercampur aduk perasaanku sambil membalas chatnya.

 

 

To : +62..215......

Maaf mas, baru kelar semua aktivitasku, baru bisa pegang hape.

 

From : +62..215......

 

Sibuk banget kamu ya, seperti melebihi kesibukan Mas aja. Kamu bilang tadi, kamu ngampu anak Bu Lasmi, maksudnya apa tuh? Sorry, Mas kepo nih. Terus kata-katamu yang ini 'Belum juga aku setuju, Mas udah buat Undang-Undang' Apa itu maksudnya?? Secara aku dah nyaman, kamu mau kabur gitu?

 

To :+62..215......

 

Soal kata-kataku, emang benar 'kan aku belum menghiyakan, Mas sudah buat Undang-Undang

1.       Panggilnya Mas, Untuk buat Mas nyaman.

2.       Aku belum jawab gimana selanjutnya, Mas juga menentukan seolah kedepannya kita menjalin hubungan, 'komunikasi maksudnya' Padahal Mas tanya usiaku sebagai pertimbangan.

Bukankah hal ini seperti UU, Mas? Dibuat untuk dipatuhi, yang melanggar dihukum! Hehehe...

 

 

From : +62..215......

 

Oh ternyata...bisa kayak pengajuan proposal pada Pak Dosen nih. Ini nih, yang Mas suka dari kamu, udah cantik smart lagi! Untuk rujukan no.1, sepertinya Mas sudah tidak mempersalahkan ya...karena sudah ngalir, sepertinya juga sudah ada yang nyaman tuh! Terus rujukan no. 2, memangnya gimana maunya? Tapi Mas tetap minta pertanggung jawaban darimu!

 

 

To :+62..215......

Tanyanya gimana, tapi ujung-ujungnya ada unsur harusnya. Sama aja dong! Untuk kenyamanan bersama. Aku mau tanya, tapi Mas jangan bohong ya? Allah saksinya lho, boleh?

 

 

From : +62..215......

Boleh Cantik, iya Mas gak akan bohong. Asal kenyamanan ini masih bisa aku rasakan.

 

To :+62..215......

Ih, apaan tuh! Buat aku merinding aja! Boleh beneran gak? Entar Mas bohong lagi, karena hanya ingin nyaman.

 

From : +62..215......

Tidak janji, maksudnya tidak akan bohong. Bilang aja! Atau Mas vidio call atau call?

 

To :+62..215......

Aku mau tanya, Mas dah punya cewek? Di umur Mas, mungkin tak salah 'kan jika sudah.

 

+62..215......calling,

“Assalamualaikum, Cantik.”

 

“Waalaikumsalam Mas, kok terus call?"

 

“Untuk meyakinkanmu, ademnya mendengar suaramu Dek. Ok, sekarang Mas jawab ya tapi kira- kira besok kamu kesiangan bangun ngak? Jamnya dah malam banget nih. Maafin Mas ya, tapi yang pasti tadi kamu dah belajar kan?”

 

“Sudah belajar kok Mas, kita berbincangnya jangan terlalu lama aja dan pastinya alarmku akan aku pastikan berisik besok pagi."

 

“Mas, saat ini tidak lagi menjalin kasih dengan siapapun kok Dek, apalagi dalam ikatan pernikahan. Mas masih sendiri. Apakah perlu aku kirimkan foto KTP Mas?? Eem Mas tahu apa yang kamu khawatirkan. Meskipun Mas baru kenal kamu, tapi Mas tahu betul gimana kamu."

 

“ Jadi takut, takut dengan kata Mas yang terakhir. Aku hanya mengkhawatirkan jika aku ada ditengah-tengah hubungan seseorang. Aku tak mau ribet dengan hal-hal seperti itu Mas."

 

“Seperti kode nih, jangan-jangan Mas dipersilahkan memasuki istana di hatimu,"

 

“ Mas aneh-aneh aja deh, kenal juga kemarin. Bagaimana wajah kita masing-masing juga kita gak tahu. Bagaimana latar belakang dari kita juga gak tahu, tiba-tiba bilang gitu”

 

“Emangnya kenapa? Nyaman itu tidak dari wajah lho sayang,”

 

“Kata yang paling ekor tu, buat aku melambung! aku masih kecil ya, jangan digombalin. Entar terbuai, hanyut dah! Hehehe”

 

“ Ini lah yang membuatku semakin nyaman, kamu asyik banget. Mas benar-benar tak tahu harus bagaimana melukiskan perasaan Mas,”

 

“Mungkin hanya karena Mas kesepian kali?"

 

“Sepertinya bukan, karena Mas sibuk banget. Makan aja kadang sampai lupa saking sibuknya. Sepertinya ada pertanyaan di hati Mas, Mas sedikit penasaran. Bukan sedikit sih, tapi penasaran sekali. Kamu masih sekolah 'kan? Terus kemarin kamu bilang, membimbing putra Bu Lasmi. Emangnya membimbing apa?”

 

“ Setelah aku banyak cerita, mungkin rasa nyaman yang Mas rasakan hilang. Sebenarnya aku ini dari keluarga yang puualling sederhana, aku memberi bimbingan belajar pada putra Bu Lasmi tiap harinya dan dapat upah dari itu. Aku juga dapat kerjaan lain, menyetrikakan pakaian tetangga-tetangga. Kadang juga dapat order dari desa sebelah juga ada. Hasilnya aku gunakan untuk sekolah dan memenuhi kebutuhanku. Tiap istirahat sekolah, aku juga bantu-bantu di kantin. Alhamdulillah dapat upah dan jatah makan siang”

 

“Wau-wau...( sambil berdecak dan geleng-geleng) Cantik.( panggilnya dengan suara yang lembut )

Putrinya siapa ini ya? Mas terharu sekali dan Mas bangga sekali sama kamu Dek, pasti orang tuamu sangat bangga sama kamu Dek. Mas yang belum memilikimu saja rasanya bangga banget. Siapa ya yang akan dapat cewek semenakjubkan seperti ini, di zaman sekarang? Ada anak gadis berkepribadian seperti kamu. Boleh Mas bertanya?”

 

“Dari tadi mas juga dah bertanya, dan berbicara luas banget hasil dari panjang kali lebar ( aku menutup mulutku ). Emang mas gak malu kenal dengan gadis miskin seperti aku? Karena aura Mas, Mas bukan sekedar orang sederhana”

 

“Tu kan, ada bau-bau menghindar nih! Pertanyaan Mas, apa Mas boleh antri?”

 

“Antri apa emangnya??”

 

“Antri jadi calon suami, minta antrian nomer 1 ya Dek, harus langsung acc dong!"

 

“Mas aneh-aneh! Mas, sepertinya aku dah gak kuat menahan kantuk deh, besok disambung lagi ya?”

 

“ Ya udah, met bubuk ya cantik, semangat! Good night...”

 

“Good night too,"

lanjut bacanya terus ya....makin seru nanti ceritanya di episode berikutnya...😍

Terpopuler

Comments

Olan

Olan

like dari My husband cold lecturer😍 mari saling dukung😍😍

2022-02-04

0

Ida

Ida

mengasikkan juga buat yg baca.. he he he..... 🥰

2021-11-29

0

Cikmon Vale

Cikmon Vale

kok ikut deg2.n iyaa thorr 😀 duhh

2021-11-01

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!