The Accidental Meeting

"Are you sure, Jemima?"

Sahabatnya, Astrid menyodorkan sekaleng soda ke arahnya. Jemima membuka tutup kaleng dan meminum beberapa teguk.

"I am sure, Astrid."

"Jadi, dia benar-benar nenek yang pernah kita temui satu tahun lalu di London?" Jemima mengangguk.

"Apa yang akan kau lakukan selanjutnya, Je?"

Jemima mengedikkan bahu. Bingung dengan situasi yang dia hadapi saat ini.

"I have no idea, Astrid. I really have no idea."

Dengan lemas, Jemima menyandarkan kepalanya di pinggiran sofa dan menatap langit-langit. Satu masalah ini sudah membuat kepalanya serasa mau pecah. Dia bahkan tidak berangkat ke kantor hari ini.

Untungnya Astrid sedang tidak ada tugas meliput, jadi ia bisa langsung datang ke kontrakannya ketika Jemima bilang butuh bantuan.

"Apa kau membutuhkan bantuanku untuk membatalkan pernikahan ini?"

Jemima menggeleng lemah. "Aku bahkan tidak berpikir sampai sejauh itu, Astrid."

Kalimatnya sendiri membuat Jemima berhenti sejenak.

"Well. Maksudku bukan itu. Aku -jelas- memikirkannya sampai sejauh itu. Dan kemudian aku berpikir tidak akan ada gunanya. Kau tahu sendiri bagaimana Ibuku."

Astrid merasa ada yang janggal pada ucapan Jemima. Tidak biasanya ia begitu pasrah. Pasti ada sesuatu yang membuat Jemima tidak bisa membantah perjodohan ala Siti Nurbaya ini.

Alih-alih mengungkapkan apa yang ada di pikirannya, Astrid hanya mengangguk mengerti. Ditambah lagi ia tahu persis siapa rival Jemima selain Ibunya.

Wanita itu.

🎬

"Aku tidak menyukai teman lelaki kalian."

Jemima dan Astrid yang saat itu sedang berada di toilet umum menoleh ke kanan dan ke kiri. Tidak ada siapapun. Hanya mereka berdua-bertiga jika ditambah wanita ini.

Kalau begitu siapa yang wanita ini ajak bicara?

"Kalian. Aku berbicara pada kalian."

Jawaban wanita itu membuat mereka berdua tercengang. Mereka tidak saling kenal, bukan? Lantas kenapa wanita ini tiba-tiba saja...

"Apa kalian sudah berubah bisu? Ya Tuhan. Anak-anak jaman sekarang tidak punya sopan santun pada orang tua."

"Excuse me?"

"Oh. Punya suara juga ternyata." Wanita itu menyudahi cuci tangannya dan mematikan kran.

"Aku katakan sekali lagi. Aku tidak menyukai teman lelaki yang duduk bersama kalian. Aku merasa dia akan membawa dampak buruk pada hidup kalian."

"Are you crazy, Ma'am?" Pertanyaan ini keluar dari mulut Astrid.

Terdengar tawa yang menggema memenuhi ruang toilet yang sempit. Wanita itu menggelengkan kepala.

"Call me 'Madam', Young lady. Madam Rowena."

Dan setelah itu, wanita yang menyebut dirinya sebagai 'Madam Rowena' tersebut meninggalkan mereka berdua. Tapi sebelum pintu toilet benar-benar tertutup, mereka sempat mendengar ia berbicara.

"Trust me, Young Lady. Jauhi saja lelaki itu."

🎬

Jemima menghela napas lelah. Kamarnya sudah sepi. Astrid ada tugas mendadak dari kantornya dan pergi sejam yang lalu.

Peristiwa setahun yang lalu masih tercetak jelas di ingatannya. Pertemuan tak terduga yang dilanjutkan dengan beberapa pertemuan tak terduga lainnya.

Mengingat liburan satu minggunya di London yang lumayan singkat. Jemima tidak habis pikir, dirinya dan Astrid bisa bertemu kembali dengan Madam Rowena hari berikutnya. Di tempat yang berbeda.

Dan wanita itu masih saja mengucapkan hal yang sama. Ia mengatakan sesuatu tentang 'feeling', ramalan dan entah apalagi yang tidak Jemima dengar.

Hell. Memangnya siapa wanita itu. Mereka bahkan tidak saling mengenal sebelumnya dan ia sudah berani menyuruhnya menjauhi temannya.

Kebenarannya, selama satu tahun ini tidak terjadi apapun. Dia dan 'teman lelakinya yang harus dijauhi' itu masih berteman baik sampai sekarang.

Sudah cukup waktunya dia habiskan untuk memikirkan wanita itu. Baru satu hari dan pikirannya sudah dijajah.

Jemima menghela napas berat. Berhenti memikirkan wanita itu bukanlah solusi yang baik ternyata, karena sekarang otaknya kembali berputar pada kejadian semalam. Ketika Ayahnya, yang biasanya diam saja dalam kewibawaan, mengetuk pintu kamarnya tengah malam.

🎬

"Ayah tahu kau tidak bisa tidur, makanya Ayah datang kemari."

Kalimat pertama yang diucapkan Ayahnya ketika Jemima membuka pintu kamarnya.

Jemima mempersilahkan Ayahnya masuk. Pasti ada hal penting yang akan dibicarakan Ayahnya yang mengharuskan beliau mengetuk pintu kamar putrinya tengah malam begini.

"Kau putri Ayah yang cerdas. Ayah yakin kau sudah tahu alasan Ayah datang ke kamarmu."

Jemima mengangguk. "Masalah lamaran tadi?"

Ayahnya menepuk puncak kepalanya dengan sayang.

"Tidak adil rasanya jika kau kami paksa menikah tanpa tahu alasan sebenarnya."

Kalimat pembuka Ayahnya membuat Jemima memusatkan perhatian. 'Alasan sebenarnya'. Jadi ada alasan dibalik ini semua. Dibalik sikap diam Ayahnya sejak lamaran tadi berlangsung.

Jemima sengaja diam. Dia ingin mendengarkan penjelasan Ayahnya terlebih dahulu.

"Kau tahu di mana rumah sakit tempat Ayah bekerja, bukan?" Ayahnya membuat jeda.

Jemima menahan napas. Tidak sabar untuk mendengar lanjutan ceritanya.

"Madam Rowena merupakan salah satu donatur terbesar rumah sakit. Jadi, Ayah..."

"Jadi, Ayah tidak berani menolak karena bisa berdampak pada pekerjaan Ayah?" Potong Jemima cepat.

"Ayah hanyalah seorang perawat biasa di sana, Sayang. Bukan hanya pada pekerjaan Ayah, tapi pada rumah sakit tempat Ayah bekerja."

Jemima melihat Ayahnya berdiri dan mondar mandir di dalam kamarnya. Ayahnya sedang panik. Dia tahu itu.

"Ayah tahu ketakutan Ayah tidak cukup dijadikan alasan. Hanya saja... Ayah takut, benar-benar takut kalau seandainya Ayah menolak, apakah akan berdampak pada rumah sakit. Tidak masalah jika Ayah dipecat, tapi bagaimana jika dia jadi berhenti menjadi donatur rumah sakit. Bagaimana jika....."

"Ayah," sela Jemima. "Tidak apa-apa. Aku tidak apa-apa." Jemima mengusap-usap punggung Ayahnya. Beliau sudah terlalu banyak berbicara.

"Ayah tahu ketakutan Ayah sungguh tidak bisa dijadikan alasan. Tapi.."

"Sudahlah, Ayah. Aku mengerti. Tidak apa-apa."

Jemima bisa memahami posisi Ayahnya. Beliau sudah menghabiskan separuh hidupnya untuk mengabdi pada rumah sakit itu. Memang bukan rumah sakit yang besar. Karena itulah, rumah sakit masih membutuhkan bantuan dari donatur luar.

Hanya saja masih ada satu pertanyaan lagi yang belum terjawab.

"Lalu, apakah pertemuan Ibu dengan wanita..maksudku dengan Madam Rowena adalah rekayasa?"

"Tidak..tidak..Tentu saja tidak. Mereka benar-benar bertemu secara tidak sengaja tanpa sepengetahuan Ayah. Itu bukanlah kebohongan."

Jemima mengangguk lega.

"Aku akan menikah dengan cucunya, Ayah. Aku akan menikahinya. Ayah tidak perlu khawatir lagi."

Dan saat itu juga napas Jemima terasa sesak.

Terpopuler

Comments

ngrajut story

ngrajut story

Terharu aja baca percakapan ayah anak ini.

2021-08-17

1

Siti Julaeha Julai

Siti Julaeha Julai

bikin visualnya thorr... biar tambah mantappp

2020-12-07

1

baby mochi 🥰

baby mochi 🥰

ftonya g bsa d bka

2020-04-07

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!