Matahari kian meredup sinar terangnya, saatnya untuk kembali ke peraduannya. Membuka tabir bernuansa senja yang menyilaukan mata bila memandangnya.
Langit telah tampak berwarna jingga, itu pertanda petang telah tiba untuk sekedar menyapa.
Lelah dan letih yang kian mendera, tak membuat Arfan memutuskan semangat yang membara di dada. Ia dengan cekatan dan telaten mengukir indah sebuah karya seninya. Telah hampir seharian ini ia bekerja, tiba pula masa untuknya beristirahat dan berbenah diri. Sebab, sebentar lagi panggilan sang Muazin akan berkumandang di dalam masjid.
"Hahhh ... Alhamdulillah, akhirnya kerja hari ini selesai juga. Sebaiknya, sekarang aku segera mandi dan pergi shalat berjamaah ke masjid." ucapnya sembari mulai melangkahkan kakinya yang masih terasa sakit akibat jatuh kemarin.
Di dalam rumah, sang adik telah selesai mandi dan merias diri ala kadarnya.
"Mas, kok dari tadi aku nggak liat bu'e. Bu'e kemana, ya, Mas?" tanyanya celingak-celinguk mencari sosok ibu tercinta.
"Loh, memang bu'e ndak bilang ke kamu, ya? Bu'e, 'kan sedang pergi keluar kota bersama rombongan pengajiannya," jawab Arfan.
"Oh, gitu. Pantesan, Nad cariin dari tadi nggak ketemu-ketemu. Ternyata, bu'e memang nggak ada di rumah, toh. Ya, wis ... Mas, buruan mandi sana! Bau, Mas ...," ucap Nadhifa dengan menutup hidungnya, sebab mencium bau badan si kakak terkasih yang di rasa tak wangi.
"Ini Mas juga mau mandi, Nad. Ya, udah. Mas mandi sekarang, kamu jangan keluyuran, ya! Soalnya, sebentar lagi udah mau Maghrib," Arfan memberikan ultimatum pada sang adik.
"Iya, Mas. Aku tahu, kok." jawabnya kemudian berlalu pergi ke ruang TV.
...*****...
Lain Arfan lain pula dengan Fayra. Gadis cantik itu tengah duduk di depan cermin. Ia mengamati setiap garis wajahnya dari balik pantulan cermin yang menampilkan sebagian dirinya.
Terlihatlah di sana wajah sendu yang berbalut lesu, serta rasa sedih yang tak bisa ia pungkiri.
"Huhhh ...." terdengar helaan nafas yang terbelenggu dari bibir mungil itu.
"Kenapa, sih?! Kenapa aku harus mengalami nasib buruk ini, coba? Sedangkan kak Raynar dan kak Savina bisa dengan bebas menjalankan kehidupan mereka." keluhnya dengan hati yang pilu.
Tok ... tok ... tok ...
Terdengar ketukan pintu yang cukup mengganggu fokus Fayra yang sedang sendu.
"Masuk!" sahut Fayra yang sedikit berteriak dari dalam kamarnya.
"Fayra, Sayang ...!" sapa lembut sang ibu yang
membawa makan malam untuk putri manjanya.
"Mama! Kenapa ke sini bawa-bawa makanan, hmm? Nanti, kalau papa tahu dia pasti akan marah-marah ke Mama. Fay nggak mau dengar omelan-omelan nggak jelas papa lagi, Ma! Udah, ya! Udah cukup Fay menderita gara-gara semua fasilitas Fay di ambil sama papa. Fay nggak mau kalau sampai harus menerima hukuman lagi, Ma!" bantah Fayra yang mendapatkan perhatian dari sang ibunda tercinta.
"Shuuuttt!" Hazna meletakkan telunjuknya tepat di depan mulutnya.
"Pelankan suaramu, Nak! Nanti, kamu bisa membuat papamu mendengar omelan mu itu. Udah, kamu nggak usah masak untuk malam ini, ya! Mama tahu, kamu pasti sangat lelah, 'kan?! Jadi, jangan tolak untuk kali ini ... saja, ya?!" pinta sekaligus perintah dari sang bunda tercinta.
"Nggak, Ma! Fay tetap nggak mau. Bisa aja, 'kan. Pak presiden itu pakai CCTV di sekitar sini? Jadi, Mama bawa aja lagi semua makanan itu. Fay bahkan nggak selera makan, Ma. Fay mau langsung tidur aja. Maaf, Ma!" Fayra pun menolak keras kebaikan dari sang ibu.
"Benar juga, sih! Apa yang di katakan oleh Fayra. Aku juga nggak tahu kalau sampai aku ketahuan nanti. Entah apa yang akan terjadi pada putri malang ku ini. Lebih baik, aku turuti saja keinginan Fay. Mungkin, ini lebih baik. Tapi ... kasihan juga Fayra! Aih ...." batin Hazna berkeluh kesah.
"Ya, udah. Mama harap kamu ... kamu segera menuruti perintah papamu. Supaya, hal ini tidak berlanjut lebih lama, Nak." Hazna mengelus-elus lembut puncak kepala sang putri.
"Keputusan ku tetap tidak akan berubah, Ma!" pintu kamar pun tertutup rapat, tepat setelah Fayra berkata begitu pada sang ibu.
...*****...
Sejak berangkat sekitar jam 14.48 WIB lalu, sampai detik ini masih belum ada kabar dari Sanah. Padahal perjalanan dari Yogyakarta menuju Semarang tidak membutuhkan waktu yang lama. Hanya sekitar 3 jam lebih waktu perjalanan yang di butuhkan.
Tapi, ada saja kendala yang di alami oleh bus yang bertugas untuk mengantarkan Sanah dan rombongannya. Mulai dari bannya bocor tiba-tiba, sebab menabrak paku. Lalu, mengalami mogok sampai-sampai harus di perbaiki terlebih dahulu.
"Duh, kenapa, ya dari tadi bus kita ada aja kendalanya." keluh salah satu teman Sanah.
"Sabar, Jeng! Ini namanya cobaan dari Allah. Jadi, kita harus menerimanya dengan lapang dada." terang Sanah dengan senyuman merekah di bibirnya.
Tepat setelah ia mengucapkan kata-kata itu, tiba-tiba saja bus mengalami oleng.
"Aaaa ... kenapa lagi ini, Pak?" tanya salah satu dari mereka.
"Sa-sa juga tidak tahu, Bu," jawab supir yang juga merasa panik saat ini.
"Ya, Allah ...! Tolong selamatkan kami ...!" jerit mereka semua.
"Astaghfirullah ...! Ya, Allah ...!" jerit Sanah.
Setelah selesai berkata seperti itu, bus pun tak bisa lagi di kendalikan oleh sang supir. Sehingga mereka mengalami kecelakaan tunggal di pinggir jalan.
Kini, bus tergeletak tepat di tepi bibir jalan. Dengan posisi yang sudah hancur berantakan. Ada yang sampai terpental cukup jauh dari posisi jatuhnya bus. Salah satu yang mengalami hal itu adalah Sanah.
Saat ketika bus mengalami perubahan kondisi yang normal menjadi oleng. Bus sempat beberapa kali berguling-guling sesaat sebelum pada akhirnya tergeletak di bibir jalan.
Itu semua bisa terjadi akibat dari licinnya jalanan aspal, yang memang tengah di timpa hujan saat ini. Sampai pada akhirnya, mereka semua mengalami kejadian tragis tersebut.
...*****...
Di kediaman Arfan ...
Tiba-tiba foto Sanah jatuh berderai ke lantai. Sehingga membuat Arfan dan Nadhifa terkejut.
"Suara apa itu, Dek? Kok, kayaknya suara benda jatuh, ya?" ucap Arfan yang tengah menyuap makanan ke dalam mulutnya.
"Entahlah, Mas. Coba aku periksa dulu, ya!" Nadhifa pun berdiri dari duduknya.
Cepat-cepat Nadhifa menuju sumber suara tersebut. Dan diapun menjerit dengan tangisnya yang tak bisa di bendung lagi.
"Mas ...! Hiks ... Mas ...! Hiks ...," jerit Nadhifa dengan isak tangisnya yang meronta-ronta meminta pertolongan.
Buru-buru Arfan berlari mendekati sang adik.
"Kenapa? Ada apa, hmm?!" tanya Arfan dengan keterkejutan yang tidak lagi bisa di tahan.
"Bu'e, Mas ... Bu'e! Hiks ...,"
"Bu'e?! Bu'e kenapa, Nad? Bu'e, 'kan lagi pergi sama teman-temannya. Kamu kenapa tiba-tiba menangis begini, hmm?!" tanya Arfan yang semakin panik.
"Foto bu'e, Mas. Foto bu'e hancur. Nad takut kalau terjadi sesuatu pada bu'e, Mas. Mas, Nad pengen dengerin suara bu'e! Dari tadi siang perasaan Nad nggak karuan. Nad terus saja sangat merindukan bu'e, Mas." keluh Nadhifa pada sang kakak yang tengah termangu tak percaya.
"Kenapa Mas malah diam aja, sih?! Ayo, buruan telpon bu'e, Mas!" rengek Nadhifa sambil menarik-narik lengan baju sang kakak.
"Eh! I-iya, Mas akan langsung telpon pihak rombongan pengajiannya bu'e, ya. Kamu jangan berpikir yang bukan-bukan dulu, ya! Sabar! Mas akan telpon sekarang. Kamu tenang dulu, ya!" pinta Arfan pada sang adik. Nadhifa dengan cepat mengangguk menyetujui saran dari sang kakak.
"Nomor yang anda tuju sedang berada di luar jangkauan. Silakan cobalah beberapa saat lagi!" Bukan suara si penerima telepon yang Arfan dapat. Melainkan, suara sang operator seluler yang membuat ia semakin panik tak terkira saat ini.
"Bagaimana, Mas?! Apa katanya?" tanya Nadhifa tak sabaran.
Arfan menggeleng lemah dan berkata, "Nggak di angkat, Nad. Harusnya, sekarang bu'e dan rombongannya sudah tiba di Semarang, 'kan?! Tapi, dari tadi Mas tunggu panggilan dari ketua rombongan bu'e. Dia sama sekali tidak menelepon Mas, Nad." terang Arfan apa adanya.
"Apa ini semua ada hubungannya dengan firasat ku tadi pagi, ya?! Ah, semoga tidak! Semoga, bu'e dan teman-temannya dalam keadaan baik-baik saja. Aamiin ...!" doa Arfan dari dalam hatinya.
"Nad, kamu di rumah, aja, ya! Mas akan menanyakan hal ini pada pak ustadz. Kamu tunggu di rumah, ya! Ingat, jangan kemana-mana!" pesan Arfan pada sang adik tercintanya.
Nadhifa mengangguk pelan.
"Assalamualaikum," pamit Arfan.
"Waalaikumsalam," jawab Nadhifa dengan isak tangis yang tersisa.
...*****...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 80 Episodes
Comments
𝐬𝐚𝐟𝐫𝐢𝐚𝐭𝐢
Gimana rasanya punya Ibu perhatian ya ?...😔
2022-09-11
0
Bayangan Ilusi
Bu'eeeeeeeeeee🥺🥺
2022-07-18
1
R.F
5 like hadir ssmangat. dan apa kabar dhe
2022-02-15
1