Kemarahan Adiwangsa Maheswara

Kafe tempat Fayra dan Ervin berada, tengah merasakan perasaan yang berbunga-bunga. Sedangkan suasana di rumah gadis cantik itu, justru berbanding terbalik dengan apa yang di rasakan oleh dua sejoli itu.

Hal apakah yang terjadi?!

...*****...

Adiwangsa Maheswara tengah mengenakan pakaiannya yang akan ia pakai di hadapan semua rekan-rekan maupun koleganya. Ia berencana untuk menghadiri pertemuan para pebisnis kelas kakap. Ia tentu tak ingin ketinggalan gosip yang tengah ramai di perbincangkan saat ini.

Pasalnya, saat ini bisnis mebel tengah mengalami kenaikan pesat. Sebagai perusahaan yang juga menggeluti bidang tersebut, sudah barang tentu Adiwangsa tak mau absen akan hal itu.

"Sayang, buatlah aku terlihat seperti seorang raja yang akan memerintah dan mengendalikan semua orang nantinya!" ujarnya penuh ambisi yang tak pernah mati pada sang istri.

"Iya, tenang dan rileks saja, Sayang! Ini, sebentar lagi juga akan selesai, kok." sahut Hazna pada suaminya yang tergesa-gesa itu.

Sejenak, otak Adiwangsa berotasi memikirkan sang putri manjanya yang tadi pagi, ia tolak mentah-mentah keinginan sang putri manjanya itu.

"Sayang ...?! Apa Fayra masih marah padaku?" tanyanya dengan ekspresi wajah yang sulit untuk diterka.

"Hahhh ... sepertinya masih, Mas. Cobalah kamu saja yang langsung menasihati dia! Aku tadi sudah menasehati dia, tapi ...,"

"Tapi, kenapa?" sambar Adi cepat.

"Tidak, dia tidak mau menerimanya. Itu terlihat jelas pada wajahnya, Mas. Dia sangat sulit sekali di atur!" jelas Hazna yang sudah mulai kewalahan menghadapi sikap sang putri.

"Baiklah, aku sendiri yang akan menemuinya di kamarnya. Kalau begitu, Mas pergi dulu, ya!" ucap Adi yang kemudian mengecup puncak kepala sang istri sebelum ia pergi.

Hazna selalu merasa bahagia dengan sikap manis dan lembut yang di ciptakan oleh Adi padanya. Dia pun tersenyum bahagia, sebab ia mendapatkan kecupan hangat.

Adiwangsa mulai berjalan menuju kamar putri manjanya. Tinggal beberapa langkah lagi, Adi akan mencapai pintu kamar sang putri.

Tok ... tok ... tok ...!

Tak ada jawaban, Adi pun masuk tanpa berkata apa-apa. Dia buka pintu dan dia pun terkejut bukan kepalang.

Rahangnya mengeras dan jari jemarinya mulai mengepal kuat.

"Anak itu ... sungguh mencari-cari amarahku! Tunggu ... tunggu saja sampai kamu kembali Fayra! Papa akan mengajarkan padamu, bagaimana caranya memberontak dengan benar!" sarkas Adi berujar sendiri.

Buru-buru dia membawa dirinya pergi untuk menghadiri pertemuan para pebisnis tersohor seantero Yogyakarta itu. Dia mencoba untuk mengendalikan emosi yang sudah mencapai batas tinggi! Kepalanya terasa mendidih, sebab kemarahan telah sukses menyalakan api. Bahkan sampai ke ulu hati!

Adi masuk ke dalam mobilnya dan memerintahkan pada sang supir untuk segera pergi.

"Jalan, Pak!" ucapnya.

"Baik, Tuan!" sahut si supir kemudian.

...*****...

Arfan berjalan dengan sangat hati-hati, takut kalau ibunya melihat kondisi tubuhnya yang terluka. Diam-diam dia ingin langsung masuk ke kamar.

Dia mengucapkan salam hampir tak terdengar sama sekali.

"Assalamualaikum," ucapnya dengan berbisik lirih.

Kemudian, dia pun berjalan lagi dengan hati-hati dan sangat pelan sekali. Diseretnya kaki yang masih lagi terasa perih. Lalu, di bawanya beranjak pergi dan mencoba untuk segera melarikan diri.

Tapi ... sungguh malang!

Ada kejadian yang tak bisa ia hindari lagi.

"Loh, Mas ...?! I-itu ... kakinya Mas, kenapa? Kok, bisa di perban begitu, Mas?" tanya sang adik yang sudah pulang kuliah.

"Shuuuttt ...! Pelan-pelan ngomongnya, Dik Manis! Mas ndak mau kalau bu'e sampai dengar nanti," ucap Arfan dengan memberikan kode menggunakan telunjuknya yang di letakkan di bibirnya.

"Bu'e ... di mana, hum? Tumben, suaranya tidak kedengaran?" tambahnya lagi.

"Bu'e ada di dapur, Mas. Lagi ... masak," jawab adiknya.

"Eh, Mas kok, pertanyaan aku belum di jawab, sih? Itu loh ... kaki Mas kenapa, hum?" tanyanya lagi.

"Tadi ... Mas jatuh dari sepeda motor, Dek. Kamu jangan bilang-bilang ke bu'e, ya?!" titahnya pada sang adik yang masih terlihat khawatir.

"Apa?! Jatuh dari motor?!" teriak histeris sang adik yang pada akhirnya membuat sang ibu pun jadi tahu.

Bergegas Sanah berlari dari dapur menuju ruang tamu.

"Siapa yang jatuh dari motor, Nad?!" tanya Sanah dengan nada bicaranya yang memburu ingin tahu.

"Bu'e ...?!" ucap bingung kedua kakak beradik itu, sembari memegang tengkuk mereka masing-masing.

Arfan menatap jengah ke arah sang adik yang sudah tertunduk diam.

"Loh, Fan! Kok, kakimu ...," Sanah menatap lekat kaki sang anak yang telah berbalut perban.

"Bu'e ... aku ndak apa-apa, kok! Ini cuma luka sedikit tadi.

"Kok, bisa toh, Le ...? Memangnya, kamu itu mikirin apa, sih di atas motor, tadi?" tanya Sanah yang tak habis pikir, melihat tingkah sang anak yang masih bisa tertawa cekikikan seperti sekarang ini.

"Hehehe ... aku tadi sempat berkhayal bertemu bidadari, Bu'e! Tapi ... sayangnya bidadari itu galaknya minta ampun! Hehe ...," kelakar Arfan agar ibunya berhenti khawatir akan dirinya.

"Wis, toh! Ndak, usah berkhayal yang ndak-ndak! Begini, 'kan jadinya? Ya, udah. Sekarang, kamu mandi terus makan dan nanti Bu'e akan oleskan obat untuk lukamu itu!" seru Sanah yang tak bisa di ganggu gugat lagi.

"Iya-iya, Bu'e. Siap laksanakan, Bu'e!" Arfan pun lekas pergi ke kamarnya untuk mengambil handuk.

Chayra Nadhifa yang masih lagi setia dengan kepalanya yang menunduk, segera di tegur oleh sang ibu.

"Nad ...? Kamu, kenapa masih bengong, di situ, hum?! Sudah sana pergi carikan obat untuk mas mu, ya!" titah Sanah pada sang putri.

Arfan yang bersiap-siap mau mandi, berhenti sejenak di tengah-tengah ibu dan adiknya.

"Eh, mau kemana kamu, Dek?" tanyanya.

"Mau pergi beli obat untuk Mas di apotik dekat sini," sahutnya pula.

"Ndak perlu! Mas sudah beli tadi. Jadi, kamu ndak perlu lagi capek-capek ke sana, ya! Mendingan, sekarang kamu bantuin Bu'e siapin makan siang." ucap Arfan sembari mengusap-usap lembut puncak kepala sang adik satu-satunya itu dengan kasih.

Dia melakukan itu, sebab tahu bahwa adiknya merasa bersalah padanya. Itu sebagai jawaban dari rasa takut sang adik padanya.

"Mas, ndak marah sama mu, Dek!" ucapnya yang langsung membentuk senyuman di wajah sang adik.

"Beneran, Mas?" ucapnya girang.

"Iya, kalau gitu Mas mau mandi sekarang, ya! Bu'e ... jangan lupa senyum!" ucapnya yang sempat-sempatnya menggoda ibunya.

"Kamu ini ...! Ada ... saja kelakuanmu yang akan membuat Bu'e mu ini ketawa, Le ... Le ...!" ucap Sanah geleng-geleng kepala.

...*****...

Sampailah Adiwangsa di salah satu gedung elite di kota Yogyakarta. Tampaknya, suasana bising telah memenuhi ruangan diadakannya pertemuan mereka.

Adiwangsa tak sabar ingin segera memasuki gedung tersebut. Langkah gagahnya yang di ikuti oleh beberapa orang kepercayaannya pun menelusuri gedung mewah itu.

Kedatangan Adiwangsa pun di sambut hangat oleh beberapa orang kalangan konglomerat kelas kakap yang ada di sana.

"Hai Tuan Adiwangsa Maheswara yang terhormat! Akhirnya, Anda muncul juga. Kami sudah lama menunggu kehadiran Anda, Tuan Adi!" ucap salah satu koleganya di tempat itu.

"Ah, Tuan Bramantyo ini bisa saja. Mari, lanjutkan lagi cicip mencicipi hidangannya!" ajak Adi pada koleganya itu.

Mereka pun berjalan beriringan bersama menuju yang lainnya berada.

Suasana yang kental akan glamor dan dunia bisnis pun begitu terasa di sana. Rasanya, hampir semua orang yang hadir adalah para pemilik perusahaan yang disegani oleh banyak orang.

Tak terkecuali dengan Erwin Adicandra, ia juga ikut bagian dalam pertemuan kali ini. Banyak juga yang ingin bekerjasama dengan perusahaannya.

Namun, Adiwangsa Maheswara tak akan pernah sudi untuk bekerjasama dengannya. Sebab, dendam di masa lalu di hatinya terhadap Erwin belum lagi sirna.

Obrolan antara Bramantyo dengan Adiwangsa pun mulai menyinggung tentang ranah pribadi Adiwangsa. Sebab, pertanyaan dari Bramantyo sontak membuat mood Adiwangsa menjadi drop.

"Saya dengar-dengar, putri Anda menjalin hubungan dengan putra dari Tuan Erwin Adicandra. Apakah itu benar adanya, Tuan Adi, hum?! Atau ... jangan-jangan, ini hanyalah sebuah bentuk kerjasama di antara kalian berdua, ya?" tanya Bramantyo yang semakin membuat Adiwangsa mengeraskan rahangnya.

"Hahaha ... itu berita hoax, Tuan Bramantyo! Jadi, Anda tidak perlu mempercayai berita yang tidak jelas asal-usulnya itu!" sanggah cepat Adiwangsa terhadap tuduhan yang di layangkan oleh koleganya itu.

"Tapi, apakah berita itu benar-benar cuma sekedar hoax, Tuan Adiwangsa? Coba, ini Anda lihatlah sendiri unggahan putri Anda, Tuan Adiwangsa!" Bramantyo pun menunjukkan foto-foto kedekatan Fayra dan Ervin yang saat ini tengah bersama di salah satu kafe ternama.

Mata Adiwangsa sempat melotot tak percaya. Tapi, sebisa mungkin dia tetap memasang sikap tenangnya. Seolah-olah, tidak terjadi apa-apa saat ini. Walaupun sebenarnya hatinya tengah mengutuk sang putri manjanya di relung hati terdalam.

"Fayra ...! Awas nanti kamu di rumah. Papa akan berikan pelajaran yang sangat berharga untukmu!" gumamnya membara di dalam hati.

Tak sampai di situ, Bramantyo pun juga menunjukkan foto-foto yang baru saja di unggah oleh Fayra pada Erwin Adicandra, yaitu ayah dari Ervin.

Bramantyo berjalan dengan cepat menuju Erwin berdiri saat ini. Dia rela meninggalkan Adiwangsa sendirian, hanya demi memuaskan batinnya untuk melihat ekspresi apa yang akan tampak dari seorang Erwin nantinya.

"Tuan Erwin! Apa kabar, Tuan? Saya harap Anda baik-baik saja, ya!"

"Ya, saya sangat baik, Tuan Bramantyo. Ada perlu apa Anda mencari saya kemari? Sampai-sampai, Anda rela meninggalkan kolega Anda demi menemui saya," tanya Erwin dengan sedikit nyinyir.

"Tentu saja hal ini menyangkut masa depan perusahaan Anda dan juga perusahaan tuan Adiwangsa, Tuan Erwin Adicandra," ucap Bramantyo gamblang.

"Maaf, maksud Anda apa, Tuan?! Saya tidak mengerti sama sekali," sahut Erwin bingung.

"Ah, ini ... lihatlah! Betapa mesranya anak-anak kalian, bukan?!" ujar Bramantyo dengan senyum penuh misteri.

Sama halnya dengan Adiwangsa, Erwin Adicandra pun tak bisa menerima kenyataan bila anak-anak mereka menjalin hubungan.

"Ini ... ini pasti salah! Ya, ini pasti sebuah kesalahpahaman saja, Tuan Bramantyo! Baiklah, kalau begitu saya permisi dulu!" pamitnya pada Bramantyo.

Saat Bramantyo ingin kembali menemui Adiwangsa. Ternyata, ia tak melihat sosok itu berdiri lagi di tempat yang sama.

Setelah mendapat kabar tak baik itu, baik Adi maupun Erwin. Mereka sama-sama memutuskan untuk pulang dan menunggu kedatangan anak-anak mereka di rumah masing-masing.

...*****...

"Jalan, Pak! Kita pulang sekarang juga!" titah Adiwangsa yang sudah melonggarkan dasinya karena merasa gerah.

"Baik, Tuan!"

Mobil pun melaju dengan kecepatan tinggi. Membelah jalanan kota yang padat berisi kendaraan.

Tak jauh berbeda, Erwin juga mulai kegerahan dengan kelakuan sang anak yang diam-diam berhubungan dengan anak dari rivalnya semasa mudanya dulu.

"Kurang ajar! Benar-benar anak durhaka kamu Ervin! Papa sengaja menyekolahkan kamu jauh-jauh ke luar negeri. Demi supaya kamu mendapat jodoh di sana dan syukur-syukur mendapatkan rekan bisnis juga di sana. Ini apa yang kamu berikan pada papa, hah?! Dasar tidak tahu di untung kamu itu, Ervin!" bentaknya kesal sendiri di dalam mobil.

Sementara, sang supir hanya menjadi pendengar setia saja.

...*****...

Setibanya di rumah, Adi langsung memanggil seluruh penghuni rumah dan mengumpulkan mereka semua.

"Bagi siapa saja yang ada di dalam rumah ini. Tolong segera tampaknya diri kalian!" teriak Adiwangsa tanpa jeda.

Semua orang berbisik-bisik dan bertanya-tanya.

"Apa yang terjadi?"

"Ada apa ini?"

"Kenapa kita di kumpulkan, begini?"

Kurang lebih seperti itulah bisik-bisik yang di ucapkan oleh beberapa pembantu rumah tangga tersebut.

"Di mana Fayra ...?! Apa kalian tidak ada yang tahu kemana anak itu pergi, hah?!" jerit Adiwangsa semakin menjadi-jadi.

Hazna yang baru saja keluar dari kamarnya, langsung menghentikan keributan yang suaminya perbuat.

"Sayang ...! Ada apa kamu mencari putri kita, hum? Mungkin, dia sedang pergi mengerjakan tugas-tugasnya sebagai pemimpin perusahaan, Sayang. Memangnya, apa yang telah terjadi, hum?!" tanya Hazna yang semakin takut melihat mata elang sang suami, yang sudah memerah. Dan tatapan matanya seakan menusuk ulu hati yang memandangnya.

"Cepat kamu hubungi dia suruh dia segera pulang sekarang juga ...!!" titah Adiwangsa dengan nada yang amat tinggi, sehingga suaranya terdengar nyaring dan memekakkan telinga.

"Ba-baik-baik! Aku akan ... menghubunginya sekarang," sahut Hazna semakin ketakutan.

Tut ... tut ... tut ...!

"Ayo, angkat telpon mu, Nak!" gumam Hazna lirih.

"Apa dia belum juga mengangkat telponnya?" tanya Adiwangsa semakin mengerang dan semakin berang.

"Be-belum, Mas. Tapi, tapi ... aku akan coba terus menghubunginya."

"Tidak perlu! Aku akan setia menunggu dia pulang. Kalian semua bubar sekarang juga! Tapi, ingat satu hal baik-baik! Mulai hari ini, biarkan Fayra mengurus dirinya sendiri! Ini adalah hukuman kecil dariku untuknya. Apa kalian, mengerti?!" sergah Adiwangsa pada semua pembantunya.

"Ba-baik, Tuan!" sahut mereka semua serempak.

Hazna tak berani untuk sekedar bertanya kesalahan apa yang sebenarnya telah di perbuat oleh putri mereka. Sehingga, suaminya menjadi amat sangat marah seperti sekarang ini.

...*****...

Beberapa jam kemudian ...

Adiwangsa masih setia menunggu kedatangan sang putri manjanya. Bahkan, ia sampai tertidur di sofa.

Ketika Fayra baru saja masuk ke dalam rumah, tampaklah wajah sang ayah yang sudah sangat jelas memasang wajah penuh amarah.

"Pa ... Papa!" ucap Fayra kikuk seketika.

"Akhirnya ... kamu pulang juga anak pembuat onar!" ucap ketus Adiwangsa pada sang putri manjanya.

"Kemarilah!" pekik Adiwangsa dengan suara yang menggema.

"Ba-baik!" jawab Fayra semakin gugup dan takut.

Pasalnya, selama ini Fayra belum pernah melihat ayahnya semarah itu padanya. Ia pun bertanya-tanya dalam hatinya.

"Sebenarnya, kesalahan apa yang sudah aku lakukan?! Kenapa, papa terlihat begitu marah padaku?!" ucapnya gusar di dalam dada.

...*****...

Terpopuler

Comments

𝐬𝐚𝐟𝐫𝐢𝐚𝐭𝐢

𝐬𝐚𝐟𝐫𝐢𝐚𝐭𝐢

karena Author tepatnya

2022-09-11

1

Bayangan Ilusi

Bayangan Ilusi

Aku kok jadi geli2 takut ya..
geli gegara papanya pada bisa di kadalin sama anak2 mereka..
tapi juga takut sama kemarahan papa adi🥺

2022-07-17

1

Bunga

Bunga

Fayra kamu bakal juga ya. Hihi
Nadhifah ribut sampai ketahuan dah.

2022-02-13

1

lihat semua
Episodes
1 Prolog
2 Pertemuan
3 Kemarahan Adiwangsa Maheswara
4 Hukuman
5 Bagaimana Kabarmu Ibu?
6 Apapun Untukmu
7 Musibah atau Berkah?
8 Terjerat Pesona Pemuda Biasa
9 Perhatian Arfan Untuk Fayra
10 Savina Cemburu Buta
11 Fayra Mendadak Patuh
12 Arfan Apes Melulu
13 Kabar Buruk Sekaligus Baik
14 Kembali Sadar
15 Menggoda Ibu
16 Kelakuan Ervin Buat Gerah
17 Apakah Dia Cemburu?
18 Curhat
19 Meminta Maaf
20 Raynar Berulah Adiwangsa Murka
21 Kepolosan Arfan Buat Fayra Tertawa
22 Garis Takdir
23 Mulai Ragu-ragu
24 Terpesona Karena Dia Terlihat Berbeda
25 Sesi Pemotretan
26 Kekecewaan
27 Keikhlasan
28 Gara-gara Drama Romansa
29 Istiqomah Dalam Kebajikan
30 Istikharah Cinta Antara 2 Wanita
31 Permintaan Maaf Secara Langsung
32 Kedatangan Arfan Kembali
33 Ungkapan Hati Seorang Arfan
34 Di Bawah Guyuran Hujan
35 Lamaran Dadakan
36 Penantian Berakhir
37 Resepsi Pernikahan Arfan dan Fayra
38 Rasa Malu Kian Meninggi
39 Tahajjud Pemersatu Raga
40 Babak Baru Dalam Hidup Arfan
41 Kehidupan Raynar Ravindra Maheswara
42 Kabar Hangat dan Akurat Membuat Hati Tersayat!
43 Perubahan Sikap Adiwangsa Maheswara
44 Rapat Dadakan Pemindahan Kekuasaan
45 Keputusan Raynar
46 Resmi
47 Menyikapi Situasi
48 Pertemuan dan Pelepasan Rindu
49 Sedih Membingkai Hati
50 Perjalanan ke Kanada
51 Hari Yang Berat
52 Pertemuan, Penyampaian dan Penyelesaian
53 Mengapa Harus Dia?
54 Annoying Cooperation!!! {Kerjasama Menyebalkan}
55 Morgan Tan Sang Misteri
56 Semakin Terkuak
57 Surat Yang Membawa Berkah Terindah
58 Bukan Sekedar Rekayasa
59 Kabar Yang Menggemparkan
60 Menuju Halal Maira dan Jodi Prakash
61 Resepsi Pernikahan {MN & JP}
62 Perjalanan Panjang Berujung Pilu
63 Tumpuan Masalah Kian Mendera
64 Manja Di Waktu Yang Salah
65 Panik
66 Cemas
67 Peralihan Kekuasaan Sementara?
68 Keputusan Yang Ambigu
69 Titik Kelemahan dan Ketegaran
70 Menyingkap Tabir
71 Kesempatan Sebelum Kesepakatan
72 Takdir Yang Tak Terduga
73 Curahan Hati Saudariku
74 Isi Kontrak Kerjasama
75 Efek Patah Hati
76 Penyambutan Kepulangan Fayra
77 Perjalanan Menuju Kanada {Wisuda Savina}
78 Hari Bahagia Bagi Semuanya
79 Towards Happiness
80 Epilog
Episodes

Updated 80 Episodes

1
Prolog
2
Pertemuan
3
Kemarahan Adiwangsa Maheswara
4
Hukuman
5
Bagaimana Kabarmu Ibu?
6
Apapun Untukmu
7
Musibah atau Berkah?
8
Terjerat Pesona Pemuda Biasa
9
Perhatian Arfan Untuk Fayra
10
Savina Cemburu Buta
11
Fayra Mendadak Patuh
12
Arfan Apes Melulu
13
Kabar Buruk Sekaligus Baik
14
Kembali Sadar
15
Menggoda Ibu
16
Kelakuan Ervin Buat Gerah
17
Apakah Dia Cemburu?
18
Curhat
19
Meminta Maaf
20
Raynar Berulah Adiwangsa Murka
21
Kepolosan Arfan Buat Fayra Tertawa
22
Garis Takdir
23
Mulai Ragu-ragu
24
Terpesona Karena Dia Terlihat Berbeda
25
Sesi Pemotretan
26
Kekecewaan
27
Keikhlasan
28
Gara-gara Drama Romansa
29
Istiqomah Dalam Kebajikan
30
Istikharah Cinta Antara 2 Wanita
31
Permintaan Maaf Secara Langsung
32
Kedatangan Arfan Kembali
33
Ungkapan Hati Seorang Arfan
34
Di Bawah Guyuran Hujan
35
Lamaran Dadakan
36
Penantian Berakhir
37
Resepsi Pernikahan Arfan dan Fayra
38
Rasa Malu Kian Meninggi
39
Tahajjud Pemersatu Raga
40
Babak Baru Dalam Hidup Arfan
41
Kehidupan Raynar Ravindra Maheswara
42
Kabar Hangat dan Akurat Membuat Hati Tersayat!
43
Perubahan Sikap Adiwangsa Maheswara
44
Rapat Dadakan Pemindahan Kekuasaan
45
Keputusan Raynar
46
Resmi
47
Menyikapi Situasi
48
Pertemuan dan Pelepasan Rindu
49
Sedih Membingkai Hati
50
Perjalanan ke Kanada
51
Hari Yang Berat
52
Pertemuan, Penyampaian dan Penyelesaian
53
Mengapa Harus Dia?
54
Annoying Cooperation!!! {Kerjasama Menyebalkan}
55
Morgan Tan Sang Misteri
56
Semakin Terkuak
57
Surat Yang Membawa Berkah Terindah
58
Bukan Sekedar Rekayasa
59
Kabar Yang Menggemparkan
60
Menuju Halal Maira dan Jodi Prakash
61
Resepsi Pernikahan {MN & JP}
62
Perjalanan Panjang Berujung Pilu
63
Tumpuan Masalah Kian Mendera
64
Manja Di Waktu Yang Salah
65
Panik
66
Cemas
67
Peralihan Kekuasaan Sementara?
68
Keputusan Yang Ambigu
69
Titik Kelemahan dan Ketegaran
70
Menyingkap Tabir
71
Kesempatan Sebelum Kesepakatan
72
Takdir Yang Tak Terduga
73
Curahan Hati Saudariku
74
Isi Kontrak Kerjasama
75
Efek Patah Hati
76
Penyambutan Kepulangan Fayra
77
Perjalanan Menuju Kanada {Wisuda Savina}
78
Hari Bahagia Bagi Semuanya
79
Towards Happiness
80
Epilog

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!