Gio masih menatapku penuh tanya. Gio memang anak yang memiliki pemikiran yang terkadang jauh di atas anak seusianya. Dia selalu memiliki penalaran tersendiri tentang suatu peristiwa yang dia lihat ataupun dia dengar. Jika jawaban yang dia terima, dia akan selalu bertanya sampai hal terkecil sampai dia puas dengan jawaban yang dia dapat. Dia anak yang sangat kritis.
Seperti saat ini. Gio masih menatapku penuh tanya tentang perbedaan sikap Nathan terhadapku dengan Ayuna. Jelas berbeda. Aku mantan kekasihnya sedangkan Ayuna dia istrinya. Tapi Gio tidak bertanya tentang status kami di hadapan Nathan. Dia bertanya kenapa Nathan tak pernah mencium keningku. Memberitahu statusku pada Gio hanya akan membuatnya ingin tahu lebih banyak. Sejenak aku berpikir. Kata apa yang akan aku lontarkan pada bocah ini. Matanya masih terus saja menatapku penuh tanya.
" Mama gak tau. Tapi yang jelas. Papa kan sayang sama Gio." Ucapku setenang mungkin
" Yaudah." Ucap Gio singkat dan berlari menghampiri Nathan dan Ayuna tadi.
Aku segera mengejar Gio yang sudah ada di gendongan Nathan. Nathan memang sangat memanjakan Gio. Itulah sebabnya Gio sangat senang berada di sini.
" Papa sayang sama Mama gak?" Pertanyaan itu meluncur begitu saja dari mulut Gio.
Nathan terdiam dan beralih pandangan menatap sekilas Ayuna dan aku.
" Kenapa Gio tanya begitu?" Nathan balik bertanya.
" Papa gak pernah cium kening Mama." Ucap Gio polos.
Nathan terlihat menghela nafas berat. " Papa gak boleh cium Mama Senja. Karena istri Papa sekarang kan Mama Ayuna." Terang Nathan lembut dan duduk di kursi meja makan memangku Gio yang masih menatapnya.
" Tapi papa sayang mama?" Gio masih belum puas karena pertanyaannya belum terjawab.
" Gio. Kita pulang sekarang ya. " Bujukku merasa tidak enak dengan Ayuna yang sejak tadi menatap mereka sedih.
Terkadang memang itulah yang terbersit di benakku. Apakah aku masih ada di hatinya. Tapi aku selalu menampikkan hal itu. Egois rasanya jika aku masih ingin berada di hatinya sementara dia dan istrinya sudah sangat baik pada aku dan anakku.
Gio menggeleng cepat.
" Ayo sayang." Ajakku lagi sedikit memaksa Gio dan mengambil Gio dari pangkuan Nathan.
" Biar Nathan antar, Senja." Ucap Ayuna lembut. Aku tahu hatinya masih perih. Ayuna lebih sensitif sejak mereka menikah. Entah kenapa.
" Aku naik ojek aja." Tolakku halus dan segera menggandeng Gio keluar dari rumah Nathan.
Ayuna dan Nathan mengantar kami sampai pintu depan.
" Salim sayang sama Mama una dan Papa." Titah ku pada Gio. Gio pun menuruti dan kami berlalu menunggu ojek online yang sudah ku pesan di depan rumah Nathan.
Rasa tak enak hati masih bergelayut pada Ayuna atas pertanyaan Gio. Maafkan aku, Na. Yang masih menyimpan rasa untuk suamimu. Batinku dalam hati sambil menatap mereka yang masih menunggu kami naik ojek.
" Dadah Papa" Seru Gio riang pada Nathan saat kami sudah berada di atas motor abang ojol.
Nathan dan Ayuna melambaikan tangan mereka sambil tersenyum. Aku hanya menyunggingkan senyum tipis pada mereka.
*****
" Baru pulang, Senja?" Tanya mamaku saat mendapati kami baru saja masuk ke rumah.
" Iya, Ma." Jawabku singkat.
" Jangan terlalu sering ke rumah Nathan. Nanti orang kira kamu mau ganggu rumah tangga mereka." Nasihat ibuku dan duduk di sampingku yang duduk di sofa ruang tamu.
" Sudah aku coba. Tapi Ayuna yang selalu saja maksa aku datang. Alasannya ada aja. Sudah ku tolak tapi yaa begitulah. Dia akan gunakan Gio sebagai umpan agar kami ke sana." Ucapku menjelaskan kenapa terkadang sulit sekali menolak ajakan Ayuna untuk ke rumahnya.
Mama menghela nafas dalam dan berat. Matanya sejenak menerawang jauh. Aku tahu yang dia pikirkan saat ini. Aku memilih diam berpura- pura sibuk main hp.
" Semoga kamu bisa segera melupakan Nathan." Harap ibu.
Aku hanya diam. Bagaimana aku bisa lupa jika istrinya selalu saja membuatku bertemu dengannya. Bagaimana aku bisa lupa jika sikapnya masih selembut dulu. Bagaimana aku bisa lupa jika namanya sudah terukir jelas di sanubariku. Dia mungkin bukan yang pertama hadir dalam hidupku. Tapi dia adalah yang terbaik yang telah hadir dalam hidupku.
Saat perjumpaan pertamaku dengannya masih terekam jelas dalam otakku. Bagaimana aku secara diam- diam memandangnya yang sedang berolahraga di sore hari. Sesekali aku ke rumahnya untuk memesan beberapa kue pada ibunya. Walaupun itu sebenarnya hanya sebuah alasan agar aku bertemu dengannya. Tetapi sialnya setiap kali aku memesan kue. Dia selalu tidak ada di rumah. Hingga Mama mengajakku berkunjung ke rumah teman sekolahnya dulu.
Awalnya aku terpaksa mengikuti kemauan mama tetapi ternyata teman Mamaku adalah ibunya. Bagaimana aku tidak bahagia. Peluangku untuk dekat dengannya semakin bertambah lebar. Di tambah lagi ibunya cerita jika dia belum punya calon istri. Awalnya aku tidak percaya. Bagaimana mungkin lelaki setampan dia tidak ada yang melirik. Setelah melihat langsung bagaimana sikapnya yang canggung saat berkenalan denganku. Bisa dipastikan. Nathan adalah sosok pria yang tidak mudah dekat dengan lawan jenisnya.
Entah kenapa hal ini kembali terngiang dalam pikiranku. Semakin aku mencoba melupakan. Semakin jelas ia dalam ingatan. Aku segera menuju kamarku dan menghempaskan tubuh lelahku. Bertarung dengan hati memanglah tidak mudah.
" Mama." Sapa Gio saat masuk ke kamarku. Bajunya sudah diganti. Mama memang selalu mengurus Gio tanpa kuminta.
Gio membaringkan tubuh mungilnya di sampingku.
" Mama boleh minta sesuatu sama Gio?"
Gio mengangguk cepat.
" Mama mau minta tolong. Gio jangan tanya- tanya tentang mama ke papa lagi ya." Pintaku lembut.
" Kenapa, Ma?"
" Karena mama bukan istri Papa. Kasian kan Mama Una sedih." Jawabku sekenanya saja.
" Kenapa Mama Una sedih?" Gio semakin penasaran. Inilah Gio.
Sejenak aku berpikir agar tak ada lagi pertanyaan ' Kenapa' dari Gio.
" Mama Una sayang banget sama Papa. Dan Papa juga sayang banget sama Mama Una. Kalo Gio tanya Papa sayang sama Mama. Papa pasti sayang sama Mama. Tapi sayangnya cuma sedikit. Makanya Papa gak pernah cium kening Mama." Terangku lembut.
" Jadi Papa lebih sayang ke Mama Una?" Tanya Gio ingin memperjelas. Aku hanya mengangguk. " Yaudah kalo gitu Gio juga akan sayang Mama lebih banyak daripada ke Mama Una. Gio gak mau cium Mama una." Ujar Gio polos.
Aku hanya terdiam mendengar ucapan Gio yang seakan tidak terima. Aku hanya menghela nafas dalam. Membiarkan Gio dengan pemikiran polosnya. Entah bagaimana harus aku jelaskan padanya.
Aku hanya menatap langit- langit kamarku yang berwarna biru langit. Pikiranku kembali terbang jauh menembus waktu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 149 Episodes
Comments