Pov. Nathan
Ayuna masih saja berdiam diri sepeninggal Senja dan Gio. Aku tahu saat ini dia cemburu. Tapi aku harus apa. Pertanyaan Gio lolos begitu saja dari mulutnya. Aku dan Ayuna sudah tahu bagaimana kritisnya Gio jika dia bertanya. Jika diberikan jawaban yang tidak sesuai dengan yang ada dipikirannya dia akan terus bertanya sampai dia dapat jawaban yang memuaskan hatinya. Bukankah yang membawa mereka ke rumah ini Ayuna sendiri. Saat pulang kerja tadi aku sangat terkejut mendapati Gio menyambut ku dengan riang dan berhambur memelukku.
" Kamu masih sayang sama Senja?" Tanya Ayuna sedikit ketus.
" Sudah aku jelaskan berulang kali. Senja hanya masa lalu aku." Ucapku mencoba Ayuna mengerti.
" Kamu masih sayang sama Senja?" Ayuna malah berbalik arah menatapku tajam. Amarah dan cemburu sudah menguasainya hingga dia berbicara lantang padaku.
" Jangan bahas ini lagi, Na." Ucapku mengalihkan pembicaraan.
" Kamu gak jawab itu artinya kamu masih ada rasa sama Senja. Lalu kenapa kamu tetap ngotot ingin menikahi aku, Nath?!" Selalu kalimat ini yang aku dengar dari Ayuna saat kami bertengkar. ' Kenapa aku menikahinya'.
Aku menghela nafas panjang. Memegang lembut bahunya dan perlahan aku memeluknya.
" Kita cicipi masakanmu hari ini." Ujarku berbisik lembut.
" Nath."
" Ada apa?"
" Jika aku dan Senja dalam kesulitan. Siapa yang lebih dulu kamu bantu?"
" Tentu saja kamu. Kamu itu istriku. Teman hidupku." Ucapku mempertegas status Ayuna dalam hidupku. Walaupun aku memang belum sepenuhnya melupakan Senja.
Bagaimana aku bisa lupa jika cinta pertamaku selalu hadir di rumah ini.
" Kamu masih mencintai Senja?" Pertanyaan itu lagi yang terlontar dari mulut Ayuna.
" Itu sudah tidak penting, Na. Sekarang yang terpenting adalah aku berusaha mencintai kamu sepenuhnya hingga tak ada lagi orang lain." Jawabku lembut berharap bisa memuaskan dari pertanyaan Ayuna.
" Maafkan aku, Nath." Ayuna tertunduk.
Aku tersenyum menatap lembut Ayuna yang menatapku penuh rasa penyesalan karena menuntutku untuk segera menyingkirkan Senja dari hatiku.
Harus aku akui. Itu semua tidak mudah. Aku butuh waktu. Saat bersama Senja. Aku terlanjur memberikan sepenuh hatiku untuknya. Aku begitu mencintai Senja hingga tak ada lagi wanita yang bisa aku cintai. Tetapi, melihat sikap Ayuna yang begitu baik terhadapku ataupun ibuku. Aku mencoba membuka hati untuknya. Aku ingin ibuku bahagia. Aku juga ingin Ayuna bisa menggapai cinta pertamanya. Aku tahu dari buku diary nya bahwa aku adalah cinta pertamanya dan tak ada lagi lelaki lain yang hinggap di hati Ayuna. Itulah sebabnya aku memutuskan memilih Ayuna. Dia gadis yang sangat baik. Dia pantas mendapatkan apa yang dia inginkan. Walaupun itu adalah diriku yang masih belajar sepenuhnya mencintai dia.
" Aku lapar." Bujuk ku lagi dan menarik lembut tangan Ayuna menuju meja makan.
Tanpa banyak bicara kami makan dengan tenang. Masakannya sudah mulai enak. Semakin pintar dia memasak. Aku sangat menghargai dia. Itulah sebabnya aku tak pernah melarang Ayuna meminta Senja ke sini untuk mengajarinya memasak.
Aku tahu setiap dia melihat kedekatan ku dengan Gio membuatnya terluka. Karena sampai saat ini, Ayuna tak kunjung hamil. Untukku tak jadi soal. Aku menikah bukan semata ingin punya anak.
" Aku mau langsung tidur ya." Ucap Ayuna yang tidak menghabiskan makanannya.
" Iya. Biar nanti aku yang bereskan." Ujarku menanggapi sikap Ayuna.
Aku hanya bisa memaklumi keadaan Ayuna. Pernikahan ini tidak sepenuhnya membuat Ayuna bahagia. Entah apa yang salah.
Saat awal menikah, kami tinggal di rumah ibuku. Aku anak satu- satunya. Jadi aku memutuskan untuk tinggal bersama ibu agar aku masih bisa menjaga ibu yang sudah mulai tua. Tetapi baru satu bulan kami di rumah. Ayuna sudah merengek minta pisah rumah. Ibuku pun mendukung keputusan Ayuna. Ibu memang wanita yang sangat pengertian.
Untuk mengikuti keinginan Ayuna. Akhirnya aku membeli rumah ini. Ibu sangat bahagia akhirnya aku bisa punya rumah sendiri.
Sesekali aku mampir ke rumah ibu setelah pulang dari kantor. Entah kenapa Ayuna selalu menolak jika aku mengajaknya ke rumah ibu. Berbanding terbalik dengan Senja yang masih sering datang sekadar menengok ibu. Aku tahu itu dari Bi Sumi.
*****
" Sarapan dulu, Nath." Ucap Ayuna padaku yang baru saja menuju meja makan.
Telah terhidang roti bakar dan segelas kopi capuccino di meja.
" Aku sarapan di kantor aja. Ada meeting pagi ini." Tolakku halus dan menyeruput sedikit kopi capuccino itu. Tak lupa ku kecup lembut kening Ayuna.
Ayuna hanya menatapku kecewa. Tapi mau bagaimana. Aku sudah di kejar waktu. Pagi ini jika memang berhasil. Aku akan memegang proyek besar. Semoga saja berhasil. Karena tender yang bersaing denganku juga perusahaan yang memang juga perusahaan besar.
Aku segera melajukan kendaraanku secepat yang ku bisa. Ya tahu sendirilah bagaimana jalanan di Jakarta seperti apa.
Seperti biasa Silvi sudah menyambut kedatanganku di depan lobby dengan beberapa berkas yang ia bawa.
" Langsung masuk aja, Sil." Ujarku terburu- buru.
Aku segera melajukan mobil kembali menembus kemacetan. Meeting ku kali ini agak jauh dari kantor.
" Semuanya sudah siap kan?" Tanyaku memecah keheningan.
" Sudah, Pak." Jawab Silvi singkat. Tak seperti biasanya dia akan menjelaskan semua informasi yang aku butuhkan tanpa diminta.
" Kamu ada masalah?" Tanyaku sedikit penasaran.
" Engga, Pak." Jawab Silvi ragu. Raut wajahnya tampak gelisah.
" Ok." Ujarku memilih diam dan melanjutkan perjalanan.
*****
Hari sudah menunjukkan pukul Lima sore. Saatnya aku pulang. Tetapi hari ini aku ingin berkunjung sebentar ke rumah ibu sekaligus memberikan baju yang baru saja ku beli siang tadi.
" Assalammu'alaikum." Sapaku riang saat memasuki rumah ibu.
" Wa'alaikumsalam." Sahut ibuku dari dalam.
" Maasya Allah.. Anak ibu." Seru ibuku gembira menyambut kedatanganku.
Segera kucium punggung tangan ibuku dan ku peluk dia melepas rindu.
" Buat ibu." Ucapku menyodorkan paper bag yang aku bawa.
" Apa ini?" Tanya ibuku dengan wajah gembira. " Ya Allah. Bagus sekali." Ujarnya riang.
" Suka gak?"
" Tentu saja ibu suka. Dari anak tercinta." Ucap ibuku lagi. " Ayuna mana?" Selalu itu yang ditanyakan ibuku.
" Di rumah, Bu. Aku langsung ke sini dari kantor." Jawabku.
Ibu hanya mengangguk pelan.
" Aku menang tender, Bu." Ujarku gembira memberi kabar hasil meeting pagi tadi.
" Alhamdulillah. Tapi kok senang banget. Ada apa sama tender ini?"
" Ini proyek besar, Bu. Aku bisa menyerap tenaga kerja lebih banyak lagi." Ceritaku antusias.
" Syukur Alhamdulillah. Ibu bangga sama kamu. Jangan lupa sebagian keuntungannya kamu sumbangkan untuk anak yatim dan fakir miskin juga pembangunan masjid. Biar berkah." Ujar ibuku selalu mengingatkanku agar tidak lupa bersedekah. Karena apa yang kita dapat ada hak mereka yang dititipkan Allah pada kita.
" Insya Allah, Bu." Ucapku lagi dan memeluk ibuku erat. " Semua yang aku capai sekarang. Tidak lepas dari doa ibu. Terima kasih banyak, Bu." Ujarku dan kembali memeluknya erat.
" Assalammu'alaikum." Sapa seseorang dari luar.
" Wa'alaikumsalam." Sahutku dan ibu bersamaan.
Ibu segera keluar menemui sang tamu yang entah siapa. Aku hanya memperhatikan.
" Ealah.. Kedatengan tamu agung." Sambut ibuku riang. " Masuk.. masuk." Ibu segera mempersilahkan.
Aku masih memperhatikan dari jauh. Ternyata tamu ibu malam ini adalah Pak David dan Angel. Ada apa mereka datang?
Tanpa banyak berpikir, aku menghampiri mereka dan menyalami Pak David.
" Tambah Gagah anak ini." Ujar Pak David bangga. Aku hanya tersenyum tipis menanggapi pujian dari Pak David.
" Temani dulu, Nath. Ibu mau buatin minum." bisik ibu padaku.
Aku hanya mengangguk dan duduk di hadapan Pak David.
" Gimana kabarmu?" Tanya Pak David berbasa basi.
" Alhamdulillah, baik Pak."
" Masih ingat Angel, Putri saya?" Tanya Pak David.
" Masih, Pak."
" Terus terang saja, Nathan. Saya kesini masih dengan maksud yang sama." Ujar Pak David membuatku tak mengerti.
" Maksud apa ya, Pak?" Tanyaku.
" Silahkan diminum, Pak." Ujar ibu mempersilahkan setelah menyuguhkan teh hangat di meja.
" Ada perlu apa ya Pak? Kok tumben sekali." Tanya Ibu yang sudah duduk di sampingku.
" Begini, Bu Fitri. Saya masih menginginkan Nathan menjadi menantu saya."
Deg!
Seketika mataku dan ibu beradu pandang. Bukankah Pak David tahu aku sudah menikah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 149 Episodes
Comments