Satu Minggu berlalu sejak pertemuan ku dengan Inggrid, sampai sekarang belum ada kabar darinya. aku gelisah menunggu jawaban yang akan Ingrid katakan nantinya.
"Dia kan juga wanita Mil, butuh waktu untuk berpikir apalagi ini menyangkut masa depannya,"
begitu kata jaswin, seperti biasa kami berada di dapur menunggui roti dalam oven.
" Tapi itu malah bikin aku gelisah,"
"Kamu aja gelisah apalagi dia," aku mengangguk setuju dengan jaswin.
"Dan lagi, dia tidak akan melakukan kesalahan untuk hidup nya,"
Memang benar, ini adalah keputusan besar dalam hidup. jangankan Ingrid, aku saja butuh waktu sampai berani menemuinya dan mengatakan maksud serta tujuanku.
Entah mengapa hari ini aku ingin pulang lebih awal. biasanya, aku akan pulang setelah magrib namun tiba-tiba ingin sekali cepat pulang lalu merebahkan diri di atas kasur.
Aku menautkan alis melihat sebuah mobil minibus yang terparkir di halaman rumah.
"Pak Tejo, ada tamu ya?"
"Iya Bu, sudah dari tadi nunggu," jawab pak Tejo, sambil menutup pagar rumah.
"Tamunya bapak?"
"Kurang tahu saya, mari." pak Tejo, pamit kembali ke pos jaga.
Aku berjalan masuk ke dalam rumah dan terkejut melihat Inggrid duduk di sofa ruang tamu.
"Ingrid," kataku tanpa suara. Lalu berjalan cepat menghampirinya.
"Dari tadi nggrid?," Ingrid menggeleng lalu tersenyum. Kemudian aku duduk di sebelah nya.
"Saya sudah punya jawabannya,"
Aku tersenyum mendengarnya, walaupun dia belum mengatakan persetujuan. Tapi firasat ku mengatakan dia akan mengatakan sesuatu yang membuatku bernafas lega.
"Sebelumnya ada sesuatu yang harus saya pastikan,"
"Katakan,"
"Apa tugas saya nantinya hanya untuk melahirkan seorang anak?"
Aku menautkan alis, "Apa yang kamu katakan, Tantu saja tidak hanya itu,"
"Apa jaminan untuk saya jika setuju menikah dengan pak Yudis,"
Aku tersenyum, kemudian menggenggam tangan nya.
"Kamu akan mendapatkan semua hak sebagai istri seutuhnya,"
"Lalu apa pak Yudis, bisa menerima kehadiran saya sebagai istrinya," Ingrid menatap ku.
"Akan ku pastikan,"
"Jika anak itu sudah terlahir, apa saya harus menyerahkan anak saya pada kalian lalu kembali pada status yang lama?"
"Apa maksud mu, aku memintamu menjadi istri mas Yudis, dan ibu dari anaknya."
Walau sulit meyakinkan Ingrid, akhirnya di menerima lamaran untuk menjadi istri mas Yudis. Setelah ingrid, pulang aku segera mengatakan kesediaannya untuk menikah dengan mas Yudis.
"Kenapa harus Inggrid?" tanya mas Yudis pada ku.
Walau awalnya keberatan dan menolak mentah-mentah akhirnya mas Yudis bersedia menikahi Inggrid.
Aku segera menyampaikan kabar bahagia ini pada ibu mertua melalui telepon. Bukanya senang ibu malah menangis dan meminta maaf padaku.
"Tidak perlu minta maaf ini bukan salah ibu, seharusnya memang ini yang harus saya lakukan sejak lama," aku berusaha menenangkan ibu yang masih terisak.
Dua hari belakangan ini aku di sibukkan dengan persiapan pernikahan mas Yudis dengan Inggrid.
Awalnya aku ingin menyewa gedung untuk akad serta resepsi pernikahannya. Sebagai sesama wanita aku mengerti tidak mungkin Inggrid tidak menginginkan yang terbaik di hari spesial nya. Namun Inggrid menolak dia ingin pernikahannya di lakukan secara sederhana saja. walau aku memaksanya dia tetap kekeuh menolak. Aku menyerah dan memilih mengikuti kemauan Inggrid.
Hari ini tepat pukul sembilan pagi akad nikah akan berlangsung kemudian dilanjutkan resepsi setelah nya. Pesta pernikahan hanya diakan di halaman rumah saja, di hadiri oleh undangan dari keluarga dan beberapa rekan bisnis mas Yudis.
Itu semua murni ide ku, aku ingin pernikahannya dengan Inggrid di ketahui banyak orang dan tidak terkesan sembunyi sembunyi.
"Sudah siap?" Tanyaku setelah selesai mengancingkan jas yang di kenakan mas Yudis. aku melihat dengan jelas raut wajah kekecewaannya padaku.
"Apa kamu yakin? Masih ada waktu kita bisa hentikan semua ini,"
Aku menggeleng dan tersenyum kemudian menggandeng lengannya berjalan keluar menuju tempat akad.
Aku menuntunnya duduk dihadapan penghulu di susul oleh Inggrid disebelah nya. Aku memasangkan selendang putih di atas kepala mas Yudis dan Inggrid, dulu aku menjadi orang yang paling bahagia berada di posisi seperti ini.
Namun kali ini aku merasa bagai berenang di lautan dan tak bisa menepi, dengan nafas tersengal dan dada yang terasa sesak berusaha mencari sesuatu yang bisa membantu ku mengapung dan naik ke tepian.
Aku tak kuasa menahan air mata yang sejak tadi menggenang di pelupuk mata. Mas Yudis menggenggam tanganku saat aku akan pergi meninggalkan tempat berlangsungnya akad.
Mas Yudis menatap ku, aku tersenyum seolah berkata semua baik baik saja.
"Saudara Yudistira Mahesh, saya nikahkan dan saya kawin kan engkau dengan ..."
Aku tak mampu lagi mendengar lanjutan kalimat itu, aku memilih pergi dari tempat itu dengan air mata yang sudah mengalir di pipi.
Aku menangkap dari ekor mataku mas Yudis menoleh melihat kepergian ku.
Di balik pintu kamar ini, aku duduk bersandar memeluk kedua lutut menumpahkan air mata yang sudah ku tahan sejak tadi.
Aku tak mengerti dengan diriku, bukankah aku sendiri yang memintanya menikahi Ingrid? lalu kenapa sekarang hati ini perih bagai di khianati?
Hingga para saksi meneriakkan kata sah, air mata ini masih saja membanjiri kedua pipi. Aku berdiri berjalan kearah cermin melihat pantulan diri ku sendiri.
Aku menertawai keadaan ku sendiri, muka memerah, dengan maskara dan eyeliner yang berantakan sana sini.
...****************...
Semenjak pernikahan mas Yudis dan Inggrid satu Minggu yang lalu, hingga saat ini mas Yudis belum bisa menerima kehadiran Inggrid sebagai istrinya. Hubungan mereka masih Terlihat canggung di depan ku.
"Inggrid berangkat bareng kamu ya mas, kata pak Tejo ban mobil Ingrid kempis," kata ku saat kami bertiga sarapan.
Sebelumnya aku menyuruh pak Tejo mengempiskan ban mobil Inggrid, pak Tejo, sempat menolak rencana ku. setelah menceritakan maksud ku, dan memohon padanya akhirnya pak Tejo, bersedia membantu.
"Inggrid biar bawa mobil kamu saja, kamu berangkat bareng aku,"
"Ada resep baru yang mau aku coba, mungkin aku akan pulang larut,"
"Aku tunggu sampai selesai,"
Aku menghela nafas pasrah lalu menoleh pada Inggrid, ia balas tersenyum pada ku.
Sikap mas Yudis pada Inggrid membuat aku merasa tidak enak hati padanya. Janji untuk menjadikannya istri seutuhnya belum bisa aku tempati sampai saat ini.
"Sampai kapan kamu akan bersikap seperti itu pada Inggrid, mas?" tanyaku pada mas Yudis, saat kami dalam perjalanan menuju toko roti.
Dia diam tak menjawab matanya menatap lurus jalanan yang sedikit macet di pagi hari sambil sesekali membunyikan klakson menghalau kemacetan yang menghalangi jalan kami.
"Aku mohon, lakukan kewajiban mu pada Inggrid, dan segera beri aku dan ibu kabar baik,"
"Aku sudah menuruti keinginan mu menikah dengan nya, tapi untuk yang satu itu, jangan paksa aku melakukannya," jawab nya bersamaan dengan mobil yang berhenti di depan toko.
"Tapi mas, mau sampai kapan? Aku tidak enak pada Inggrid, dia juga istri mu,"
"Aku sudah terlambat," jawab mas Yudis sambil melihat jam di pergelangan tangannya.
Aku menghembuskan nafas membuka seatbelt kemudian turun dari mobil.
Semua gerakan sengaja aku perlambat berharap akan mendengar jawaban dari mulut mas Yudis, namun tidak ada Jawaban dari nya sama sekali hingga aku turun dan mobil meninggalkan area toko roti.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 42 Episodes
Comments
Lienda nasution
wow cerita edan ini 🤦
2023-01-30
0
Ardika Zuuly Rahmadani
pengen kesana ngejitak kepala milea, kan udah dibilang yudis gk mau masih aja ngeyel🤦♀️🤦♀️🤦♀️
2022-03-03
0
Ardika Zuuly Rahmadani
nyesek, berkali" baca cerita kayak gini, tetep aja gk kuat dan akhirnya😭😭😭😭😭
2022-03-03
0