memilih wanita

Aku bisa sedikit bernafas lega sekarang karena mas Yudis, menyetujui permintaan ku. Tapi yang jadi masalah saat ini adalah, dimana harus mencari wanita untuk nya? Atau siapa wanita yang tepat untuk nya?

Entahlah, aku sendiri pun tidak tahu. Karena selama ini aku belum pernah melihat mas Yudis dekat dengan seseorang ataupun memiliki teman dekat. Kebanyakan orang yang bersamanya hanya berstatus rekan kerja dan karyawan saja.

Aku menghela nafas sambil menyangga kepala dengan sebelah tangan.

"Kenapa lagi," tanya jaswin, tanpa menoleh pada ku.

"Giliran udah setuju malah suruh cariin,"

"Lah, bagus malah. Kamu bisa seleksi dari yang baik sampai yang terbaik." jawab jaswin, lalu duduk di depan ku.

Saat ini kami berada di dapur toko ada meja berbentuk bundar di sudut ruangan dengan empat kursi yang mengelilingi.

Disini lah aku, menumpahkan kekesalan maupun kegembiraan selama ini. Dengan bertemankan mikser dan oven yang akan mengubah emosi menjadi kudapan yang nikmat dan minati banyak orang.

Dan tak lupa temanku jaswin, yang selalu menjadi sasaran omelan saat kesal.

So sorry jaswin, tidak akan ku lupakan semua jasamu. Kamu memang pahlawan tanpa tanda jasa. Hehehe.

"Masalah nya, aku gak punya kandidat sama sekali,"

"Jangan terburu buru pikirkan baik-baik Ini bukan untuk satu atau dua tahun, tapi selamanya."

Jaswin menekankan kata 'selamanya', " Dan selama itu pula kamu harus siap melihat suamimu disisi wanita itu," Jaswin, menggenggam tanganku yang ada di atas meja.

Benar kata jaswin, Ini untuk selamanya. Aku terdiam beberapa saat memikirkan kemungkinan kemungkinan yang bahkan belum terjadi.

Apa nantinya aku dan maduku akan menjadi saingan, sahabat, atau saudara. Aaarrggghhh! Aku menjerit keras dalam hati.

Berbekal ucapan jaswin, aku benar benar hati hati dalam memilih pasangan untuk mas Yudis.

Aku membuka media sosial milik mas Yudis, dia tak pernah memberi password di handphone miliknya jadi, sangat mudah untuk keluar masuk media sosial nya.

Tak ada yang aneh di media sosial nya, bahkan seperti sudah lama tak di buka. Hanya ada beberapa foto yang di unggah beberapa bulan yang lalu saat peninjauan proyek di lapangan.

Itupun dia hanya di tandai yang membuat ku tertarik adalah wanita yang selalu berdiri di samping mas Yudis. cantik, kesan pertama yang ku lihat pakaiannya juga sopan. Di beberapa foto yang dia unggah tak pernah terlihat dia mengenakan pakaian yang terbuka.

Sepertinya dia gadis baik baik dan, siapa tadi namanya Inggrid? Yah, betul Inggrid.

Aku mengangguk angguk lalu meletakkan handphone mas Yudis di atas nakas.

"Ada apa," tanya mas Yudis, aneh mungkin melihat tingkah ku.

Aku tersenyum lalu menggeleng.

"Tidur sudah malam,"

Mas Yudis menutup buku yang sejak tadi dia baca kemudian berbaring di sebelahku.

Esoknya aku putuskan datang ke kantor mas Yudis, yang terletak di pusat kota. Aku datang saat jam istirahat siang jadi suasana kantor tampak sepi tanpa lalu lalang karyawan.

"Selamat siang ibu, ada yang bisa saya bantu," sapa seorang resepsionis yang sudah mengenalku. Lalu aku mendekati mejanya.

"Bapak ada?"

"Bapak makan siang dengan klien, baru saja keluar." Aku mengangguk, "kalau Inggrid?"

"Ada Bu, di ruangan nya silahkan," kata resepsionis mempersilahkan aku masuk dengan isyarat tangannya.

Aku melangkah memasuki lift lalu menekan tombol nomor delapan dimana ruangan mas Yudis dan Ingrid berada. Ku usap dadaku yang tiba tiba saja berdetak kencang.

Ku hembuskan nafas sebelum melangkah keluar dari lift yang sudah terbuka. Dari pintu lift aku berjalan lurus menyusuri lorong panjang dan berhenti di depan ruangan suamiku.

Tok tok tok

Ku ketuk pintu ruangan Inggrid dengan dada yang bergemuruh.

"Masuk," terdengar suara dari dalam ruangan Lalu ku buka pintu dan melangkah masuk.

"Bu Milea, ada yang bisa saya bantu," Inggrid langsung berdiri saat melihat aku berdiri di balik pintu.

"Bisa kita bicara sebentar," tanyaku tanpa basa-basi. Dahi Inggrid mengernyit lalu mengangguk.

Saat ini kami berada di cafe yang letaknya tepat di depan gedung kantor. Hanya menyebrang jalan raya kami sudah sampai di kafe.

kami duduk berhadapan bertemakan kopi pesan kami. belum ada sepatah katapun yang keluar dari mulut kami.

"Ehhem, ada yang bisa saya bantu,"

Aku tersenyum lalu mengangkat cangkir kopi meminumnya sedikit sebelum mulai bicara.

"Kamu tahu aku dan mas Yudis, sudah lama menikah dan kami belum di karuniai seorang anak," Inggrid, mengangguk. mungkin dia merasa iba. sungguh miris sekali nasibku.

"Setiap pasangan pasti menginginkan hadirnya buah hati di antara mereka begitu juga dengan kami. tapi sayang nya sampai saat ini kami belum di berikan kepercayaan itu. yang kami lakukan hanya menunggu tanpa adanya kepastian,"

Aku terus saja bercerita, tak peduli pendapat Ingrid tentang ku nanti nya.

"Sebagai wanita pastinya kita ingin melihat pasangan kita bahagia. namun karena keterbatasan diri kita tak bisa mewujudkannya. sebagai sesama wanita apa yang kamu lakukan jika berada di posisi ku?"

"Hahaha ibu, ada ada saja. Mana saya tahu saya kan belum menikah. Menurut saya pernikahan bukanlah hanya tujuan untuk mendapatkan keturunan. Mencintai dan menerima pasangan apa adanya dengan menutupi kekurangan pasangan masing-masing itu paling utama. Dan saya bisa lihat semua itu dari pak Yudis dan ibu Milea,"

"Apa menurut mu kami seperti itu," Inggrid mengangguk.

" Aku tahu kamu orang baik. Kamu bisa mendampingi dan memberikan apa yang laki laki inginkan,"

"Maksud ibu, apa? Saya sama sekali tidak mengerti," Inggrid mengangkat cangkir kopi lalu meminumnya.

"Menikahlah dengan mas Yudis,"

Inggrid tersedak kopi yang dia minum hingga wajahnya merah dan matanya berair. Dia menatap ku tanpa mengatakan apapun.

"Aku yakin kamu bisa berikan apa yang tidak bisa ku berikan pada mas Yudis,"

"Hanya untuk alasan itu?" sahut Inggrid, aku menggeleng, "Tidak, bukan hanya itu. Ada banyak sekali alasan dan aku yakin kamu adalah orang yang tepat untuk alasan itu,"

Masa yang paling sulit untukku adalah, harus berperang dengan hati sendiri. harus mengalah demi hati yang lain demi mencapai tujuan yang sama.

"Ibu, aneh mana ada istri meminta wanita lain menikah dengan suaminya," kata Inggrid, masih dengan ter batuk batuk.

"Mungkin bagi kamu memang aneh tapi inilah Kenyataan," ku genggam tangannya lalu aku tersenyum, "Aku mohon menikahlah dengan mas Yudis, aku akan sangat berterimakasih padamu,"

ku ambil kartu nama di dalam tas lalu menyodorkan pada Inggrid, "aku mohon bantuan mu kali ini. Pikirkan baik baik Hubungi aku jika kamu sudah punya jawabannya. Aku harap jawaban mu sama seperti yang aku inginkan," kemudian aku pergi meninggalkan Ingrid yang masih menatap ku bingung.

Terpopuler

Comments

Lena Sari

Lena Sari

jngan nyalakan api klo gak mau terbakar milea.

2023-07-23

0

SoVay

SoVay

sukses Selalu y kk

2022-03-20

0

mega keyna

mega keyna

hahahaha ini sbnrnya contoh wanita bodoh,,,, yanpa di sadari dan mengatas namakan ke bahagiaan dia telah menghancur kan rumah tangga sndri,ingat tdk ada wanita yg mau di madu,jgn km nnti menyesal di belakangnya karna km sndri yg membuat lobong itu semakin lebar,,,,

2022-01-10

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!