bab 2

Al tiba di depan rumah mewah miliknya. Rumah yang ia tempati bersama istri pertamanya Citra. Ia melangkahkan kaki masuk ke dalam. Dia terus melangkah hingga ke ruang kamar utama.

Di sana, Citra tengah termenung menatap keluar jendela. Al memeluk Citra dari belakang dan menyandarkan kepalanya di bahu sang istri.

"Bagaimana, Mas?" tanyanya.

"Aku sudah melakukannya. Apa kau yakin, kau baik-baik saja?" tanya Al sendu.

Citra tersenyum meski terlihat sangat dipaksakan. Al pun kembali membawa Citra ke pelukannya. Mencium puncak kepalanya bertubi-tubi.

Pria itu paham, alasan Citra memintanya menikahi Wina. Istrinya memang sudah menceritakan kisah hidup Wina.

Wina dan Citra adalah sahabat. Sudah sejak lama Citra meminta Wina menikah. Namun gadis itu terus menolak. Ia merasa trauma dengan pernikahan orangtuanya.

Ibunya harus berpisah dari ayahnya. Karena ayahnya, melakukan kekerasan dalam rumah tangga. Hal yang sama juga pernah Citra rasakan sebelum bertemu dengan Al.

Al-lah yang terus meyakinkannya tentang rasa cinta yang tulus. Terbukti, selama tiga tahun pernikahan mereka, Al tidak pernah melakukan kekerasan. Justru Al selalu memberikan rasa aman padanya.

Kedua orang tua Al juga begitu menyayanginya. Rasanya, hidup Citra yang dulu penuh dengan trauma sudah hilang. 

Ketika putri kecilnya lahir kehidupannya semakin bahagia. Hidup Citra pun terasa lengkap karenanya. Al terus menghujaninya dengan cinta.

Saat putrinya meninggal enam bulan lalu, dan tak lama kemudian Citra divonis tak lagi bisa hamil, membuat citra sangat down. Sejak itu, kedua orangtua Al berubah. Mereka membutuhkan pewaris untuk bisnis mereka. Dan itu, harus terlahir dari benih Al sendiri.

Muak mendengar rengekan mertuanya, Citra memutuskan menerima poligami ini. Dengan syarat, wanita yang akan menikah dengan Al, Citra yang menentukan.

Saat pernikahan Citra dulu, Wina memang tidak bisa hadir. Kebetulan, saat itu Wina memiliki pekerjaan yang tak bisa ditinggal. Kebetulan pula, Wina belum pernah bertemu langsung atau melihat foto suaminya.

Hal itu di manfaatkan Citra untuk mendekatkan mereka dan mengatur pernikahan mereka tanpa Wina ketahui. Dan saat Citra meminta Al mengenalkan Wina pada mertuanya, ternyata mertuanya sangat menyukai Wina. Saat itu Citra tahu, jika pilihannya tepat. 

*****

Siang berganti malam. Ponsel milik Al berbunyi. Citra yang ada di sana melirik nama si pemanggil.

Wina? Citra bingung. Haruskah ia mengangkat telepon itu?

Ia pun memutuskan mengetuk pintu kamar mandi. Karena saat ini, Al sedang membersihkan tubuhnya.

"Mas, Wina telepon," ucapnya sedikit kencang.

"Sebentar," jawabnya dari dalam.

Tak lama, Al keluar dengan handuk yang membelit pinggangnya. Rambutnya meneteskan air. Bau sabun serta shampoo menguar memenuhi indera penciuman Citra.

"Wina menelepon mu," ucapnya mengalihkan pikiran liarnya kala melihat tubuh suaminya.

Al mendengus. Ia pun mengambil ponselnya, saat benda itu kembali berbunyi.

"Halo," ucapnya.

"Bang, masih di kantor?"

"Iya. Kenapa?"

"Apa, Abang akan pulang?" 

Al memandang Citra. Citra pun mengatakan ya tanpa bersuara. Alis Al bertaut saat melihat istrinya menjawab itu. Lagi Citra mengkode Al untuk segera menjawab pertanyaan Wina.

"Sebentar lagi."

Al segera memutus sambungan telepon itu saat Wina berkata ya. Kemudian, ia meletakkan ponselnya kembali dan menatap Citra.

"Aku tak ingin berdebat, Mas. Pulanglah. Wina menunggumu." Al memejamkan matanya sesaat.

"Ini tidak semudah yang kau pikirkan," gumamnya pelan.

"Aku tahu," ucap Citra sangat lirih. Hingga Al tak mampu mendengarnya.

Al memilih meninggalkan Citra dan menuju lemari pakaian. Ia mengambil kaos dan celana kargo selutut. Kemudian, ia mencium kening Citra dan berpamitan.

"Aku ke tempat Wina dulu." Al segera melangkahkan kakinya keluar.

*****

Wina sudah terlelap saat Al kembali. Tubuhnya yang lelah setelah seharian membersihkan rumah dan merapikannya, membuatnya tertidur dengan nyenyak.

Al tidak tega membangunkannya. Ia pun membiarkan Wina tidur. Al memilih masuk ke ruang kerjanya. Ia membuka laptop dan memeriksa email-nya.

Hingga waktu menunjukkan tepat jam dua belas malam, Al kembali ke kamar utama. Dimana Wina sudah tertidur.

Ia merebahkan tubuhnya dan menatap wajah Wina. Terlihat begitu damai. Pria itu kembali teringat pertemuan pertama mereka.

Wanita di hadapannya ini terlihat sangat lembut. Namun cukup keras hati. Cukup sulit bagi Al meruntuhkan tembok penghalang yang sudah di bangun wanita ini.

Al tersenyum mengingat perjuangannya.

Kau memang pantas untuk diperjuangkan. Hatiku saja sudah mulai menyukaimu. Meski tempat itu tak seutuhnya untukmu. Maaf, karena kau harus terlibat dalam drama rumah tangga ku dan Citra. Semoga kau tidak akan membenciku ataupun Citra saat kau mengetahui kenyataan di balik pernikahan kita. Terlebih pada Citra. Bagaimanapun, dia adalah sahabatmu.

Tak terasa, Al pun sudah terbuai oleh mimpinya.

*****

Hari berganti hari. Semua masih berjalan tanpa ada kendala. Wina masih belum mengetahui tentang pernikahan Al dan Citra sahabatnya.

Wina pun melupakan tentang foto anak kecil yang begitu mirip dengan suaminya. Dan sedikit mirip dengan seseorang yang Wina kenal. Tapi ia lupa siapa.

Hari ini, tepat satu bulan pernikahan Wina dan Al. Wina ingin mampir ke tempat mertuanya. Ia pun melajukan mobilnya ke rumah mertuanya.

"Sayang, ayo masuk," ajak Mami dari Al.

"Mami, sehat?" tanya Wina.

"Sehat. Apa sudah ada kabar bahagia?" tanya mertuanya seraya mengelus perut datar Wina.

"Maaf, Mi belum ada," jawab Wina sendu.

"Sudah tidak apa. Di coba saja lagi ya." Wina mengangguk.

Di sana, Wina menghabiskan waktu dengan mempelajari makanan kesukaan suaminya. Wina ingin membuat kejutan untuk suaminya itu. Ia akan membuatkan hidangan istimewa itu.

Saat menjelang sore, Wina berpamitan. Tiba di rumah, Wina menyiapkan berbagai hidangan di meja makan. Kemudian, ia membersihkan dirinya.

Hingga waktu sudah menunjukkan pukul tujuh malam, Al belum juga kembali. Wina pun mengirimkan pesan pada suaminya itu.

Tak berapa lama, pesannya pun terbalas. Wina segera membacanya.

Maaf ya sayang, aku akan terlambat pulang. Makanlah lebih dulu. Jangan menunggu ku. Nanti kau sakit.

Wina tersenyum mendapat perhatian kecil dari suaminya. Hidupnya terasa lengkap saat mendapat banyak kasih sayang dari suaminya. Kasih sayang, yang sejak kecil didambanya.

Wina pun teringat pada sahabatnya yang memiliki nasib yang sama. Bagaimana dengan kabarnya? Wina mencari kontak nya dan mengirimkan pesan padanya.

Citra, aku sudah menikah. Kenapa kau tak hadir saat itu? Aku merindukanmu. Ayo kita bertemu.

Wina tersenyum setelah mengirim pesan itu. Ia ingin sekali memperkenalkan suaminya pada sahabatnya itu. Ia juga merindukannya. Sudah hampir tiga tahun mereka tak bertemu. Terakhir, saat Citra sedang hamil. 

Wina jadi membayangkan saat perutnya membesar seperti Citra dulu. Ah, rasanya pasti bahagia. Dulu pun Wina mendapati wajah bahagia sahabatnya itu saat perutnya membesar.

"Aku tidak sabar merasakan kehadiran buah hati kami di sini." Wina mengelus perutnya yang masih rata dan tersenyum.

Terpopuler

Comments

Rizwadani Widati

Rizwadani Widati

kasihan Wina di jadikan yg ke dua

2024-01-23

1

Ridha 💕

Ridha 💕

hadehhh kok sanggup banget kamu citra....

2022-11-28

1

Tita Dewahasta

Tita Dewahasta

walah mi, kasihan wina klo ditanya2 trs😵😔

2022-07-16

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!