Sudah 3 jam berlalu, seharusnya Jihan sudah tiba di rumah. Tia, selaku bunda Jihan sejak tadi mondar mandir di depan suaminya.
"Duh, mas. Jihan kenapa belum sampai juga sih? "
Burhan yang sedang membaca koran melirik istrinya sebentar, kemudian kembali mekanjutkan membaca koran nya.
"Sabar bun, bentar lagi juga sampai kok"
"Duh mas ini gimana sih, udah 3 jam lo mas. Masa dari bandara ke rumah kita selama itu" kelu Tia ******* ***** jari jarinya melepas rasa khawatir nya, hingga suara pintu terbuka dan teriakan Jihan terdengar di telinganya.
"Nah tu dia sampai" ujar Burhan.
"Bunda.... Jihan pulang!!! " teriak Jihan setengah berlari, kemudian memeluk bundanya yang sudah bersiri sembari merentangkan tangan.
"Ucap salam kalo masuk itu" tegur Burhan. Ia melipat kembali koran yang sudah selesai di baca, kemudian menatap putrinya yang sedang berpelukan dengan istri nya. Seulas senyum lega tercetak di bibir Burhan, namun cepat cepat ia menghapusnya.
"Assalamu'alaikum! " sungut Jihan dengan wajah cemberut.
"Udah, gak usah cemberut. Ayah hanya kesal karena terlalu lama menunggu putri kesayangan nya" ujar Tia menghibur putrinya.
Burhan melotot mendengarnya, bukankah Tia yang sejak tadi gelisah menanti kepulangan putrinya? eh malah seenaknya menuduh dirinya. Untung istri, kalo bukan. Behhh.. Jadi pregedel, pikir Burhan.
Jangan salah paham, Burhan hanya di luar nya saja yang seperti itu. Sebenarnya dia sangat merindukan putrinya. Burhan bukan tipikal ayah yang langsung melihatkan kasih sayang kepada anak anak nya ketika sedang kesal.
"Ayah, sok cuek. Padahal rindu" ledek Jihan, kini ia beralih memeluk ayah nya.
"Dasar anak nakal" gumam Burhan sembari mencubit pipi Jihan gemas.
"Sakit ayah" rengek Jihan mengerucutkan bibirnya. Tia pun tak mau kalah, ia malah ikut memeluk Jihan dan suaminya.
"Dari mana aja lo? "
Jihan menatap kakaknya, ia duduk di antara ayah dan bunda nya. Kilatan mata Lea terlihat menakutkan bagi mereka.
"Seharusnya, 45 menit setelah lo tiba di bandara. Lo udah sampai di rumah"
"Kak, aku tuh.... " ucap Jihan berusaha ingin menjelaskan, namun Lea terus saja memotong ucapan nya.
"Jawab saja, gak usah banyak alasan" tegas Lea lagi. Membuat Jihan merasa semakin kesal, baru aja pulang udah di marah marahin. Pikir Jihan.
Burhan dan Tia saling melempar tatapan, bingung harus memberikan tanggapan seperti apa. Di sisi lain, Lea bener. Dan di sisi Jihan, ia baru pulang, tidak baik menginterogasi seperti itu.
"Udah ah, gue capek. Apalagi liat muka si tukang omel seperti kak Lea"
Jihan mengambil kopernya yang sudah di bawakan pak supir ke dalam rumah, lalu menariknya menuju kamar tidurnya.
"Ehh Jawab dulu" Lea menahan tangan Jihan.
"Ihhh Kak Lea, udah deh. Gak usah kepo! " rengek Jihan menghempaskan tangan Lea, ia mulai jengah dengan sikap kakaknya yang sejak dulu tak pernah berubah.
"Hehe sorry, gue becanda" kekeh Lea sembari memeluk adiknya dari belakang. Burhan dan Tia pun bernafas lega.
"Tapi aku tetap aja merajuk" balas Jihan melepaskan pelukan kakaknya, kemudian berjalan cepat menuju kamarnya.
Blam~
Jihan menutup pintu kamarnya dengan hempasan kuat.
"Dasar bocah nakal! " gumam Lea.
"Kamu sih, Adiknya baru pulang malah di omelin"
"Ih bunda kok nyalahin Lea sih" balas Lea tidak mau di salahkan.
"Tapikan memang kamu yang buat adik kamu kesal"
"Ahh udah udah, Jihan nya juga udah merajuk tuh" lerai Burhan pusing melihat istri dan putri sulung nya malah beradu mulut.
"Au ah, sekarang Lea yang merajuk sama bunda dan ayah" ucap Lea, kemudian berbalik meninggalkan kedua orang tuanya.
"Lah dia ikutan merajuk" gumam Tia.
"Yah wajarlah, ibunya juga perajuk" Gumam Burhan menyindir istri nya.
"Maksud mas?" Tia menatap suaminya sengit.
"Eh gak, mas bilang wajar Lea merajuk. sebenarnya dia merasa bersalah sama adiknya" kila Burhan asal.
"Huh" dengus Tia kesal, kemudian berlalu dari sana. Kini Tia pun ikut merajuk. Alamat lah Burhan tidak dapat jatah malam ini.
"Dasar, ibu dan anak sama saja. Semua suka merajuk" cibir Burhan, ia kembali membuka lembaran koran yang belum ia baca.
Sementara di dalam kamar nya, Jihan membuka mulut lebar. Kamar nya masih sama persis seperti ia tinggal kan 7 tahun yang lalu.
"Kok bisa seperti ini? gue pikir kamar gue bakalan usang"
Jihan duduk di tepi ranjang, kemudian merebahkan tubuhnya terlentang menatap langit langit kamar yang terdapat tempelan tempelan stiker bintang. Dulu dirinya dan Lea menempelkan stiker stiker lucu di langit langit kamar nya.
"Suka? "
Jihan menoleh ke sumber suara, teekihat Lea berjalan mendekatinya. Kemudian duduk di samping nya.
"Kakak yang membuat kamar ini tetap sama seperti dulu? " tebak Jihan.
"Yup, sejak lo pergi, gue selalu merapikan kamar ini" jawab Lea mengangguk.
Jihan bangkit, ia memperbaiki duduk nya agar sejajar dengan kakaknya.
"Kak... " lirih Jihan.
"Gue hanya mau lo tetap berada di sini, bersama gue, ayah dan bunda"
"Mereka sangat kesepian tanpa lo, terkadang bunda menangis di kamar ini, hanya untuk mengenang lo"
Bibir Jihan terkatup, ia sudah tidak bisa berkata apa apa lagi. Ia tahu jika dirinya sudah membuat kesedihan yang mendalam kepada keluarga nya.
"Kak... Gue sebenarnya sangat ingin kembali, tapi... Gue... "
"Sudah lah Jihan. Itu hanya masa lalau. Ketika itu lo masih sangat kecil. " Potong Lea meyakinkan Jihan.
Tangan Lea mengusap bahu Jihan pelan "Lo udah dewasa sekarang, dan lo gak boleh lari lagi Jihan"
"Kak... "
"Tidak Jihan, lo harus bangkit. Kubur masa lalu lo yang udah buat lo terpuruk selama ini! " potong Lea. Lalu memeluk Jihan erat.
Jihan terdiam, jujur ini sangat berat baginya. Meskipun sudah 7 tahun berlalu, sakit yang ia rasakan di masa itu masih terasa.
"Gue akan coba" jawab Jihan pelan, membuat Lea semakin mengeratkan pelukannya pada tubuh Jihan.
"Itu baru adek gue"
"Tapi, ada syaratnya" ujar Jihan.
Lea melepaskan pelukan nya, kemudian menatap Jihan lekat.
"Apa syarat nya? "
"Lo gak boleh marah marah lagi sama gue, lo harus manjain gue"
Lea mencebik, permintaan seperti apa itu. Tapi itu tidak masalah, Lea merasa syaratnya terlalu mudah.
"Deal" Lea kembali memeluk adiknya.
...----------------...
Plak!!
Pipi Alviro seketika memerah, terlihat cetakan jari Brian melekat di sana.
"Mau sampai kapan kamu seperti ini huh? . Kamu itu pewaris Papa, keluarga Nugra.Jangan membuat nama keluarga kita tercoreng! "
"Pa, Bukan Alviro yang melakukan nya! "
"Kau pikir papa bodoh? . Sudah banyak laporan laporan yang datang pada papa! kau masih mau mengelak? " tegas Brian menatap nyalang putranya. Sementara Leni istrinya, hanya bisa diam sembari menutup mulutnya menyaksikan perdebatan ayah dan anak itu.
Alviro Raiyen Nugra, putra dari Brian Nugra dan Leni sariana Nugra. Pria tampan ini dulu merupakan anak yang baik, patuh dan juga pintar. Namun entah apa sebabnya, Alviro mendadak berubah, sikapnya berubah menjadi berandalan seperti saat ini.
Seringkali Alviro tertangkap polisi karena melakukan balapan liar bersama teman temannya. Bahkan pihak sekolah juga sudah memberikan laporan kepada Brian tentang nilai alviro yang semakin anjlok.
Alviro menunduk sembari memegangi pipinya, dadanya turun naik menahan deru nafasnya yang memburu.
"Papa tidak mau mendapatkan laporan laporan itu lagi! camkan itu! " tegas Brian.
Alviro tidak menjawab, ia malah pergi begitu saja dari hadapan kedua orang tuanya.
"Lihat kan anak mama"
"Loh kok mama sih yang di salahin" bantah Leni tidak mau di salahkan.
"Karena mama selalu memanjakan dia, lihat. Begitu sikapnya sama orang tuanya sendiri"
"Boro boro pa, buat jumpa sama Al aja susah, gimana mau manjain? "Jawab Leni sebal, kemudian ikut melenggang meninggakan Brian.
"Ahhh Ibu dan anak sama saja" gerutunya.
...----------------...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 147 Episodes
Comments
Dian Rahmawati
waduh alviro dari keluarga keras kepala
2024-06-30
0
Mel Rezki
like dari Anisa Sang Pendosa
2021-11-28
0
lina
next
2021-10-27
1