Beberapa orang pria bertubuh kekar tampak berlari menuju sumber suara berisik yang saling bersahutan dengan suara dentuman musik malam itu.
"Tolong, tinggalkan tempat ini. Jangan membuat keributan di sini!" hardik salah satu pria yang berwajah paling sangar di antara lainnya.
Tatapan mata yang merah padam seketika menggerakkan tangan mendorong seluruh botol yang bertengger di atas meja di dekatnya.
"Arghh!" teriaknya bersamaan jatuhnya pecahan botol di lantai.
"Brengs*k kalian semua!"
Hanya teriakan yang terus terdengar tanpa mampu melawan lagi. Dua tangan milik Sendi sudah di genggam erat beberapa pria bagian keamanan club malam tersebut.
"Ayo pergi!" usir beberapa pria tersebut.
"Lepas! aku bisa pergi sendiri." Sendi menghentakkan kedua lengannya begitu marah. Kemudian melangkah menuju parkiran mobilnya.
***
Kilatan cahaya petir terus bersahutan. Derasnya air hujan tampak menemani kegalauan di hati Sendi.
Begitupun dengan sosok Mbok Nan yang melangkah mondar-mandir di depan pintu rumahnya. Wajahnya cemas kala mengingat suara pria yang baru saja meminta alamat darinya.
"Ya Allah semoga tidak terjadi apa-apa dengan Non Ruth. Tapi, siapa pria barusan? tentu bukan Tuan Sendi. Kalau Tuan Sendi, pasti sangat tahu alamat rumah ini." ujarnya semakin meremas erat kedua genggamannya sendiri.
Selang beberapa menit, akhirnya tibalah yang ia tunggu.
Sorotan lampu mobil yang terang, membuat Mbok Nan begitu antusias menyambut kedatangan penumpang di mobil mewah tersebut.
Matanya membulat kala melihat wanita yang sangat ia kenal sudah turun dari mobil dengan di gendong pria asing. Terlebih saat itu, Ruth tidak sadarkan diri.
"Ya Allah, Non Ruth. Apa yang terjadi Tuan?" tanyanya ikut melangkah mengikuti perginya pria itu.
"Tolong Bu, tunjukkan tempat tidurnya. Nanti saya ceritakan." sahut Dava menatap ke depan.
"Baik, Tuan. Mari, disini kamar Non Ruth."
Usai membaringkan Ruth, sejenak Dava terdiam. Matanya seakan menatap kosong wanita di depannya.
"Tuan, mari. Biar saya buatkan air hangat dulu." Suara Mbok Nan menyadarkan Dava dari lamunannya.
Kini suasana hening. Tampak Dava dan Mbok Nan saling membisu.
"Maaf Tuan, saya penasaran. Sebenarnya apa yang terjadi dengan Non Ruth?" Dengan rasa penasaran yang tinggi, Mbok Nan berusaha mencari tahu meski ia tak berani menatap wajah tampan pria di depannya.
"Anda?" tanya Dava menggantung, namun jelas Mbok Nan mengerti apa maksud pertanyaan itu.
"Saya pembantu di sini, Tuan. Dan Non Ruth sudah saya rawat sejak kecil."
Dava mengangguk paham. Kemudian terdengar helaan napas dari tubuhnya. "Tadi saya hampir menabrak dia. Yang saya lihat tubuhnya sudah berantakan. Saya menemukan beliau hujan-hujanan di jalanan." terangnya dengan jujur.
"Terimakasih Tuan, sudah membawa pulang Non Ruth. Saya sangat berterimakasih. Pantas saja sejak tadi Putri gelisah. Ternyata sesuatu terjadi pada Mamahnya."
Mendengar pengakuan Mbok Nan, alis Dava mengernyit. "Ternyata gadis itu sudah punya anak." batin Dava mengangguk-anggukkan kepalanya.
"Baiklah kalau begitu saya-" (Dava kala itu sudah mengangkat bokongnya hendak bergegas pergi, namun sayang suara anak kecil menghentikan langkahnya)"
"Hiks...hiks...Mamah, Putli kangen, Mamah. hiks hiks hiks." Rengekan serta tangisan bocah kecil yang berjalan sembari mengusap kedua matanya mencuri perhatian seorang Dava.
"Maaf Tuan, sebentar saya gendong dulu." ucap Mbok Nan melangkah mendekati Putri.
Dari sofa Dava dapat melihat penolakan dari bocah kecil itu. "Sayang, ayo Mbok tidurkan lagi. Mamah lagi istirahat, Sayang." ucapnya membujuk sang cucu.
"Nggak, Mbok. Putli mau ketemu Mamah. Hiks hiks hiks...Mamah..." tangisnya histeris.
Meski dari kejauhan, terlihat jelas di wajah bocah itu sangat pucat.
Naluri seorang Dava akhirnya keluar. Ia melangkah menuju dua wanita yang tengah saling berinteraksi.
"Hei gadis manis, mengapa menangis?" tanyanya tersenyum lembut.
Seketika itu juga tangisan Putri terhenti. Mata sembab dan berkantung bergerak menatap tubuh tegap di sampingnya.
"Ayo kemari, Paman gendong." bujukan Dava masih belum berhasil. Kini ia masih menebarkan senyuman tampannya, meski dalam pikiran terus mencari cara.
"Oh Putri ingin bertemu Mamah, yah? ayo Paman temani mencari Mamah? bagaimana?"
Mendengar ajakan pria asing, Mbok Nan seakan bingung harus berkata apa. "Tapi, Tuan..."
"Ayo Mbok, kita bawa cari Mamahnya. Saya tidak keberatan menemani anak cantik ini." ajak Dava berniat ingin membawa Putri berkeliling dengan mobil.
Setidaknya tangisan bocah itu terhenti dan kemungkinan bisa tertidur di jalanan.
"Baiklah, setidaknya Non Ruth bisa istirahat lebih lama." batin Mbok Nan menyetujui ajakan Dava malam ini.
Mereka masuk ke mobil mewah, dan Pak Landu segera melajukan mobil dengan kecepatan rendah. Tentu sesuai permintaan sang Tuan muda.
"Putri, sini duduk sama Paman. Kita lihat jalanan yah? siapa tahu ketemu sama Mamah kamu." ucap Dava mulai mendekatkan diri.
Entah mengapa wajah bocah cantik itu sangat menggodanya untuk lebih dekat.
"Tuan, terimakasih banyak bantuannya." ucap Mbok Nan sekali lagi merasa sungkan.
"Tidak apa-apa Mbok." Dava tersenyum tulus. "Rasa lelah saya kerja, jadi hilang dekat dengan Putri. Dia sangat menggemaskan." ucapnya mengusap kepala Putri yang entah sejak kapan sudah duduk di pangkuannya.
"Andai saja Tuan Sendi sebaik anda, Tuan." ucap Mbok Nan menatap sendu pada wajah Putri.
Dava menoleh ke samping kembali. "Dia adalah Ayahnya kah, Mbok?" tanyanya pada akhirnya.
"Bukan Tuan. Dia adalah kekasih Non Ruth. Tapi sayang, keluarganya menolak keras kehadiran Putri. Itu sebabnya Mbok yang merawat Putri di rumah sendiri."
"Jadi karena pria, Ibunya menelantarkan Putri, Mbok?" Dava menggelengkan kepalanya. Sungguh semua di luar dugaan.
Wajah cantik, lembut ternyata berhati jahat dan tega pada anaknya sendiri. Pikir Dava.
"Bukan, Tuan. Ini hanya sementara. Tapi sepenuhnya bukan salah Non Ruth. Mbok paham keadaan Non Ruth, Tuan. Beliau sudah cukup menderita selama ini. Maka dari itu, Mbok berharap ada yang bisa membahagiakannya."
"Paman, dimana Mamah? kenapa jalanan sepi sekali?" tanya Putri kemudian.
"Sabar sayang, kota di sini sangat besar. Mungkin Mamah ada di jalanan yang lebih jauh. Kita cari Mamah lagi yah?" ajak Dava mengeratkan pelukannya pada tubuh kecil yang kini sudah ia balutkan dengan jas mahal miliknya.
Tampan, baik hati, dan penuh kasih sayang. Sungguh manusia sempurna, pikir Mbok Nan menatap kagum pada pria di sampingnya.
***
"Aaaaaaaaa," teriak wanita yang menjambak rambutnya sembari menangis histeris saat itu.
Terlihat dua kaki jenjang mulus nan putih melangkah turun dari tempat tidur. Buliran bening air mata terlihat terus berjatuhan ke lantai marmer mewah nuansa putih.
Di depan nakas dekat jendela kamar, tampak kilatan cahaya petir menyorot benda tipis dan tajam.
"Aku lelah, Tuhan." tangisnya menjerit dalam hati seiring tangannya yang ia angkat semakin tinggi dan menempatkan benda tajam di pergelangan tangannya kala itu.
Brakkk! Suara pintu terbuka dengan cepat.
"Non Ruth!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 238 Episodes
Comments
Neti Jalia
mampir kk🤗🙏
2022-02-23
0