Suasana romantis lenyap seketika. Semua pekerja di kantor tampak menunduk dengan gugup. Pasalnya mereka tahu, siapa orang yang baru saja bersuara lantang.
Di keheningan pagi itu, hanya alunan suara sepatu pantofel mewah yang terdengar. Tuan Deni Salim Perdana, ialah pemilik yang sebenarnya perusahaan yang bernama Densal Company.
Tatapan mata dengan kebiruan itu jelas terlihat menusuk netra indah milik Ruth.
"Ayah," ucap Sendi yang ingin menghentikan langkah kaki sang Ayah.
Namun, sayang. Gerakan bibirnya seketika terhenti kala menyadari tatapan penuh kemarahan dari sang Ayah.
Ruth, Sendi, dan seluruh yang ada di ruangan tersebut begitu kaget. Jelas terasa sentuhan hangat mendarat di punggung wanita berusia 21 tahun itu.
Ruth sangat tak menyangka, bahkan sedari tadi ia memejamkan matanya takut-takut akan mendapatkan kekerasan dari pria yang terkenal sangat dingin. "Sudah berapa kali Ayah katakan? tidak baik mencampurkan urusan pribadi dengan kantor, Sendi? Ayo kita bawa Ruth ke ruang kerja Ayah." ajaknya tak lupa menebarkan senyuman yang begitu ambigu bagi seorang Sendi Sandoyo.
Senyuman ganjil, tatapan mata yang penuh kobaran api, dan getaran bibir yang tengah menahan amarah, membuat Sendi semakin takut.
"Ayah, sebentar lagi-"
"Mari kita bicarakan semuanya dengan santai. Kalian sudah cukup lama bukan bersama?" ucap Tuan Deni memotong pembicaraan sang anak.
Mata biru itu kembali menatap seluruh pekerja yang baru saja menjadi saksi betapa cintanya sang anak pada wanita di hadapannya saat ini.
"Kalian semua mulailah bekerja." pintanya kemudian melangkah menuju ruang dimana tempat ia bekerja meski tak lagi menjadi pemilik perusahaan karena tergantikan oleh sang anak.
"Ayo," ajak Sendi sembari menggenggam tangan sang kekasih mengikuti jejak langkah sang Ayah.
Di ruangan yang cukup luas dan mewah, kini kedua wajah yang sepantaran usia tertunduk di sofa. Siapa yang berani menatap mata berwarna biru penuh kobaran api tersebut?
"Tu-tuan..."
"Ayah, apa-apaan ini?"
Sendi dan Ruth serentak bersuara menyerang Tuan Deni yang sudah mencengkeram kuat rahang kekasih dari anaknya.
"Harus dengan cara apa saya memberitahu mu untuk menjauhinya? hah!" Begitu kerasnya cengkraman tangan itu, hingga Sendi sendiri pun tak mampu melepaskan dari rahang Ruth.
"Ayah, tolong beri Sendi kesempatan. Sendi sangat mencintai Ruth, Ayah."
Plak!
Satu tamparan mendarat di wajah pria tampan itu. Sementara tangan satu masih tetap pada posisi awal.
"Tu-tuan, apa salah saya? saya sangat tulus mencintai Sendi?" tangis Ruth pun pecah saat mengetahui begitu tidak terimanya Tuan Deni pada hubungan mereka selama ini.
Apa penyebabnya? apa karena jabatannya yang sebagai sekertaris begitu rendah di pandang oleh Tuan besar itu?
"Saya tidak pernah mengijinkan anak saya berpacaran dengan seorang janda! apalagi kamu janda tidak jelas!"
Deg!
Kata-kata yang benar-benar menyayat hati seorang gadis. Ruth terdiam mendengar penghinaan itu. Pasalnya ia tidak seperti itu. Apa maksud dari hinaan itu sebenarnya?
"Ayah, Ruth bukan janda! Aku bisa jelaskan Ayah!" bantahan Sendi begitu tegas terdengar.
"Maaf, Tuan. Jika permasalahan ada di situ. Saya bisa menjelaskan semuanya."
"Tidak! Saya tidak butuh penjelasan." hardik Tuan Deni dengan lantang. Kemudian ia kembali menatap sang anak dan berkata, "Sendi, selama ini kau mungkin terlalu bodoh. Tapi tidak dengan Ayah. Wanita ini sudah memiliki anak. Dan Ayah sangat tahu jelas asal-usulnya."
Mendengar penuturan Tua Deni, Ruth begitu bingung. Apa yang di maksud dengan tahu jelas asal-usulnya?
Sendi yang awalnya sangat membela sang kekasih mendadak timbul jiwa penasarannya. Benarkah apa yang di katakan Ayahnya barusan?
"Anak itu adalah anak dari hasil hubungannya dengan pria yang tidak jelas. Ayah punya buktinya. Ini...dan semua sudah Ayah buktikan. Golongan darah mereka pun sama."
Kebahagiaan yang barusan Ruth dapat mendadak lenyap rasanya. Ikut jatuh harapan yang besar selama ini bersama dengan air mata kekecewaan.
Mungkin saat ini Sendi belum mengatakan apapun, tapi jelas terlihat dari tatapan penuh keraguan pada sang kekasih. Itu saja sudah cukup membuat luka yang begitu dalam bagi seorang Ruth.
Tak lagi mampu berkata, entah bukti apa yang Tuan Deni perlihatkan pada sang anak, yang jelas Ruth hanya mampu menggelengkan kepalanya.
"Tidak, Sendi. Tidak. Aku yakin kamu mengenaliku lebih dalam daripada siapapun di dunia ini, Sayang." batin Ruth menjerit.
"Ruth," ucap Sendi menahan amarah.
"Jangan katakan apapun padaku. Cukup tatapan mu saja yang membuat ku luka, Sendi." bantah Ruth enggan mendengar cacian atau apapun itu keluar dari mulut sang kekasih.
"Itu alasanmu tidak mau meninggalkan Putri, Ruth? Dia bukan anak angkat, tapi dia ANAK KANDUNGMU!" Air mata jatuh, tubuh Sendi ikut bergetar saat melantangkan suara penuh amarahnya pada Ruth.
Jelas marah. Sendi melihat dengan jelas bukti saat Ruth berfoto dengan perut buncit dan beberapa foto mesra lainnya tampak menceritakan kehidupan masalalu sang kekasih dengan pria lain.
"Tidak, aku tidak tahu apa-apa, Sendi. Dia berbohong!" sangkal Ruth sembari menangis pilu. Entah apa yang membuat Sendi semarah dan sepercaya itu pada sang Ayah.
Sendi segera meraih ponsel Tuan Deni dan memperlihatkan beberapa foto yang sangat jelas. "Apa kau masih mau berbohong dan tidak mengakui Putri? Selama ini aku sudah salah menilai. Kamu benar-benar perempuan tidak punya hati. Dimana perasaan mu sebagai seorang ibu, Ruth? Dimana!"
"Itu sebab selama ini aku meminta mu untuk menaruh Putri di panti, kau selalu menolak. Apa kau tahu? Ayah tidak menerima status mu sebagai wanita yang memiliki anak jika ingin menikah denganku?"
"Tidak, Sendi. Ini semua tidak benar." Ruth menangis berlari keluar dari ruangan tersebut.
Dua insan yang saling mencintai kini sama-sama merasakan sakit yang luar biasa. Sementara senyuman yang penuh kepuasan terlukis jelas di wajah Tuan Deni.
"Anak kecil itu ternyata membuat semuanya menjadi mudah." batin Tuan Deni kini melangkah mendekati kursi singgasananya.
Sementara Sendi hanya menatap nanar sang Ayah. Tak ada lagi perlawanan darinya. Perlahan langkah demi langkah mengantar Sendi ke ruangannya.
Tidak, bagaimana ia bisa melangkah ke ruangannya. Di sana Ruth tentu berada. Akhirnya ia memutar haluan menuju lift untuk keluar kantor.
Sakit rasanya hati. Cinta yang begitu tulus dan besar, kini menjadi hancur berkeping-keping.
Meski mata sembab, namun sebagai pekerja profesional. Ruth harus tetap bekerja di kantor.
Pantulan layar monitor terus memperlihatkan tetesan air mata di wajah ayu Ruth.
"Tuhan, salahku dimana? aku sangat mencintai Sendi. Apa yang harus ku lakukan saat ini, Tuhan?"
"Apa salah jika Putri bersama ku, Tuhan? bahkan aku ikhlas menganggap Putri sebagai anakku sendiri, Tuhan?"
Ruth yang kini menangis sembari terus fokus bekerja mendadak terkejut kala mendengar suara seseorang yang sangat ia hapal siapa pemiliknya.
"Aku memberimu kesempatan!"
Ruth menoleh ke sumber suara,
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 238 Episodes
Comments
Rahmi Miraie
semakin penasarn
2021-12-01
0