Gilwang berjalan menuju kamarnya sembari menggerutu.
"Dasar wanita nggak tau diri, kenapa harus mempertahankan pernikahannya, padahal sudah jelas aku tidak mencintainya."
Gilwang memasuki kamarnya dengan perasaan kesal, karena tak bisa membuat Amira wanita yang baru saja jadi istrinya menuruti permintaannya. Di tunjukkannya rasa kesal itu dengan membanting tubuhnya diatas ranjang.
Amira masih meratapi nasibnya di ruang tamu yang hanya ada dirinya sendiri.
"Kenapa nasibku jadi seperti ini, baru saja aku merasakan kebahagiaan yang tiada terkira bisa menikah dengan orang yang ku cintai dan berharap bisa bersama selamanya, malah dia tidak mau menerima cintaku sama sekali, dan hendak menceraikanku," gumam Amira sembari air mata mengalir deras dari pelupuk matanya.
"Sungguh tiada terpikir olehku, aku hanya merasa takut dan khawatir tidak bisa jatuh cinta dengan calon suamiku. Ternyata tidak dicintai sang suami rasanya sungguh menyakitkan"
Amira masih dengan ratapannya sendirian di ruang tamu. Tak ada yang bisa di lakukannya. Ingin rasanya ia mengadu pada orang tuanya tentang permasalahan yang dihadapinya saat ini, namun terlalu dini untuk mereka tahu. Amira akan mencoba menghadapinya sendiri.
Semenjak Gilwang mendaratkan tubuhnya di ranjang dengan kekesalan hatinya, tanpa ia sadari dia tertidur dengan pulasnya, dia tidak memperdulikan Amira seorang istri yang sudah dibawa pulang kerumahnya.
Amira di rumah suaminya merasa bingung, dia harus ngapain disini. Sejak tiba disini, dia hanya dipersilahkan duduk di ruang tamu dan mendengarkan semua pernyataannya dan meninggalkannya begitu saja.
"Apa aku hanya disuruh duduk di ruangan ini. Kemana tadi perginya Gilwang. Kenapa dia tidak kembali kesini," ucap Amira sembari clingak-clinguk menanti kehadiran Gilwang.
Cukup lama Amira menunggu Gilwang yang tak kunjung datang menemuinya lagi, dia pun tergerak untuk mencari keberadaan suaminya. Amira mencari disetiap sudut rumah ini tak ditemukan sosok Gilwang. Akhirnya dia memberanikam diri menuju ke kamar yang ada di rumah ini.
Terdapat dua kamar di rumah ini yang sejajar. Amira menuju kesana. Dengan berjalan penuh tanya, apakah Gilwang ada disalah satu kamar itu. Amira mendapati salah satu kamar itu pintunya terbuka sedikit. Amira pun menuju kesana.
Amira mengintip dari balik pintu yang terbuka sedikit dan dia melihat sosok Gilwang tengah tertidur dengan pulasnya dengan masih mengenakan setelan jaz pengantinya dan sepatu yang masih melekat di kakinya.
"Ya Allah, jadi Gilwang sudah tidur, pantas saja aku tunggu kehadirannya nggak muncul-muncul," ucap Amira sembari nylonong masuk kamar Gilwang.
Amira merasa kasihan sama Gilwang yang tidur dengan baju yang belum ganti dan sepatu yang masih melekat di kakinya. Amira tau pasti Gilwang saat ini lelah seharian menjalani pernikahan, apa lagi pernikahan yang tak di inginkannya. Bukan hanya tubuhnya yang lelah, mungkin hatinya juga lelah.
Amira tergerak hatinya, dia akan melepas sepatu suaminya supaya lebih nyaman tidurnya. Baru saja memulai aksinya membuka sepatu, sontak membuat Gilwang bangun dari tidurnya.
"Mau ngapain kamu di sini? Kenapa kamu tiba-tiba masuk ke kamarku? Lancang kamu ya!" ucap Gilwang sangat marah saat melihat keberadaan Amira di kamarnya yang juga berani menyentuhnya tanpa izinnya. Netra Gilwang menatap Amira tajam, membuat Amira sedikit takut.
"Maaf Gilwang kalau aku sudah lancang masuk ke kamarmu. Aku mencarimu sedari tadi, dan aku lihat kamu tertidur pulas di kamar ini dengan bajumu yang belum ganti dan sepatu yang masih melekat di kakimu. Aku hanya ingin melepas sepatumu saja, supaya kamu tidur dengan nyaman," jelas Amira.
"Kamu masih nggak ngerti ya, kamu bukanlah orang yang aku inginkan dalam hidupku, melainkan orang yang aku benci. Jadi kamu nggak usah sok ngurusin aku apa lagi menyentuhku. Sekarang keluar dari kamar ini. Kamu bikin aku nggak nyaman. Pergi, pergi," ucap Gilwang sembari mengibaskan tangannya mengusir Amira.
"La terus aku harus kemana Gilwang. Maksudku kesini ingin mempertanyakan itu. Apa yang harus aku lakukan, apa aku harus pulang ke rumah orang tuaku dan memberitahukan semuanya."
"Jangan-jangan!!" Dengan cepat kedua tangan Gilwang mencegah Amira.
"Jangan beri tahu orang tuamu sebelum aku memutuskan. Aku masih memikirkan jawaban yang tepat. Aku mohon rahasiakan ini dulu." Gilwang mendekati Amira yang berdiri jauh dari hadapan Gilwang.
"Sekarang kamu istirahat dulu, akan ku tunjukkan kamarmu." Hendri berjalan keluar dari kamarnya di ikuti Amira di belakangnya. Amira hanya manut saja.
"Kamu tidur di kamar ini dan istirahatlah, besok akan aku putuskan mengenai hal yang kau ajukan. Aku butuh waktu untuk berpikir. Kamu jangan menggangguku sampai aku mendatangimu," ucap Gilwang dan meninggalkan Amira begitu saja.
Masih banyak hal yang ingin ditanyakan Amira, namun Gilwang seperti enggan menanggapi Amira.
Akhirnya, dimalam pertama mereka tidur terpisah, tidak ada saling menuntut karena pernikahan mereka statusnya masih tanda tanya? Akankah berlanjut atau berakhir.
Dimalam yang sudah larut, Amira yang terjaga memilih untuk bermunajat kepada Allah, meminta dikesunyian malam yang tiada banyak hamba meminta. Dalam doanya Amira berharap akan menjadi istri yang dicintai suaminya dan pernikahannya akan langgeng, dan jadi keluarga yang sakinah, mawaddah, warrahmah.
Disisa malam yang tinggal beberapa jam saja, akhirnya Amira bisa memejamkan matanya. Tak terasa waktu subuh sudah datang. Amira sudah terbiasa bangun di waktu subuh dan melaksanakan kewajibannya.
Matahari sudah menunjukkan sinarnya yang hangat. Hari masih pagi, pak Hendro bergegas akan mendatangi rumah Gilwang. Rasa khawatirnya semalam membuatnya tak sabar ingin bertemu dengan Gilwang yang semalam tak bisa di hubungi.
Pak Hendro punya firasat yang buruk, pasti ada suatu hal yang di rencanakan oleh Gilwang yang langsung memilih tinggal di rumahnya sendiri usai pernikahannya.
Tak terasa menyusuri jalanan sampailah Pak Hendro di rumah Gilwang. Pak Hendro turun dari mobilnya yang di parkir di depan pintu gerbang rumah Gilwang. Terlihat masih sepi dari dalam rumah Gilwang. Pintu tidak di kunci jadi Pak Hendro langsung masuk saja setelah mengucap salam beberapa kali yang tak mendapat jawaban.
"Apa mereka masih tertidur, setelah menikmati malam pertamanya? Apa kedatanganku mengganggu mereka?" gumam Hendro sembari berjalan menuju kamar Gilwang yang sedikit ragu melanjutkan langkahnya.
Pak Hendro tidak jadi menuju ke kamar Gilwang, dia berbalik dan akan menunggu di ruang tamu sampai Gilwang bangun. Pergerakannya di hentikan oleh panggilan Amira.
"Ayah mertua!!" Panggil Amira yang sedikit terkejut melihat kedatangan mertua laki-lakinya.
Hendro membalikkan badannya dan melihat Amira keluar dari kamar.
"Kapan Ayah datang?" tanya Amira sembari mendekat dan mencium punggung tangannya.
"Baru saja, Ayah nyelonong masuk karena pintu tidak di kunci."
"Ada perlu apa, pagi-pagi ayah datang kesini?"
"Nggak ada apa-apa. Maaf ayah mengganggu kalian."
Mendengar gemuruh suara di luar, Gilwang yang baru bangun dari tidurnya beranjak keluar dari kamarnya. Dan Gilwang sungguh terkejut, tidak menyangka Ayahnya datang sepagi ini.
"Ayah!"
Panggilan Gilwang, membuat Hendro dan Amira menengok ke arah Gilwang bersamaan.
"Itu mas Gilwang sudah bangun," ucap Amira.
"Kenapa mereka berdua keluar dari kamar yang berbeda?" batin Hendro.
"Ada apa Ayah kesini pagi-pagi sekali?" Tanya Gilwang.
"Ayah ingin bicara sama kamu."
Hendro mengajak Gilwang ke ruang tamu dan akan bicara serius padanya. Sedangkan Amira menuju dapur akan membuatkan minuman untuk ayah mertuanya dan juga suaminya.
Hendro mengatakan pada Gilwang kalau mengetahui rencana Gilwang. Pasti Gilwang akan memutuskan pernikahannya. Hendro pun menegaskan pada Gilwang, apa pun yang terjadi mau Gilwang tidak mencintai istrinya pernikahan tidak boleh usai.
Jika Gilwang memutuskan pernikahan, berarti Gilwang sudah memutuskan untuk tidak menjadi anaknya, dan tidak akan pernah mendapatkan apa yang di inginkan Gilwang.
Gilwang tidak bisa terima, sekeras apa pun Gilwang memberontak tak di hiraukan oleh Hendro. Hendro memilih pergi begitu saja meninggalkan Gilwang tanpa berpamitan dengan Amira. Gilwang sangat marah dan merana di ruang tamu itu.
Saat mobil Hendro sudah berlalu meninggalkan rumah Gilwang. Ada mobil yang datang dan parkir di depan pintu gerbang. Seorang wanita cantik dengan rambut terurai keluar dari mobil itu dan berjalan masuk ke pintu gerbang.
Dia adalah Anita kekasih Gilwang, yang akan memberi kejutan pada Gilwang kalau dirinya sudah pulang dari liburannya. Padahal dia berbohong tidak memggunakan uang Gilwang untuk liburan, melainkan untuk kebutuhan keluarganya yang terpuruk ekonominya.
Pintu rumah Gilwang sudah terbuka, tanpa mengucap salam Anita langsung masuk dan berteriak memanggil nama Gilwang.
"Gilwang sayaang, aku dataaang."
Panggilan Anita membuat Gilwang sangat terkejut.
"Anita datang! Kenapa Anita tiba-tiba datang, bukannya dia sedang liburan," gumam Gilwang yang pikirannya tambah kacau, karena kedatangan Anita.
Saat Anita sampai di ruang tamu dan melihat Gilwang, sontak Anita langsung membenamkan tubuhnya di pelukan Gilwang.
"Aku kangen sama kamu sayang!"
Tepat saat itu Amira datang membawa minuman di atas nampan. Amira menyaksikan Gilwang berpelukan dengan seorang wanita. Sontak membuat hatinya bergejolak tangannya gemetar dan menjatuhkan minuman itu.
Suara nyaring dari pecahan gelas membuyarkan pelukan Anita dan Gilwang. Hingga netra mereka menuju ke sumber suara. Anita melihat sosok wanita yang tak di kenalnya, yang tiba-tiba ada di rumah kekasihnya.
"Siapa wanita berhijab itu Gilwang? Kenapa dia ada di sini?"
Bersambung.....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 63 Episodes
Comments
Bunga Syakila
up
2021-12-10
0
Freen 🐰
terlalu lama up nya
2021-11-20
1
🧭 Wong Deso
lanjut
2021-11-20
1