Amira yang masih berdiri di hadapan Gilwang segera di persilahkan duduk oleh pak penghulu, karena acara ijabnya sudah akan dilaksanakan. Dengan hati yang berbunga-bunga, dan senyum kecil yang tak berani ia tunjukan, Amira duduk disamping Gilwang.
Kini tak ada rasa gugup dan khawatir lagi yang menyelimuti Amira, hanya rasa bahagia yang ia rasakan. Dia tidak pernah menyangka kegundahannya selama satu minggu berubah jadi rasa yang bahagia. Amira ternyata jatuh cinta pada lekaki yang akan menjadi suaminya.
Karena Gilwang lelaki pertama yang bisa membuatnya jatuh cinta, dia berjanji akan mencintainya sepenuh hati dan tak akan pernah melepaskannya.
"Sudah siap?" Tanya pak penghulu pada kedua calon mempelai.
"Sudah!" Ucap Gilwang dengan tegas.
Para saksi dan tentunya wali sudah siap menyaksikan acara yang sakral ini. Meski Gilwang sejujurnya tak pernah menginginkan pernikahan ini terjadi, entah kenapa saat ini dia sangat gugup saat akad nikah akan dimulai.
Dijabatnya tangan Gilwang oleh pak penghulu, diucapkannya kata ijab qabul dan dijawab oleh Gilwang dengan lantang lancar dan mudah.
"Saya terima nikahnya Amira Wardana binti Hadi dengan maskawin seperangkat alat sholat dan uang sepuluh juta di bayar tunai."
"Bagaimana para saksi SAH?" Ucap Pak penghulu.
"SAH."
"SAH."
Terdengarlah kata SAH dari para saksi, membuat Amira merasa lega setelah sempat menegang tadi. kini torehan senyum bahagia meliputi Amira, dan juga keluarganya. Akhirnya kini Amira sah menjadi istrinya Gilwang orang yang membuat dirinya jatuh cinta.
Gilwang menanggapinya biasa saja, usai ijab qabul yang punggung tangannya dicium oleh Amira. Gilwang hanya tiada menyangka ternyata dia sangat lancar mengucapkan kata ijab padahal dia hanya menghafalnya sekali saja nama Amira.
Acara akad nikah ditutup dengan doa yang dipimpin pak kiyai. Setelah doa selesai, saatnya berganti acara resepsi. Amira dan Gilwang dipersilahkan duduk di pelaminan. Meski merasa tak nyaman dan tak diinginkan Gilwang harus tetap melaksanakannya.
Banyak tamu yang datang mengucapkan selamat atas pernikahan mereka. Bahkan ada yang mengatakan mereka berdua pasangan yang serasi, namun tak membuat Gilwang menunjukkan senyumnya. Hanya Amira yang membalas ucapan mereka dengan terima kasih dan senyum terbaiknya.
Waktu terus berjalan dan tanpa disadari acara pun selesai. Semua tamu undangan bahkan keluarga dari pak Hadi dan pak Hendro pamit pulang. Setelah semua tamu pulang tinggallah dua keluarga yang masih berbincang-bincang.
Gilwang dan Amira ada diantara mereka. Gilwang terlihat gusar, dia memikirkan setelah ini dia akan tinggal dimana. Dia lupa tidak membicarakan pada ayah dan ibunya kemarin. Gilwang tidak mau tinggal di rumah Amira, dan Gilwang juga tidak mau tinggal di rumah orang tuanya.
Akhirnya Gilwang memberanikan diri mengatakan pada semua, setelah ini akan membawa Amira pulang ke rumahnya sendiri.
"Kenapa harus pulang ke rumahmu sendiri Gilwang? Sekarang rumah ini sudah menjadi rumahmu juga," ucap Hadi ayah Amira.
"Kenapa dia harus membawaku pulang ke rumahnya? Kenapa tidak disini dulu? Aku masih ingin bersama orang tuaku," batin Amira yang saat ini duduk sejajar dengan Gilwang ditengah-tengah keluarganya.
"Aku sudah punya komitmen, kalau sudah menikah akan langsung membawa istriku pulang ke rumahku."
"Biarkanlah pak Hadi, turuti kemauan anak saya. Saya bersyukur dia sudah nurut dijodohkan. Biarkanlah mereka memilih menyendiri mungkin itu yang bisa membuatnya nyaman," tambah pak Hendro.
"Sebenarnya saya lebih ingin mereka disini dulu pak, saya pingin lebih mengenal menantu saya yang tampan dan rupawan ini," ucap Widya.
"Anak ibu juga cantik, mereka berdua pengantin yang serasi tidak salah kita menjodohkan mereka sejak kecil, dan sekarang sudah tercapai," ucap Irma.
"Alhamdulillah semua rencana kita berjalan lancar, semoga menjadi berkah. Kami semua mengucapkan selamat atas pernikahanmu Gilwang dan Amira. Semoga kalian menjadi keluarga yang sakinah, mawaddah, warrahmah," ucap pak Hadi mewakili semua.
"Amiiiin," jawab semua.
Acara sudah selesai, Gilwang akan membawa Amira pulang kerumahnya sekarang juga. Sekalian pulang, keluarga Gilwang akan mengantarkan mereka.
Saatnya berpamitan. Amira menumpahkan air matanya saat mengucapkan kata pamit pada ibunya, Irma pun sama ikut menangis. Suasana haru meliputi mereka. Tidak dengan Salsa dan Alvin, mereka malah asyik saling memandang dengan kekaguman masing-masing, entah ada apa diantara mereka berdua.
Tak perduli seharu apa, Gilwang segera mengajak Amira ikut bersamanya karena sudah menjadi istrinya. Walau sangat berat meninggalkan orang tuanya Amira tetap ikut bersama Gilwang.
Selang waktu berjalan sampailah di rumah Gilwang. Rumah yang rencananya akan dihuni bersama Anita setelah menikah. Namun kenyataannya malah wanita lain yang akan tinggal di rumah ini bersamanya. Gilwang sengaja mengajak Amira tinggal disini, supaya dia bebas melakukan apa saja semau dia tanpa ada yang tahu kecuali Amira.
Kedua orang tua Gilwang sudah berlalu pergi meninggalkan rumah. Kini tinggal Amira dan Gilwang.
Gilwang mempersilahkan duduk Amira di ruang tamu.
"Kita kenalan dulu, karena sebelumnya kita belum pernah bertemu. Namaku Robi Gilwang, panggil saja aku Gilwang," ucap Gilwang yang saat ini duduk berhadapan dengan Amira di ruang tamu.
"Aku Amira wardana, mas Gilwang."
"Jangan panggil aku mas Gilwang. Aku memang sekarang suamimu tapi sebentar lagi mungkin tidak," ucap Gilwang spontan.
"Kenapa mas, ehm... maksudku Gilwang, aku tidak mengerti?" tanya Amira sedikit bingung.
"Oke, aku akan menjelaskannya padamu. Aku menikah dengan kamu karena hanya menuruti perintah orang tuaku. Tidak ada cinta diantara kita. Sekarang pernikahan sudah terlaksanakan jadi sebentar lagi mungkin akan berakhir, karena aku akan menceraikanmu."
"Berakhir! Apa maksudmu Gilwang, kamu menganggap pernikahan ini hanya permainan saja, setelah terjadi harus usai begitu saja. Apa kata orang tua kita nanti," bantah Amira.
"Aku juga sama seperti kamu tidak menginginkan pernikahan ini, tapi pernikahan bukanlah sesuatu yang bisa dipermainkan. Pernikahan harus dijalani sesuai perintah agama," jelas Amira.
"Aku punya alasan kenapa aku tidak bisa menjalani pernikahan ini, karena aku sudah berjanji akan menikahi kekasihku yang sangat aku cintai sebelum perjodohan ini terjadi," jelas Gilwang.
"Tapi Gilwang, aku tidak ingin pernikahan ini berakhir, aku ingin menjalaninya bersama kamu. Aku ingin tetap menjadi istrimu, karena aku telah jatuh cinta padamu."
"Jatuh cinta padaku? Jangan harap aku membalas cintamu, karena aku hanya mencintai Anita kekasihku."
Amira berdiri dari duduknya dan mendekati Gilwang yang masih duduk dengan raut wajah kemarahannya.
"Gilwang aku mohon jangan ceraikan aku, aku ingin tetap menjadi istrimu. Aku sudah berjanji pada diriku sendiri tidak akan melepaskanmu karena kamu lelaki pertama yang bisa membuatku jatuh cinta. Aku mohon Gilwang, aku mohon!" Amira duduk bersimpuh di hadapan Gilwang memohon-mohon.
"Aku akan tetap menceraikanmu Amira, karena aku akan menikah dengan Anita kekasihku," tegas Gilwang lagi.
"Baiklah, kalau hanya alasanmu ingin menikah dengan kekasihmu aku akan mengizinkanmu menikahinya, asal kamu tidak memceraikan aku."
"Apa kamu sungguh bodoh, aku tidak mencintai kamu Amira."
"Tidak apa-apa Gilwang, ini ku lakukan demi janjiku dan orang tuaku, aku tidak ingin melihat mereka terluka."
"Akan aku pikirkan dulu."
Gilwang meninggalkan Amira yang masih duduk bersimpuh.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 63 Episodes
Comments
Puspa Trimulyani
lah talakmu sdh jatuh tuh gilwang,karena kata cerai sdh kamu ungkapkan.
2023-04-20
0
Puspa Trimulyani
itu namanya jodoh,jgn kau lepaskan Amira mu,kalau kamu tidak ingin menyesal nanti
2023-04-20
0
Misik Japar
kok disini trlht bnget amira klo dia mrndahkn diri. masa scr gamblang dia lngsng ngomng klo jth cnt,hadehhh jaim sdkt kn bs amira
2022-05-07
1