Olivia mengerjapkan mata. Dinginnya udara malam yang menusuk kulit berganti dengan kehangatan yang melingkupi tubuhnya.
Olivia menggeliat pelan, saat merasakan hangat itu berubah menjadi dekapan erat. Matanya terjaga sempurna saat kepalanya berbenturan dengan sesuatu yang terasa agak keras, tetapi tidak menyakitkan. Dan matanya mendelik ketika indra penciumannya menghidu aroma yang berbeda, seperti ... wangi parfum seorang lelaki. Percampuran antara mint dan maskulin.
Olivia baru tersadar jika ia tengah tidur dengan seorang lelaki. Otaknya berpikir sejenak.
“Ha?” Olivia menutup mulut saat mengingat jika dirinya telah melangsungkan pernikahan kemarin. Lebih tepatnya, seorang lelaki yang tengah memeluknya itu adalah suaminya.
Vino mengernyitkan dahi. Kedua matanya menyipit melihat tingkah istrinya yang berada dalam dekapannya itu.
‘Jangan-jangan dia lupa kalau sudah bersuami,’ pikirnya.
Semalaman, Vino tidak mampu memejamkan mata. Bukan tidak berusaha. Akan tetapi, kantuk itu tidak juga menyapa matanya. Berbagai posisi telah ia lakukan, dari berbaring miring, telentang, tengkurap sampai menungging. Tetap saja, entah ke mana perginya kantuk itu. sampai pada akhirnya, dirinya menyerah dan memilih menatap Olivia yang tidur di sampingnya semalaman. Ya, sampai jam dinding menunjukkan ke angka tiga dini hari. Matanya masih terbuka lebar.
Melihat pergerakan yang tidak beres oleh wanita dalam dekapan. Vino buru-buru mengeratkan pelukan. Kedua tangannya mengunci pergerakan Olivia agar tidak bisa ke mana-mana.
“Apa kamu melupakan sesuatu?” tanya Vino dengan suara serak. Satu kakinya menindih tubuh Olivia dengan perasaan gemas.
“A-apa?” Diperlakukan seperti barang mainan yang ditakutkan hilang oleh pemiliknya membuat Oliva tidak nyaman. Ia bergidik ngeri.
“Kalau tidak ada, berarti aku yang akan mengingatkannya.” Vino menyeringai. Perlahan, ia mendekatkan wajah ke wajah Olivia yang langsung ditahan oleh tangan putih itu.
Vino berdecak kesal. “Ada apa?” tanyanya gusar.
“Aku harus ke kamar mandi. Ingin pipis.” Olivia salah tingkah. Ia menggigit bibirnya guna menahan debar yang menggila di dalam sana.
“Katanya enggak ada yang lupa?” keluh Vino. Tangannya semakin erat memeluk tubuh istrinya tersebut.
Olivia merasa tidak nyaman atas perlakuan yang ia dapatkan dari suaminya itu. Ia bergerak pelan mencoba berusaha agar terlepas dari kungkungan Vino.
“Aku beneran mau pipis,” ujarnya dengan bibir bergetar.
Vino mendesah pelan, mau tidak mau akhirnya melepaskan dekapannya di tubuh Olivia. Tidak mungkin juga, ‘kan, jika istrinya itu tiba-tiba ngompol di atas ranjang. Bisa gagal total rencananya.
“Cepetan, ya,” tegasnya memberi peringatan. Wajah Vino terlah berubah sangat masam dan tidak enak dipandang.
Olivia mengangguk cepat dan langsung lari terbirit-birit meninggalkan Vino yang memandangnya dengan tajam.
Vino menggeleng pelan, lalu tersenyum tipis melihat tingkah konyol istrinya itu.
“Kamu sangat menggemaskan,” gumam Vino pelan seraya memeluk guling.
Beberapa menit berselang. Seseorang yang ditunggu tidak jua keluar dari persembunyian. Vino merasa jika Olivia sedang berusaha mengindarinya.
Vino bergegas melompat turun dari ranjang, lalu melangkah lebar menuju kamar mandi. diketuknya berulang kali pintu yang masih tertutup rapat itu. Sesekali kepalanya dimiringkan, menempelkan salah satu telinganya ke daun pintu. Tidak ada pergerakan suara.
“Olivia!” panggilnya seraya mengetuk pintu itu lebih kencang.
Ditempelkannya lagi telinga ke daun pintu tersebut. Masih senyap, tidak ada suara-suara.
Vino telah berada di puncak kesabarannya. “Olivia! Aku hitung sampai tiga kalau belum keluar juga, aku dobrak pintu kamar mandi ini!” serunya dengan gusar.
“Satu!
“Dua!”
“Tiga!”
Vino melangkah mundur hingga bebarap senti ke belakang. Setelah mengambil ancang-ancang, lelaki tinggi itu pun melangkah cepat dengan kekuatan penuh Siap mendobrak apa saja yang menghalangi keinginannya. Orang tuanya saja ditentang agar bisa bersatu dengan Olivia, apalagi hanya sekadar pintu di hadapannya.
Tidak pernah terpikir sebelumnya, jika langkahnya harus meluncur bebas.Pintu kamar mandi yang menjadi target sasaran dobrakannya terbuka lebar begitu saja. Vino lepas kendali, kakinya terpeleset di lantai kamar mandi mengakibatkan dirinya terjengkang ke belakang.
“Aww!” pekiknya kaget sekaligus sakit. Jangan lupakan rasa malu yang hadir menyelimutinya. Wajahnya merah padam, antara marah dan malu bercampur menjadi satu.
Sedangkan Olivia berdiri kaku seraya memegang handel pintu dengan erat. Ia kaget sekaligus geli melihat atraksi di hadapan. Sangking kagetnya, Olivia hanya terbengong tanpa berniat membantu suaminya itu.
“Bantuin, dong!” sergah Vino kesal seraya memegang pinggangnya yang terasa sakit.
“Eh, iya-iya.” Olivia berjalan mendekati Vino, lalu berjongkok dengan tangan membantu Vino berdiri.
Suara ketukan di pintu membuat keduanya berpandangan. Vino mendelik sebagai isyarat jangan mengatakan apa pun kepada orang lain.
“Iya!” seru Olivia. Keduanya berjalan pelan menuju ranjang.
“Ada apa, Liv? Ribut-ribut,” tanya suara di luar sana yang Olivia yakini sebagai suara sang bunda.
“Enggak apa-apa, kok, Bunda.” Olivia berjalan cepat menuju pintu, membuka sedikit lalu menyembulkan kepalanya keluar. Melihat bundanya yang berdiri dengan raut khawatir.
“Beneran enggak ada apa-apa?” tanya Aminah lagi. Ia berusaha melhat keadaan di dalam kamar putrinya, tetapi terhalang oleh kepala Olivia.
“Iya enggak ada apa-apa,” ujar Olivia menenangkan, lalu tersenyum agar bundanya semakin yakin dengan ucapannya.
“Ya sudah kalau tidak ada apa-apa.” Aminah berbalik dan melangkah meninggalkan Olivia yang melihatnya dengan malu-malu.
Olivia meringis lalu menutup pintu dengan pelan, agar tidak semakin menciptakan kegaduhan yang mengundang datangnya orang-orang ke kamarnya.
“Kak Vino, sih,” keluh Olivia seraya merangkak ke atas kasur. Lantas duduk di samping suaminya yang telah berbaring lebih dahulu dengan posisi tengkurap.
“Kok, aku. Gara-gara kamu, tuh, ngapain coba lama-lama di dalam kamar mandi itu. buat orang khawatir saja,” omel Vino seraya mengusap-usap pinggangnya yang masih terasa sakit.
“Kakak ngapain pakai acara mau dobrak pintu segala. Malam-malam buat gaduh,” sahut Olivia tidak mau kalah. Bibirnya lagi-lagi mengerucut lucu saat ia dilanda kesal. Sepertinya sudah menjadi kebiasaan Olivia ketika merajuk.
“Sudah-sudah. Sekarang elus-elus pinggangku, sampai sakitnya hilang,” putus Vino memberi titah yang tidak mau dibantah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments
Tri Widayanti
Harusnya jadi momen indah,malah sakit pinggang😁
2023-02-08
0
naning
Olivia paling pengen ngerjain vino kali ya🤔😁😁
2021-12-18
1
YaNaa Putra Umagap
Oliv ini gak ngerti KH ,, ato pura² gk ngerti..
2021-10-26
1