Chapter 3: Brekele

Adzan ashar baru berkumandang saat Datul selesai mandi. Masih berbalut handuk, Datul berdiri di depan cermin dan mengoleskan krim sore di wajahnya. Menepuk-nepuk pelan agar krim itu benar-benar meresap sempurna.

Zaen bukan gambaran pria tampan yang klimis. Apalagi pria tampan yang mirip artis Korea yang berwajah manis dan berpipi mulus. Jauh dari itu. Jauuuuh sekali! Wajahnya lebar, dengan bentuk mulut yang agak tomingse, maksudnya tolong mingkem sedikit. Verbal halusnya, dia agak mrongos! Eh, itu kasar kali Thor, oke maap.

Zaen punya rambut yang krebo, kriting tak beraturan, maka dari itu Datul sering memanggilnya brekele. Hobinya yang naik gunung membuat Zaen semakin dekil dan pantas di hujat. Dia jarang mandi, dan kebiasaan buruk itu di bawa saat dia pulang dan hidup di kampung. Bagi orang lain Zaen gambaran pemuda yang euhhh banget, ga pantas di kagumi dari segi apapun apalagi di cintai, ga ada yang minat selain Datul. Datul bisa tenang menjalin hubungan dengan laki-laki yang model begituan, pelakor pun tidak akan ada yang melirik, amanlah pokoknya.

Datul menerima Zaen dengan segala kekurangannya, kurang tampan, kurang mapan, kurang gaul, bahkan kurang uang. Datul cinta pada Zaen karena saat bersama Zaen, Datul bisa melihat kupu-kupu berterbangan atau bulan yang nampak besar dan terang di sekelilingnya. Roman picisan memang. Zaen mengisi kekosongan hati Datul, maka tidak salah jika Datul bisa segila ini.

Selesai dengan krim, Datul mengaplikasikan bedak tabur Mars dengan tutul keramat miliknya. Lalu memoles bibirnya yang diam-diam seksi itu dengan sebuah lip tint berwarna pink. Bibirnya sekarang merekah mirip cendol es Gempol yang berwarna merah muda. Masker earlop berwarna putih seperti biasa, Datul butuh itu. Lumayan, jerawatnya tersamarkan sebagian. Dia jadi terlihat sedikit cantik karena hanya mata dan alis saja yang terlihat. Meski di kening juga masih ada jerawat sih, tapi wes lumayanlah.

Datul berjalan melangkahkan kakinya dengan ringan. Dia bahkan hampir saja bersenandung sangking bahagianya. Tidak butuh waktu lama, Datul sudah sampai di tempat jajian mereka. Di jalan dekat kebun pisang yang adem. Datul celingukan, mencari pacar brekelenya.

Huh kebiasaan ngaret... dasar brekele!

Datul berdiri di bawah pohon nangka yang cukup rindang, masih di area kebun pisang tadi. Saat akan menghubungi Zaen, laki-laki itu muncul bersama motor berisiknya. Motor bebek yang di modifikasi sedemikian rupa hingga tak berupa dan tak beradab karena kenalpotnya benar-benar memekakkan telinga.

Wajah Zaen glowing kileng-kileng berminyak, andaikata ibu-ibu kampung lihat pasti mereka pada antri beli minyak di Zaen dari pada berebut di Mamamart. Apalagi harga minyak goreng yang sekarang mahalnya audzubillah.

"Oi brekele! belum mandi ya?" tanya Datul bersamaan saat Zaen mematikan mesin motor.

"Mandi? buat apa?"

Ngeselin memang, Datul paripurna demi bertemu dia, dianya udah mirip gelandangan. Datul menghembuskan nafas kasar. Apalagi kulit Zaen yang semakin gosong. Setengah sebel Datul, pacarnya semakin buruk rupa setiap kembali dari gunung.

"Biar lebih manusiawi gitu mas,"

Zaen hanya menarik tepi bibirnya sedikit.

"Mau ngomong apa? kenapa ga mampir ke rumah aja, bisa tak buatin kopi lho padahal"

Rumah Zaen hanya beda kampung saja dengan Datul, masih satu kelurahan. Tapi Zaen sekalipun tidak pernah mau jika diajak mampir. Malu sama bapak Datul katanya. Cukup sadar diri.

"Aku mau kita putus!" tembak Zaen dengan wajah datar.

Datul ternganga-nganga, bahkan dia belum sempat mengatakan jika di lubang hidung Zaen ada upilnya yang ngintip. Tapi hati Datul sudah di hantam keras begitu saja. Datul menunduk. Meski kakinya tidak lemas. Tapi dia berhasil cosplay jadi bego.

"Hlo ada apa?" tanya Datul dengan suara bergetar. Datul cengeng, matanya pun sudah berkaca-kaca.

"Kita ga bertengkar, aku belum marah juga karena seminggu ini kamu ngilang, muncul minta putus? aku salahnya dimana?" lirih Datul. Beruntung jalan itu sepi. Dari tadi belum ada motor atau orang jalan lewat.

"Bosen sama kamu, aku kira tiga bulan ini jerawat di wajah kamu bakal hilang, udah naik turun gunung berapa kali pun ternyata masih sama. Kamu bilang baru ganti skincare, tapi mana hasilnya. Sama saja!" Datul diam, itu kalimat paling menyakitkan sebenarnya, kalau minta putus saja sih belum seberapa tapi di tambah hinaan. Kan nyesek!

"Udah jangan drama, jangan nangis di sini, kita udah ga bisa barengan, aku udah ga ada rasa, kalau ketemu di jalan kamu ga mau nyapa juga ga papa, anggap aku orang asing"

"Aku balik dulu, mau nyuci tenda"

Setelah itu Zaen benar-benar pergi tanpa menoleh. Menyisakan kepulan asap motor yang membuat Datul terbatuk-batuk. Datul berjongkok memegang kedua lututnya.

Bosan?

Kecewa karena jerawat di wajahku tidak juga hilang?

Anggap dia orang asing?

Kampret brekele! Dia bilang bosan kayak dia laki-laki berkelas, mengeluhkan jerawat ku padahal sedikit pun tidak ngasih iuran uang buat beli skincare ku, anggap dia orang asing? tentu saja, Pas lewat, lihat saja pasti akan aku lempar kepalanya pakai arit. Biar sekalian rambut brekelenya lepas dari kepalanya!

****

Datul ingin mengumpati mantan pacarnya yang kampret itu. Tapi apa daya, yang ada dia nelangsa karena patah hati. Mirip mumi, Datul tidak doyan makan tiga hari ini. Separah itu sampai Maktun datang karena khawatir.

"Datul kamu masih hidup?"

Datul tidur siang bukan mati. Mendengar suara Maktun yang cempreng dia lantas ngesot membuka pintu kamar. Rambut awut-awutan, mata sembab dan jerawat yang meradang. Di ujung hidungnya bahkan ada satu jerawat besar yang sudah matang, tinggal di panen.

"Ya Allah Tul, apa ini? kapan kamu terakhir sisiran?"

"Apa? aku lagi ga mood bertengkar!" jawab Datul dengan bibir manyun.

"Gara-gara brekele kamu se hancur ini? Hah, rugi tau ga sih!"

"Makkkkkkkkk.... hibur aku... huaaaaa...."

"Aku rasanya mau mati saja, dia jahat banget sama aku, dia bilang bosan karena jerawat ku yang ga ilang-ilang, padahal aku udah mati-matian ngerawat wajah, aku kira dia bisa Nerima aku dan jerawat-jerawatku, ternyata omongan manisnya hanya palsu! Huaaaaa..."

Maktun malah rebahan di kasur Datul. Terlentang sambil mengamati langit-langit kamar Datul. "Tiduran sini! dari awal juga aku udah bilang, dia itu tidak semeyakinkan itu buat di kasih hati, pantesnya di kasih tai aja sih!"

Datul tidak bangun dari duduknya di lantai.

"Mboh ah, aku sampai ga napsu makan, baru buka mulut kebayang rambutnya yang brekele, wajahnya kayak yang muncul di mana-mana, di tembok, di tv, bahkan kipas nyala geleng-geleng aja aku kira dia, huaaaa..."

Maktun membiarkan Datul menyelesaikan tangisannya. Tanpa mau repot-repot menghibur. Hingga Datul kembali curhat dengan sendirinya.

"Dia itu meskipun jelek tapi bisa buat aku nyaman, sering gombal receh, ngajak aku muter-muter naik motornya, belum lagi kenangan indah waktu aku ke Dieng sama dia"

"Naik bukit Sikunir, dia gendong aku di punggungnya, kita ketawa bareng, aku ngerasa dia benar-benar tulus dan itu adalah hal paling romantis yang pernah aku rasakan seumur hidup ku ini" Maktun nyimak kali ini.

"Bah... di gendong doang udah bahagia? Monkey kalau punya anak monkey juga di gendong di punggungnya kali Tul, anaknya biasa aja tuh! Malahan di gendong sambil loncat-loncat bergelantungan"

"Itu sih emang kebiasaan mereka Makkkk!"

"Ah Percuma cerita sama kamu, jomblo yang tidak pernah merasakan cinta ya gitu, mana tahu rasanya!"

"Eitsss... paling tidak aku tidak menyia-nyiakan air mata buat laki-laki brengsek gitu, menye-menye, eman-eman!"

"Panas banget, nyalain kipasnya dong Tul!" Teman tak tau diri memang, sudah kasur di kuasai masih minta kenyamanan yang lain. Datul ngesot lagi buat menyalakan kipas angin yang berada di sudut kamar itu.

"Aku sampai ga nyuci baju berhari-hari, lihat tuh sekeranjang,"

"Di loundry aja kalau malas sih"

"Ga punya uang, kamu lupa aku pengangguran?"

"Hahaha... aman, aku temani. Btw dari pada capek nangisi mantan kampret mending fokus cari kerja lagi, aku baru dapat info ada loker di garmen, mau ikut ga?" Saat tes di pabrik manufaktur kemarin ternyata teman Datul itu juga tidak lolos.

"Ga bisa jahit!"

"Sama, aku juga ga bisa, tapi kan di sana ga harus bisa jahit, ada bagian lainnya, barangkali keterima, gajinya gede, bisa buat borong skincare, gimana?"

"Up dulu, aku sedang berkabung"

Maktun geleng-geleng kepala. Datul selemah itu, pacaran tiga bulan mungkin baru bisa move on nunggu tiga abad mendatang.

"Inalillahi wa innailaihi rojiun"

"Siapa yang mati?" tanya Datul yang malah heran.

"Zaen brekele!"

"Hish!" Datul mengeplak paha temannya itu, masih tidak terima, jika mantan kampretnya di sumpahi mati seperti itu. Padahal sudah di sakiti.

"Situ sendiri yang bilang berkabung tadi..." Cibir Maktun yang kali ini bangkit dari rebahan.

"Mau kemana?"

"Pesen es di Mbak Minem, dari tadi bertamu ga di kasih minum"

Datul meringis, sibuk meratapi patah hati, dia lupa kewajibannya memuliakan tamu.

"Aku mau es good day sekalian, sama pesenin mie rebus kayak biasa, patah hati ternyata juga bikin lelah..." Samar terdengar Maktun mengiyakan titipan pesanan Datul.

"Hah, sialannnnnnn!" Umpat Datul. Di susul sambatan kecil, "Perih ya Allah..."

Datul memegangi hidungnya, jerawat matang itu meletus juga. Patah hati sialan!

.

.

.

.

.

like, komen, bagi hadiah biar aku cemungut🥰

Terpopuler

Comments

Pa Muhsid

Pa Muhsid

sakit ni perut ktawa " ampe kejer 🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣

2022-12-24

0

juliana_dahyan

juliana_dahyan

lanjut tor semangat💪

2022-06-06

2

Ai Ainun

Ai Ainun

romantis so sweet digendong disepanjang kawah Dieng, jd pengen 🤔

2022-04-06

2

lihat semua
Episodes
1 Chapter 1: Ku Menangis...
2 Chapter 2: Jerawat dan Tutul Bedak Keramat
3 Chapter 3: Brekele
4 Chapter 4: Hamam Amirul Mukminin
5 Chapter 5: Bukan Gadis Tangguh
6 Chapter 6: Gara-gara Cilukbaa!
7 Chapter 7: Brownies
8 Chapter 8: Pacaran
9 Chapter 9: Menasehati Diri Sendiri
10 Chapter 10: Jadi Karena Itu...
11 Chapter 11: Hampir Mati
12 Chapter 12: Tunggang Lari
13 Chapter 13: Healing
14 Chapter 14: Kepincut
15 Chapter 15: Sosis Mas Hamam
16 Chapter 16: Bukan Lelaki Kalau Ga Punya Burung
17 Chapter 17: Balap Merpati
18 Chapter 18: Isolasi Mandiri
19 Chapter 19: Setuju
20 Chapter 20: Belum Rejeki
21 Chapter 21: Monkeypox
22 Chapter 22: Di Labrak Emak-emak
23 Chapter 23: Pahlawan Kesiangan
24 Chapter 24: Ns Glow
25 Chapter 25: Pengakuan
26 Chapter 26: Label
27 Chapter 27: NYOKLAT
28 Chapter 28: Gang 3
29 Chapter 29: Untung Selamat!
30 Chapter 30: Full Senyum
31 Chapter 31: Dress Flowy
32 Chapter 32: Kamu Empat, Aku Lima
33 Chapter 33: Poor Datul
34 Chapter 34: Kurrrja...Kurrrja...Kurrr...!
35 Chapter 35: Maidatul Khan binti Bapak Farkhan
36 Chapter 36: Galau Sepanjang Malam
37 Chapter 37: Panggilan Sayang
38 Chapter 38: Pak Imran yang Berwibawa
39 Chapter 39: Si Ceriwis Tomi
40 chapter 40: Semakin Dekat
41 Chapter 41: Ternyata Salah
42 Chapter 42: Di Bioskop
43 Chapter 43: Ploong!
44 Chapter 44: Oke, Aku Mau!
45 Chapter 45: Lirikan Pak Supir...
46 Chapter 46: Menolak Nasi Goreng
47 Chapter 47: Kaos Couple
48 Chapter 48: Perjalanan Malam
49 Chapter 49: Basah-basahan
50 Chapter 50: Kecolongan Lagi
51 chapter 51: Bukit Karang
52 Chapter 52: Gazebo
53 Chapter 53: Di Gendong Manja
54 Chapter 54: Jalan Malioboro
55 Chapter 55: Mari Pulang
56 Chapter 56: Terminal Mangkang
57 Chapter 57: Pria Idaman Lainnya
58 Chapter 58: Begitu Sulit
59 Chapter 59: Konyol
60 Chapter 60: Kayak Sama Siapa
61 Chapter 61: Demi Cinta, Katanya!
62 Chapter 62: Kado
63 Chapter 63: Mas Hamam Lagi
64 Chapter 64: Naik Busway dong!
65 Chapter 65: Aku Sayang Mas Ali
66 Chapter 66: Jam Tiga Pagi
67 Chapter 67: Berkunjung
68 Chapter 68: WISUDA
69 Chapter 69: Tomi is Back
70 Chapter 70: Raib Bersama Motor Cicilan
71 Chapter 71: Tepar
72 Chapter 72: Kantor Polisi
73 Chapter 73: Tertangkap
74 Chapter 74: Drawasi
75 Chapter 75: Omong kosong, kata Datul!
76 Chapter 76: Kamu Nanya?
77 Chapter 77: Kepastian
78 Chapter 78: Pokoknya Lima Bulan Lagi!
79 Chapter 79: Happy Engagement
80 Chapter 80: Pesan Jahat
81 Chapter 81: Terlihat Bodoh
82 Chapter 82: Insiden
83 Chapter 83: Koma
84 Chapter 84: Permintaan
85 Chapter 85: Rungkad
86 Chapter 86: Akhir Kegundahan
87 Chapter 87: Dunia Datul
88 Chapter 88: Hati Yang Pulih
89 Chapter 89: Happy Ending
90 Pengumuman karya baru
Episodes

Updated 90 Episodes

1
Chapter 1: Ku Menangis...
2
Chapter 2: Jerawat dan Tutul Bedak Keramat
3
Chapter 3: Brekele
4
Chapter 4: Hamam Amirul Mukminin
5
Chapter 5: Bukan Gadis Tangguh
6
Chapter 6: Gara-gara Cilukbaa!
7
Chapter 7: Brownies
8
Chapter 8: Pacaran
9
Chapter 9: Menasehati Diri Sendiri
10
Chapter 10: Jadi Karena Itu...
11
Chapter 11: Hampir Mati
12
Chapter 12: Tunggang Lari
13
Chapter 13: Healing
14
Chapter 14: Kepincut
15
Chapter 15: Sosis Mas Hamam
16
Chapter 16: Bukan Lelaki Kalau Ga Punya Burung
17
Chapter 17: Balap Merpati
18
Chapter 18: Isolasi Mandiri
19
Chapter 19: Setuju
20
Chapter 20: Belum Rejeki
21
Chapter 21: Monkeypox
22
Chapter 22: Di Labrak Emak-emak
23
Chapter 23: Pahlawan Kesiangan
24
Chapter 24: Ns Glow
25
Chapter 25: Pengakuan
26
Chapter 26: Label
27
Chapter 27: NYOKLAT
28
Chapter 28: Gang 3
29
Chapter 29: Untung Selamat!
30
Chapter 30: Full Senyum
31
Chapter 31: Dress Flowy
32
Chapter 32: Kamu Empat, Aku Lima
33
Chapter 33: Poor Datul
34
Chapter 34: Kurrrja...Kurrrja...Kurrr...!
35
Chapter 35: Maidatul Khan binti Bapak Farkhan
36
Chapter 36: Galau Sepanjang Malam
37
Chapter 37: Panggilan Sayang
38
Chapter 38: Pak Imran yang Berwibawa
39
Chapter 39: Si Ceriwis Tomi
40
chapter 40: Semakin Dekat
41
Chapter 41: Ternyata Salah
42
Chapter 42: Di Bioskop
43
Chapter 43: Ploong!
44
Chapter 44: Oke, Aku Mau!
45
Chapter 45: Lirikan Pak Supir...
46
Chapter 46: Menolak Nasi Goreng
47
Chapter 47: Kaos Couple
48
Chapter 48: Perjalanan Malam
49
Chapter 49: Basah-basahan
50
Chapter 50: Kecolongan Lagi
51
chapter 51: Bukit Karang
52
Chapter 52: Gazebo
53
Chapter 53: Di Gendong Manja
54
Chapter 54: Jalan Malioboro
55
Chapter 55: Mari Pulang
56
Chapter 56: Terminal Mangkang
57
Chapter 57: Pria Idaman Lainnya
58
Chapter 58: Begitu Sulit
59
Chapter 59: Konyol
60
Chapter 60: Kayak Sama Siapa
61
Chapter 61: Demi Cinta, Katanya!
62
Chapter 62: Kado
63
Chapter 63: Mas Hamam Lagi
64
Chapter 64: Naik Busway dong!
65
Chapter 65: Aku Sayang Mas Ali
66
Chapter 66: Jam Tiga Pagi
67
Chapter 67: Berkunjung
68
Chapter 68: WISUDA
69
Chapter 69: Tomi is Back
70
Chapter 70: Raib Bersama Motor Cicilan
71
Chapter 71: Tepar
72
Chapter 72: Kantor Polisi
73
Chapter 73: Tertangkap
74
Chapter 74: Drawasi
75
Chapter 75: Omong kosong, kata Datul!
76
Chapter 76: Kamu Nanya?
77
Chapter 77: Kepastian
78
Chapter 78: Pokoknya Lima Bulan Lagi!
79
Chapter 79: Happy Engagement
80
Chapter 80: Pesan Jahat
81
Chapter 81: Terlihat Bodoh
82
Chapter 82: Insiden
83
Chapter 83: Koma
84
Chapter 84: Permintaan
85
Chapter 85: Rungkad
86
Chapter 86: Akhir Kegundahan
87
Chapter 87: Dunia Datul
88
Chapter 88: Hati Yang Pulih
89
Chapter 89: Happy Ending
90
Pengumuman karya baru

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!