Adzan ashar baru berkumandang saat Datul selesai mandi. Masih berbalut handuk, Datul berdiri di depan cermin dan mengoleskan krim sore di wajahnya. Menepuk-nepuk pelan agar krim itu benar-benar meresap sempurna.
Zaen bukan gambaran pria tampan yang klimis. Apalagi pria tampan yang mirip artis Korea yang berwajah manis dan berpipi mulus. Jauh dari itu. Jauuuuh sekali! Wajahnya lebar, dengan bentuk mulut yang agak tomingse, maksudnya tolong mingkem sedikit. Verbal halusnya, dia agak mrongos! Eh, itu kasar kali Thor, oke maap.
Zaen punya rambut yang krebo, kriting tak beraturan, maka dari itu Datul sering memanggilnya brekele. Hobinya yang naik gunung membuat Zaen semakin dekil dan pantas di hujat. Dia jarang mandi, dan kebiasaan buruk itu di bawa saat dia pulang dan hidup di kampung. Bagi orang lain Zaen gambaran pemuda yang euhhh banget, ga pantas di kagumi dari segi apapun apalagi di cintai, ga ada yang minat selain Datul. Datul bisa tenang menjalin hubungan dengan laki-laki yang model begituan, pelakor pun tidak akan ada yang melirik, amanlah pokoknya.
Datul menerima Zaen dengan segala kekurangannya, kurang tampan, kurang mapan, kurang gaul, bahkan kurang uang. Datul cinta pada Zaen karena saat bersama Zaen, Datul bisa melihat kupu-kupu berterbangan atau bulan yang nampak besar dan terang di sekelilingnya. Roman picisan memang. Zaen mengisi kekosongan hati Datul, maka tidak salah jika Datul bisa segila ini.
Selesai dengan krim, Datul mengaplikasikan bedak tabur Mars dengan tutul keramat miliknya. Lalu memoles bibirnya yang diam-diam seksi itu dengan sebuah lip tint berwarna pink. Bibirnya sekarang merekah mirip cendol es Gempol yang berwarna merah muda. Masker earlop berwarna putih seperti biasa, Datul butuh itu. Lumayan, jerawatnya tersamarkan sebagian. Dia jadi terlihat sedikit cantik karena hanya mata dan alis saja yang terlihat. Meski di kening juga masih ada jerawat sih, tapi wes lumayanlah.
Datul berjalan melangkahkan kakinya dengan ringan. Dia bahkan hampir saja bersenandung sangking bahagianya. Tidak butuh waktu lama, Datul sudah sampai di tempat jajian mereka. Di jalan dekat kebun pisang yang adem. Datul celingukan, mencari pacar brekelenya.
Huh kebiasaan ngaret... dasar brekele!
Datul berdiri di bawah pohon nangka yang cukup rindang, masih di area kebun pisang tadi. Saat akan menghubungi Zaen, laki-laki itu muncul bersama motor berisiknya. Motor bebek yang di modifikasi sedemikian rupa hingga tak berupa dan tak beradab karena kenalpotnya benar-benar memekakkan telinga.
Wajah Zaen glowing kileng-kileng berminyak, andaikata ibu-ibu kampung lihat pasti mereka pada antri beli minyak di Zaen dari pada berebut di Mamamart. Apalagi harga minyak goreng yang sekarang mahalnya audzubillah.
"Oi brekele! belum mandi ya?" tanya Datul bersamaan saat Zaen mematikan mesin motor.
"Mandi? buat apa?"
Ngeselin memang, Datul paripurna demi bertemu dia, dianya udah mirip gelandangan. Datul menghembuskan nafas kasar. Apalagi kulit Zaen yang semakin gosong. Setengah sebel Datul, pacarnya semakin buruk rupa setiap kembali dari gunung.
"Biar lebih manusiawi gitu mas,"
Zaen hanya menarik tepi bibirnya sedikit.
"Mau ngomong apa? kenapa ga mampir ke rumah aja, bisa tak buatin kopi lho padahal"
Rumah Zaen hanya beda kampung saja dengan Datul, masih satu kelurahan. Tapi Zaen sekalipun tidak pernah mau jika diajak mampir. Malu sama bapak Datul katanya. Cukup sadar diri.
"Aku mau kita putus!" tembak Zaen dengan wajah datar.
Datul ternganga-nganga, bahkan dia belum sempat mengatakan jika di lubang hidung Zaen ada upilnya yang ngintip. Tapi hati Datul sudah di hantam keras begitu saja. Datul menunduk. Meski kakinya tidak lemas. Tapi dia berhasil cosplay jadi bego.
"Hlo ada apa?" tanya Datul dengan suara bergetar. Datul cengeng, matanya pun sudah berkaca-kaca.
"Kita ga bertengkar, aku belum marah juga karena seminggu ini kamu ngilang, muncul minta putus? aku salahnya dimana?" lirih Datul. Beruntung jalan itu sepi. Dari tadi belum ada motor atau orang jalan lewat.
"Bosen sama kamu, aku kira tiga bulan ini jerawat di wajah kamu bakal hilang, udah naik turun gunung berapa kali pun ternyata masih sama. Kamu bilang baru ganti skincare, tapi mana hasilnya. Sama saja!" Datul diam, itu kalimat paling menyakitkan sebenarnya, kalau minta putus saja sih belum seberapa tapi di tambah hinaan. Kan nyesek!
"Udah jangan drama, jangan nangis di sini, kita udah ga bisa barengan, aku udah ga ada rasa, kalau ketemu di jalan kamu ga mau nyapa juga ga papa, anggap aku orang asing"
"Aku balik dulu, mau nyuci tenda"
Setelah itu Zaen benar-benar pergi tanpa menoleh. Menyisakan kepulan asap motor yang membuat Datul terbatuk-batuk. Datul berjongkok memegang kedua lututnya.
Bosan?
Kecewa karena jerawat di wajahku tidak juga hilang?
Anggap dia orang asing?
Kampret brekele! Dia bilang bosan kayak dia laki-laki berkelas, mengeluhkan jerawat ku padahal sedikit pun tidak ngasih iuran uang buat beli skincare ku, anggap dia orang asing? tentu saja, Pas lewat, lihat saja pasti akan aku lempar kepalanya pakai arit. Biar sekalian rambut brekelenya lepas dari kepalanya!
****
Datul ingin mengumpati mantan pacarnya yang kampret itu. Tapi apa daya, yang ada dia nelangsa karena patah hati. Mirip mumi, Datul tidak doyan makan tiga hari ini. Separah itu sampai Maktun datang karena khawatir.
"Datul kamu masih hidup?"
Datul tidur siang bukan mati. Mendengar suara Maktun yang cempreng dia lantas ngesot membuka pintu kamar. Rambut awut-awutan, mata sembab dan jerawat yang meradang. Di ujung hidungnya bahkan ada satu jerawat besar yang sudah matang, tinggal di panen.
"Ya Allah Tul, apa ini? kapan kamu terakhir sisiran?"
"Apa? aku lagi ga mood bertengkar!" jawab Datul dengan bibir manyun.
"Gara-gara brekele kamu se hancur ini? Hah, rugi tau ga sih!"
"Makkkkkkkkk.... hibur aku... huaaaaa...."
"Aku rasanya mau mati saja, dia jahat banget sama aku, dia bilang bosan karena jerawat ku yang ga ilang-ilang, padahal aku udah mati-matian ngerawat wajah, aku kira dia bisa Nerima aku dan jerawat-jerawatku, ternyata omongan manisnya hanya palsu! Huaaaaa..."
Maktun malah rebahan di kasur Datul. Terlentang sambil mengamati langit-langit kamar Datul. "Tiduran sini! dari awal juga aku udah bilang, dia itu tidak semeyakinkan itu buat di kasih hati, pantesnya di kasih tai aja sih!"
Datul tidak bangun dari duduknya di lantai.
"Mboh ah, aku sampai ga napsu makan, baru buka mulut kebayang rambutnya yang brekele, wajahnya kayak yang muncul di mana-mana, di tembok, di tv, bahkan kipas nyala geleng-geleng aja aku kira dia, huaaaa..."
Maktun membiarkan Datul menyelesaikan tangisannya. Tanpa mau repot-repot menghibur. Hingga Datul kembali curhat dengan sendirinya.
"Dia itu meskipun jelek tapi bisa buat aku nyaman, sering gombal receh, ngajak aku muter-muter naik motornya, belum lagi kenangan indah waktu aku ke Dieng sama dia"
"Naik bukit Sikunir, dia gendong aku di punggungnya, kita ketawa bareng, aku ngerasa dia benar-benar tulus dan itu adalah hal paling romantis yang pernah aku rasakan seumur hidup ku ini" Maktun nyimak kali ini.
"Bah... di gendong doang udah bahagia? Monkey kalau punya anak monkey juga di gendong di punggungnya kali Tul, anaknya biasa aja tuh! Malahan di gendong sambil loncat-loncat bergelantungan"
"Itu sih emang kebiasaan mereka Makkkk!"
"Ah Percuma cerita sama kamu, jomblo yang tidak pernah merasakan cinta ya gitu, mana tahu rasanya!"
"Eitsss... paling tidak aku tidak menyia-nyiakan air mata buat laki-laki brengsek gitu, menye-menye, eman-eman!"
"Panas banget, nyalain kipasnya dong Tul!" Teman tak tau diri memang, sudah kasur di kuasai masih minta kenyamanan yang lain. Datul ngesot lagi buat menyalakan kipas angin yang berada di sudut kamar itu.
"Aku sampai ga nyuci baju berhari-hari, lihat tuh sekeranjang,"
"Di loundry aja kalau malas sih"
"Ga punya uang, kamu lupa aku pengangguran?"
"Hahaha... aman, aku temani. Btw dari pada capek nangisi mantan kampret mending fokus cari kerja lagi, aku baru dapat info ada loker di garmen, mau ikut ga?" Saat tes di pabrik manufaktur kemarin ternyata teman Datul itu juga tidak lolos.
"Ga bisa jahit!"
"Sama, aku juga ga bisa, tapi kan di sana ga harus bisa jahit, ada bagian lainnya, barangkali keterima, gajinya gede, bisa buat borong skincare, gimana?"
"Up dulu, aku sedang berkabung"
Maktun geleng-geleng kepala. Datul selemah itu, pacaran tiga bulan mungkin baru bisa move on nunggu tiga abad mendatang.
"Inalillahi wa innailaihi rojiun"
"Siapa yang mati?" tanya Datul yang malah heran.
"Zaen brekele!"
"Hish!" Datul mengeplak paha temannya itu, masih tidak terima, jika mantan kampretnya di sumpahi mati seperti itu. Padahal sudah di sakiti.
"Situ sendiri yang bilang berkabung tadi..." Cibir Maktun yang kali ini bangkit dari rebahan.
"Mau kemana?"
"Pesen es di Mbak Minem, dari tadi bertamu ga di kasih minum"
Datul meringis, sibuk meratapi patah hati, dia lupa kewajibannya memuliakan tamu.
"Aku mau es good day sekalian, sama pesenin mie rebus kayak biasa, patah hati ternyata juga bikin lelah..." Samar terdengar Maktun mengiyakan titipan pesanan Datul.
"Hah, sialannnnnnn!" Umpat Datul. Di susul sambatan kecil, "Perih ya Allah..."
Datul memegangi hidungnya, jerawat matang itu meletus juga. Patah hati sialan!
.
.
.
.
.
like, komen, bagi hadiah biar aku cemungut🥰
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments
Pa Muhsid
sakit ni perut ktawa " ampe kejer 🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣
2022-12-24
0
juliana_dahyan
lanjut tor semangat💪
2022-06-06
2
Ai Ainun
romantis so sweet digendong disepanjang kawah Dieng, jd pengen 🤔
2022-04-06
2