Pagi harinya, tepat pukul enam pagi, seorang wanita dengan pakaian formal yang terlihat rapi, tengah memeriksa benda-benda penting di dalam tas kerjanya.
Wanita itu saat ini tengah berada di salah satu kamar di apartemen luas milik bosnya yang tak lain adalah Aiden.
Dan, ya. Wanita itu adalah Giselle yang kemarin sempat pergi begitu saja setelah ketahuan menatap Aiden dengan tatapan memuja.
By the way, bagaimana bisa wanita itu menginap di apartemen bosnya, jawabannya tentu saja karena kemarin malam ketika dirinya sedang menunggu taksi, tiba-tiba saja Aiden datang menghampirinya dengan sebuah mobil mewah hitam, berdiri di hadapan Giselle dan mengajak wanita itu untuk pulang bersama.
Giselle langsung ikut begitu saja? Tentu saja tidak. Wanita itu malah kukuh ingin pergi naik taksi saja atau tidak, dia bisa naik ojol.
Namun, dengan jahilnya, Aiden menakut-nakuti sekretarisnya tentang makhluk tak kasat mata yang sering berlalu lalang disekitaran kantor jika di malam hari.
Oh, bukan hanya menakuti tentang itu saja. Aiden juga menakut-nakuti wanita itu bahwa disekitaran gedung kantor itu sering ada penculikan, pencopetan, penodongan, dan pembunuhan.
Merasa takut? Tentu saja!
Dengan kaki dan tubuh yang gemetar, akhirnya kemarin wanita itu memasuki mobil Aiden tanpa bicara sepatah kata pun.
Lalu, kenapa Aiden tidak memulangkan saja wanita itu langsung ke apartemennya? Kenapa malah membawanya pulang ke apartemen pribadi pria itu?
Dan jawabannya adalah,
"Kamu menginap di apartemen saya untuk malam ini. Saya lelah jika harus mengantar kamu ke apartemen kamu yang tempatnya berlawanan arah dengan jalan pulang saya,"
Itulah jawabannya!
Kesal? Iyalah!
Tadi saja sebelum Giselle setuju untuk ikut pulang dengannya, terus ditawari sampai ditakut-takuti. Tapi sekarang, giliran Giselle terpaksa ikut, Aiden malah dengan entengnya mengatakan lelah.
Lha? Kalo gitu ngapain ngajak? Kenapa gak ngomong to the point aja, kalo sebenarnya dia cuman mau Giselle menginap di apartemen mewahnya! Ngomong gitu aja susah! Malah berbelit-belit.
Back to topic, Giselle menghela napas panjang setelah mengecek bahwa di dalam tasnya sudah tidak ada lagi barang yang tertinggal.
Tok tok tok
Sebuah suara ketukan pintu kamar mengalihkan perhatian Giselle. Diliriknya, pintu kamarnya yang sudah lama terbuka dengan seorang pria tampan nan tinggi berotot, tengah menatapnya dari sana.
"Eh? Pak Aiden?" pekik Giselle. Lalu tak lama kemudian, Aiden berjalan memasuki kamar yang ditempati sekretarisnya dengan penampilan yang terbilang belum rapi sama sekali. Padahal, pukul tujuh pagi nanti ada rapat penting. Tapi pria itu malah belum bersiap sama sekali.
Terlihat dari pakaian yang ia pakai hanya kemeja putih polos dengan dua kancing teratasnya yang terbuka. Dasinya berada di tangannya, belum dipasang sama sekali. Dan jasnya, tengah ia tenteng dengan lengannya sendiri.
Giselle berdecak sebal pada Aiden. Dengan langkah cepat, wanita itu mendekat pada bosnya hingga jarak keduanya begitu berdekatan.
Dengan cekatan, Giselle memasangkan dua kancing kemeja Aiden yang terbuka. Lalu merapikan kerah kemeja. Kemudian, tangannya mengambil alih dasi yang dipegang Aiden, lalu memasangkan pada kerah kemeja bosnya. Setelahnya, Giselle mengambil alih jas hitam pekat yang ditenteng Aiden di lengan kiri pria itu. Lalu hendak memasangkan, namun terhenti saat melihat kancing bagian pergelangan tangannya yang belum terpasang sama sekali.
Giselle mendengus pelan, lalu menyampirkan jas tersebut pada sebelah bahunya yang kiri, kemudian mengambil alih satu-persatu tangan Aiden untuk mengancingkan pergelangan tangan kemeja bosnya. Setelah selesai memasang kancing, Giselle beralih untuk memasangkan jas di tubuh Aiden dengan gerakan cepat, namun hasilnya terlihat begitu rapi.
Disisi lain, Aiden tengah tersenyum puas dengan sikap Giselle yang selalu sigap dan peka dengan dirinya. Seperti saat ini, Aiden tidak perlu repot-repot mencari alasan, mengapa dirinya belum siap dengan setelan kerjanya.
Buktinya, wanita itu langsung menghampirinya tanpa bicara sepatah kata pun, lalu memasangkan beberapa kancing di kemeja yang ia pakai, memasangkan dasi, dan memakaikan jas ditubuhnya.
Ehm. Sebenarnya, Aiden tadi sudah memasangkan semua setelannya dengan rapi. Namun entah pikiran dari mana, dia ingin Giselle yang memakaikan pakaiannya selayaknya seorang istri pada suami.
Hem, memikirkannya saja membuat Aiden terkikik geli. Bagaimana ya, jadinya, jika Giselle tiba-tiba menjadi istrinya?
"Pak? Bapak gak pa-pa?" sebuah sahutan nyaring dibarengi dengan lambaian tangan di wajahnya, membuat Aiden tersadar dari apa yang baru saja ia lamunkan.
Setelah cukup tersadar, Aiden menatap Giselle dengan tatapan terkejut, namun segera dihilangkan perasaan itu.
"Bapak kenapa? Kok natap saya kayak gitu? Bapak barusan ngelamun, ya?" tanya Giselle beruntun. Tanpa berniat menjauhkan diri dari hadapan Aiden yang kini berjarak hanya beberapa senti saja.
Ya, Aiden memberikan sorot mata terkejut karena ini. Karena dirinya dan juga sang sekretaris saat ini tengah berdiri begitu dekat.
"Ehm." Aiden berdeham, berusaha menyadarkan sekaligus menjauhkan diri dari Giselle.
Tersadar akan apa yang baru saja terjadi, wajah Giselle tiba-tiba saja memerah panas. Jantungnya juga berdetak kencang. Ia malu. Bisa-biasanya ia berdiri dengan begitu dekat di hadapan bosnya.
Tak ingin panjang memikirkan apa yang baru saja terjadi, Giselle memilih meraih tas kerja yang sempat ia taruh sebentar untuk memasangkan kancing, jas dan dasi pada bosnya.
"Pak! Ki-kita harus segera berangkat ke kantor. Sebentar lagi ada rapat penting tentang peluncuran handphone model baru," sahut Giselle. Aiden yang tengah terdiam sedari tadi pun menoleh.
"Tidak mau sarapan dulu?" tanya Aiden.
"Saya tidak usah. Kalau Bapak ingin, saya akan menunggu," jawab Giselle. Aiden nampak menganggukan kepalanya perlahan.
"Ya sudah, kita sarapan di luar saja," ujar Aiden, lalu melenggang keluar dari kamar yang diikuti oleh wanita itu di belakang.
"Jangan lupakan berkas-berkas penting yang harus kamu bawa nanti ke acara rapat." ucap Aiden disela berjalan keluar kamar yang ditempati Giselle.
****
Sesampainya Aiden dan Giselle, sang sekretaris di depan gedung besar nan tinggi, kedatangannya disambut hangat oleh para pegawai yang berlalu lalang di lantai lobi.
Aiden tidak membalas sambutan—bungkukan hormat— mereka. Dia hanya memasang wajah tembok, lalu melenggang memasuki lift eksekutif yang diikuti Giselle, sang sekretaris di belakangnya.
Ketika mereka berdua memasuki lift tersebut dan pintu lift-nya tertutup, Giselle dengan cekatan menekan tombol teratas lantai gedung lalu menunggu beberapa saat.
Ting!
Lift pun akhirnya terbuka. Giselle lalu mempersilakan bosnya, Aiden untuk keluar lebih dahulu setelah itu, baru dirinya.
"Jangan lupa berkas yang saya suruh tadi, kamu gak lupa bawa, 'kan?" sahut Aiden tiba-tiba memberhentikan langkah kakinya di depan meja kerja kebesaran Giselle.
"Saya tidak lupa, Pak. Saya membawanya," ujar Giselle sembari mengeluarkan isi beberapa berkas penting dari dalam tas.
Aiden memerhatikan dengan teliti isi dari berkas itu, lalu mengangguk beberapa kali disela kegiatan yang dilakukannya.
"Oke. Saya keruangan saya dulu," lalu Aiden kembali meletakan berkas itu diatas meja kerja Giselle. Kemudian melenggang memasuki ruang kerja dengan bertuliskan CEO tepat didepan pintu tersebut.
****
Saat rapat,
"Untuk peluncuran model terbaru handphone yang dirancang khusus di perusahaan kami yang di luar negeri, kami memberikan beberapa keunggulan khusus dan kelebihan-kelebihan dari merek kami yang tidak dimiliki merek handphone lain. Khususnya... Bla bla bla bla..."
"...Jadi kami berharap, bulan depan model terbaru dari merek kami dapat di luncurkan segera..."
Aiden terus memerhatikan Giselle yang berdiri di hadapan para eksekutif yang berdiam diri di tempat sembari memerhatikan dan membaca ulang berkas yang diterima mereka dari wanita yang tengah menjelaskan secara rinci mengenai produk alat komunikasi yang nama dan harganya yang tengah melambung tinggi di dunia. Salah satunya Indonesia.
Mereka terus memerhatikan, sesekali mereka mengangguk merasa hal yang disampaikan wanita itu di depan sana begitu memuaskan.
"Ada yang ditanyakan?" tanya Giselle, setelah sesi menjelaskannya pada beberapa eksekutif selesai.
Giselle menatap satu-persatu eksekutif. Dirasa tidak ada pertanyaan yang ingin mereka tanyakan, Giselle pun melanjutkan ucapannya,
"Jika tidak ada yang ditanyakan, mungkin dicukupkan sekian penjelasan hari ini. Saya pamit undur diri." ujarnya sembari menunduk hormat.
Kini beralih pada Aiden yang siap mengeluarkan ucapannya. Bukan pendapat, melainkan dia akan membubarkan rapat hari ini dicukupkan sampai disini.
"Ya, rapat kita selesai sampai disini." ucap Aiden, lalu melenggang meninggalkan ruang rapat diikuti Giselle di belakangnya.
****
"Bagaimana?" tanya Aiden ketika melihat ekspresi wajah Giselle yang terlihat masih tegang setelah rapat berakhir.
Fyi, Aiden dan Giselle tengah berada di ruang CEO, dengan Aiden yang terduduk santai di kursi putarnya dan sang sekretaris yang berdiri tegap dihadapan meja kerjanya.
"Saya masih tidak percaya, ternyata saya berhasil menyampaikan hal itu dengan lancar. Padahal, saya sangat gugup tadi," aku Giselle yang mendapat kekehan kecil dari Aiden.
"Padahal ini bukan yang pertama," cetus Aiden. Giselle tampak beralih menatapnya.
"Tetap saja, menurut saya itu bukan hal yang mudah, Pak! Apalagi, saya 'kan jadi sekretaris Bapak baru tiga bulan."
"Iya-iya. Terserah kamu, Selle. Oh iya, mau sarapan bareng?" tanya Aiden mengalihkan pembicaraan. Giselle terlihat menimbang isi pikirannya, lalu tatapannya beralih menatap Aiden.
"Bapak ngajak saya?"
"Bukan, tapi ngajakin sekretaris saya yang hampir pingsan gara-gara gugup setengah hidup." ucap Aiden yang langsung mendapat cebikan bibir dari Giselle.
"Ah, kelamaan kamu mikirnya," Aiden yang geram karena Giselle yang belum mengiyakan ajakannya, langsung saja berdiri dari kursi putar lalu menarik pergelangan tangan Giselle dan membawanya untuk segera pergi mencari sarapan.
"Pak? Kita mau makan dimana?" tanya Giselle, disela ia berjalan dibelakang Aiden yang masih menggenggam tangannya.
"Dimana aja. Yang penting makannya cuman kita berdua aja," jawab Aiden yang sontak membuat Giselle mematung di tempat, tapi masih melangkahkan kakinya mengikuti Aiden.
To be continue...
Maaf ya, baru up!
Sbnrnya, kmren mau di up, tapi gegara naskah yg blum selesai tiba2 hilang gk tahu kmna, (ditambah kuotanya bari diisi) jdinya aku ngetik lgi dari awal, huhuu... Untungnya blum banyak, tpi ttp aja benci akutuhhh... Lgi di draf, tiba2 aja hilang. Ngeness serius dah! Btw, mau di up lagi kah? Jan lupa tinggalin jejak yee... Thank youhh so muchhh:*
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 38 Episodes
Comments
Ve❤️
Ngakak eyyy🤣Ada ya Bos yg keponya setengah hidup🤣🤣🤣🤣
2020-10-17
0
Sartini Cilacap
Akhirnya ada kisahnya Aiden dan Giselle
2020-04-29
1
Alfani29
next...
2020-04-10
0