Rok biru dan kemeja putih yang bersih, dasi panjang biru melengkapi atribut seragamnya di hari senin itu. Bersama dengan ayahnya ia menaiki sepeda di pagi yang cerah menuju ke sekolah, satpam yang berjaga melempar senyum saat ayah dan anak itu telah tiba di gerbang.
"Permisi pak, saya mau bertemu dengan pak kepala sekolah. Apa beliau sudah datang?"
"Pak Sapardi ya?" tebak pak satpam.
"Betul, saya" jawab ayah Ratna ramah.
"Silahkan masuk, pak kepala sudah menunggu di ruangannya" ujar satpam itu mempersilahkan.
"Terimakasih."
Dengan menggiring sepedanya ayah Ratna melewati gerbang dan memarkirnya, waktu sudah menunjukkan pukul 08.00 dimana upacara bendera sudah selesai dan para murid sudah masuk ke kelas masing-masing.
"Permisi..." sapa Sapardi saat memasuki ruang guru.
"Iya Pak ada perlu apa? " tanya salah satu guru.
"Saya mau bertemu pak Kepala sekolah"
"Oh silahkan masuk, beliau ada di ruangannya" ujarnya sambil menunjuk sebuah pintu di ruangan tersebut.
Ratna dan ayahnya lantas segera masuk ke ruangan tersebut, tempat dimana pak Kepala sekolah rupanya sudah menunggu mereka sejak dari tadi. Mereka sempat bicara beberapa saat mengenai beberapa peraturan yang harus di patuhi oleh Ratna dan berbagai macam hal lain sampai seorang guru di tugaskan untuk membawa Ratna ke kelasnya.
Suara bisik di dalam kelas tiba-tiba hening saat guru itu masuk dan membawa serta Ratna ke dalamnya, awalnya Ratna merasa malu sebab semua pasang mata tertuju padanya tapi setelah ia mencoba menatap berkeliling tiba-tiba rasa senang mengalihkan kegugupannya.
"Pagi semuanya... " sapa sang guru.
"Pagi bu.... " jawab murid-murid itu serempak.
"Hari ini kalian mendapatkan teman baru, ibu harap kalian bisa membantunya dalam perihal belajar dan mengenalkan lingkungan sekolah kita dengan baik. Agara lebih akrab biar kalian dengar langsung namanya"
"Perkenalkan dirimu" bisik guru itu mengalihkan perhatiannya.
"Ah, um.... perkenalkan nama ku Ratna" ujar Ratna sambil tersenyum dan memandang hanya pada satu sudut.
"Namanya cantik sama kayak orangnya!" teriak salah satu murid laki-laki.
Uuuuuuu......
Sorak yang lain membuat kegaduhan baru.
Prok Prok Prok
"Cukup-cukup, Ratna silahkan duduk di kursi kosong sebelah sana" ucap guru itu menghentikan kegaduhan.
Dengan perlahan dan tetap tersenyum ceria Ratna berjalan melewati beberapa murid dan duduk di bangku yang di tunjuk.
"Sepertinya kita berjodoh" bisik Jimy mendekatkan tubuhnya pada Ratna.
"Jika memang berjodoh haruskah ku nikahi kalian bertiga dimasa depan nanti?" balas Ratna.
"Jarak rumah kita hanya tujuh langkah dan sekarang jarak kursi kita hanya dua langkah, apa kau mencoba mendekatiku?" tanya Amus dengan pandangan tetap ke depan.
"Siapa yang ingin dekat terus dengan mu? jangan mencoba mengajak ku berkelahi di hari pertama ku sekolah lagi"
"Tenanglah sedikit, Na bangunkan aku jika guru memperhatikan ku" perintah Ardi yang duduk tepat di depannya.
"Apa yang mau kau lakukan?"
"Tidur!" jawabannya yang segera memasang buku di depan wajah.
"Dasar!" gumamnya menggerutu.
Ia memang kurang suka di perintah, tapi sekaligus tidak bisa menolak sebuah perintah yang ditujukan padanya juga. Meski begitu ia tetap tersenyum lega, sebab dia duduk di sekeliling teman-teman masa kecilnya yang sudah sangat ia kenali.
Teng Teng Teng
Jam istirahat tiba tanpa terasa, Jimy segera menutup buku dan menghampiri Ratna.
"Kau mau ikut kami?"
"Kemana?"
"Makan mie instan, sesuai perintah guru aku akan memperkenalkan mu pada sekolah kami yang luar biasa"
" Baiklah, ayo pergi!" jawab Ratna girang.
Buk
Hmmm
"Bangun! sudah waktunya istirahat" ujar Amus menepuk pundak Ardi yang masih saja tidur.
"Hmmm... hoaammmmm.... tunggu aku!" teriaknya menatap sayu kepergian Amus dan yang lain.
Ratna berjalan tepat di samping Jimy sambil mendengarkan semua penjelasannya tentang sekolah itu, sedang Amus tepat berada di belakang dan Ardi yang baru menyusul.
"Woi Master! kau membawanya kan?" tanya seorang murid laki-laki.
"Tentu saja, tunggu aku di tempat biasa nanti aku menyusul" jawab Jimy.
"Baiklah jangan lama"
"Tidak akan..."
"Kau punya julukan?" tanya Ratna.
"Semua anak laki-laki pasti memilikinya" jawab Jimy santai.
" Benarkah? jadi apa julukan kalian?"
"Aku Master, Amus si Naldo kependekan dari Ronaldo sebab dia jago bermain bola dan Ardi si kelinci putih"
"Kenapa kelinci putih?"
Puk
"Kau akan tahu nanti, dengan sendirinya kau pasti paham" ujar Amus sambil menepuk pundaknya dengan lembut.
Sebenarnya Ratna masih penasaran tapi karena mereka sudah tiba di kantin maka ia berhenti bertanya, Jimy memesankan masing-masing satu porsi mie instan kuah dengan toping telur. Bagi Ratna makan siang itu cukup mewah dan menyenangkan karena ia bisa menikmati kembali makanan dengan tenang.
"Um.... benar-benar enak!" ujar Ratna menyeruput kuah terakhir di mangkoknya.
"Benarkan yang aku bilang!" ujar Jimy dengan bangga.
"Kita sudah terlambat!" ujar Ardi melihat jam tangan.
"Oh sial! ayo pergi!" erang Jimy yang segera menyusul kepergian Ardi.
"Eh tunggu, kalian mau kemana?" tanya Ratna bingung.
"Kami ada perlu sebentar, kau pergilah ke kelas duluan makanan mu sudah aku bayar" jawab Amus yang ikut tergesa-gesa.
"Menyebalkan! sepenting apa urusan mereka hingga meninggalkan ku seperti ini" gumamnya.
Mau tak mau ia harus kembali ke kelas sendirian, tanpa kehadiran ketiga orang tersebut rasanya kini ia benar-benar kesepian dan asing. Satu orang pun teman sekelas belum ada yang ia kenal kecuali ketiga teman masa kecilnya, dengan bosan ia hanya bisa menunggu mereka kembali dengan duduk di dalam kelas.
"Hai, perkenalkan aku Mita" ujar seorang murid perempuan mendekatinya.
"Oh iya, kamu... yang jadi sekertaris kan?" tanyanya.
"Iya, um.... kamu bisa pinjam buku catatan ku untuk mengejar ketertinggalan" tawarnya.
"Terimakasih, aku memang membutuhkannya"
"Um.... tadi aku lihat kamu jalan bareng geng Master, apa kalian teman SD?" tanyanya penasaran.
"Bisa di bilang begitu, rumah kami bertetangga"
"Oh, begitu rupanya"
"Kenapa?"
"Hah? ah gak ada apa-apa, cuma aneh aja kamu murid baru bisa jalan bareng geng anak nakal itu"
"Nakal?" ulang Ratna penasaran.
"Oh, cuma nakal biasa kok. Kayak gak nurut perintah guru, atau bolos pelajaran dan lain-lain, tapi tetap tidak masuk kategori murid panutan."
Hahahaha
Keduanya tertawa mengingat kata panutan sering di tujukan pada murid pendiam yang berkacamata dan kutu buku. Tapi kata nakal membuat Ratna mengingat masa kecilnya yang penuh petualangan, ia dan ketiga temannya itu memang dulu sering di bilang nakal hanya karena bermain sesuatu yang menurut orang dewasa tidak boleh dilakukan oleh mereka, seperti sesuatu yang lebih membahayakan.
"Meski begitu Amus dan Ardi termasuk murid pintar, andai perilaku mereka baik pasti peringkat mereka selalu di atas" ujar Mita.
"Aku mengerti" ujar Ratna yang memang tahu setinggi apa IQ kedua orang itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments