Ia semakin menambah kecepatannya berjalan setiap mencoba menengok ke belakang, ia tak pernah berani melakukannya tapi derap langkah itu terasa semakin dekat dan dekat hingga pada akhirnya ia yakin ia harus berlari.
Bruk
Aw...
" Ahh..... sakit... " erangnya memegang lutut yang seakan patah.
" Kalau jalan hati-hati! ini bukan jalan pribadi! " teriak seseorang yang masih berdiri tegak meski tak sengaja telah Ratna tabrak.
" Maaf.... " ujar Ratna mencoba bangkit.
" Kau....apa kita pernah bertemu? " tanya orang itu sambil memerhatikan wajahnya.
Waktu seakan berhenti begitu saja, Ratna mencoba mengingat sampai kenangan masa kecilnya kembali ke permukaan.
" Amus.... " panggilnya.
" Kau Ratna? " tanya orang itu.
Bukan senyuman yang pertama kali Ratna tunjukan, melainkan air mata. Tiba-tiba dipeluknya Amus dengan penuh rasa syukur, bertemu teman masa kecilnya di saat-saat yang berbahaya adalah anugerah Tuhan yang luar biasa.
" E-eh kenapa kau menangis? " tanya Amus yang kebingungan.
" Aku... sangat takut... " jawabnya masih membenamkan wajah di dada Amus.
Untuk beberapa saat meski bingung tapi Amus membiarkan Ratna tetap menangis dalam dekapannya, hingga air mata itu reda dengan sendirinya.
" Tadi ada seorang pria asing yang mengikuti ku, aku benar-benar takut hingga bingung harus bagaimana " ujar Ratna memberitahu.
" Astaga itu benar-benar berbahaya, lagi pula apa yang kau lakukan di sini? " gerutu Amus.
" Aku mau pulang... tapi ayah ku belum juga menjemput ku jadi aku inisiatif jalan sendiri "
" Kau ini sudah gila ya! "
" Oi! Amus! " teriak seseorang dari kejauhan.
Amus segera menengok, beberapa orang dengan pakaian sepak bola nampak melambai-lambaikan tangan yang segera di balas oleh Amus.
" Siapa mereka? " tanya Ratna.
" Teman-teman ku, kami habis nonton dari stadion. Baiklah kau ikut pulang bersama ku saja, nanti aku akan bicara dengan ketua dia pasti mengizinkan mu ikut "
" Terimakasih "
Kkkkrrreeeoookkkk
Langkah yang baru akan di ambil tertahan saat bunyi itu begitu nyaring terdengar, dengan malu Ratna mencoba menekan perutnya sebab Amus yang melempar tatapan.
" Kau lapar? " tanya Amus.
Ratna tak menjawab, terlalu malu hingga bingung harus menjawab apa atau bertingkah seperti apa.
" Tunggu di sini! " ujarnya.
Amus pergi ke toko terdekat dan membeli beberapa roti serta minuman.
" Ini! makan nanti saja di mobil mereka sudah menunggu kita " ujarnya memberikan satu kantung penuh makanan itu.
Dengan berlari kecil mereka menemui orang yang Amus panggil ketua, umurnya lebih tua dua atau tiga tahun dari Amus. Dengan perawakan tinggi dan kekar membuat Ratna sedikit takut, tapi setelah Amus menceritakan bahaya yang hampir menimpanya orang itu bertindak sangat ramah sampai memberikan kursi depan untuknya.
Hanya dengan waktu satu setengah jam mereka sudah sampai, tak lupa Ratna mengucapkan terimakasih kepada ketua yang sudi memberinya tumpangan.
" Ah.... sudah lama sekali aku tidak kemari, rupanya gang kecil ini masih sama saja " ujar Ratna melihat sekeliling kampung halamannya.
" Memang apa yang kau harapkan? kau hanya pergi selama lima tahun saja "
" Waktu selama itu tentu saja sudah banyak merubah sesuatu, contohnya kau! dulu aku lebih tinggi darimu kenapa sekarang malah kau yang lebih tinggi dariku? " ujar Ratna.
" Karena aku di beri makan oleh orangtuaku! " balas Amus sambil berjalan lebih dulu.
" Lima tahun sudah berlalu dan dia masih saja menyebalkan seperti dulu " gumam Ratna.
Tepat memang, saat itu matahari bersinar dengan terik. Masih teringat jelas di benaknya ia sedang bermain dengan teman-temannya di lapangan, tiba-tiba ibunya datang dengan mata merah dan tangan yang terus menghapus air mata.
Saat itu ia masih berumur sembilan tahun, belum mengerti apa pun. Yang ia ingat hanya ibunya membawanya pulang ke rumah lalu membereskan semua pakaian mereka, saat di tanya ibunya hanya menjawab bahwa mereka akan mengunjungi neneknya.
Anehnya hari itu ayahnya terus diam di kamar dan tak mau keluar meski ia panggil untuk berpamitan, untuk beberapa hari ia pikir ia sedang liburan tapi saat ia masuk Sekolah Menengah Pertama ia pun tahu bahwa orangtuanya telah bercerai.
Tok Tok Tok
Lampu depan rumah itu nampak temaram seakan menandakan ia akan mati, rumah tempat dimana ia menghabiskan masa kecil tak berubah sedikit pun.
Tok Tok Tok
Ia mencoba mengetuk lagi tapi rumah itu sangat hening, sempat ia berfikir mungkin ayahnya sedang pergi dan tak ada di rumah sampai kemudian.
Ceklek
Pintu terbuka, Ratna melihat sesosok pria yang sudah sekian lama tak ia jumpai.
" Ratna... kau di sini! " ujarnya.
" Ya, aku pulang... "
" Bu-bukankah kau datang hari selasa? "
" Ini hari selasa " jawab Ratna.
Pria itu yang tak lain adalah ayahnya langsung salah tingkah saat ia sadar telah melakukan kesalahan.
" Si-siapa yang menjemput mu? "
" Aku pulang bersama Amus "
" Oh... syukurlah! ayo masuk! kamar mu sudah siap sejak kemarin kau bisa segera istirahat, ini sudah malam kau pasti lelah " ujarnya sambil membuka pintu lebar-lebar.
Ratna masuk ke dalam, melihat isi rumah yang masih sama seperti dulu hanya dengan debu di sudut-sudut ruangan. Ia segera menuju kamarnya, kamar yang selalu berantakan saat ia tinggal main dan akan rapih saat ia kembali.
Kamar itu juga masih sama seperti dulu, hanya saja semua pernak pernik dan bonekanya sudah tidak ada. Ratna segera membaringkan tubuhnya di atas ranjang, di hari kematian ibunya hingga saat ini ia belum bisa tidur dengan nyenyak. Ia pikir malam ini pun ia akan terbangun dengan perasaan sedih, namun nyatanya ia tidur dengan nyenyak dan bangun di pagi hari yang cerah dengan perasaan yang lebih baik.
" Kau sudah bangun " sapa ayahnya.
" Pergilah cuci mukamu, ayah sudah siapkan nasi dan telur untuk sarapan mu. Ayah harus pergi bekerja jadi... istirahat saja di rumah " lanjutnya.
" Baik " jawab Ratna.
Ia mengikuti perintah ayahnya, setelah beberapa hari tak tidur nyenyak ia juga tak makan dengan baik. Meski hidangan sarapan itu sederhana tapi ia bisa menikmatinya, bahkan ia menghabiskan sarapannya.
Tak ada aktifitas yang ingin ia lakukan karena lelah perjalanan, tapi melihat rumah yang berantakan membuat tangannya gatal sehingga pada akhirnya seharian itu ia membereskan rumah.
" Oh.. Ratna.... kapan kau kembali? " tanya seorang nenek yang tak sengaja bertemu saat ia membuang sampah.
" Ah... nenek Amus, wah.... ingatan nenek sangat bagus bisa mengenaliku meski sudah lama tak bertemu. Hehe aku datang semalam " jawab Ratna sambil menghampiri.
" Oi Ratna! ada yang ingin bertemu denganmu! " teriak Amus dari kejauhan.
Nampak dua orang berjalan bersamanya, wajah mereka nampak berseri hingga berhenti tepat di depan Ratna.
" Ahhhh... astaga! Ardi? Jimy? " tanya Ratna.
" Oh kau masih mengingat kami rupanya " ujar Jimy sambil mengacak-acak rambut Ratna.
" Tentu saja! meski ku akui kenapa kalian tumbuh tinggi dengan cepat " balasnya melihat perbandingan tinggi badannya.
" Ku pikir tidak akan bertemu denganmu lagi, jika kau datang sedikit lebih lama lagi bisa di pastikan aku akan lupa wajahmu " ujar Ardi.
Hahahaha
Tawa pertama dalam hidup Ratna setelah lima tahun berlalu, saat-saat paling membahagiakan dalam hidupnya memang saat ia bersama dengan ketiga orang itu. Apa pun masalah yang ia hadapi rasanya bisa ia lewati begitu saja jika ada ketiga teman masa kecilnya.
" Nak, makanlah di sini! nenek masak ayam goreng untuk menyambut kepulangan mu " ujar nenek.
" Oh Ardi boleh ikut makan gak nek? tadi pelajaran olahraga di sekolah, Ardi capek banget sampai kelaparan nih " rengek Ardi.
" Dasar anak nakal! kau biasa mencuri nasi nenek sudah tidak perlu minta ijin, ayo kalian semua masuk " ujar nenek menepiskan tangan.
Hahaha
Tawa itu kembali lagi, membawa warna yang telah hilang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments