Nasi goreng menjadi makan malam Ratna dan ayahnya hari itu, tak ada yang bicara. Keduanya sibuk dengan sendok masing-masing bahkan tidak saling melirik.
" Ratna.... apa... seragam SMP mu masih ada? " tanya ayahnya memecah keheningan.
" Kenapa? "
" Um.... ayah pikir sebaiknya kau melanjutkan sekolahmu, kau bisa mendapat teman baru di sini. Tapi... jika kau masih ingin di rumah itu tidak masalah " ujar ayahnya ragu.
" Aku akan pergi " jawabnya cepat.
" Aku ingin melanjutkan sekolahku bahkan hingga lulus SMA, aku berjanji akan membantu ayah dalam mencari uang untuk biaya sekolah ku. Aku tidak akan merepotkan ayah, tapi ijinkan aku bersekolah ".
Ada kerutan di dahi ayahnya saat mendengar ucapan itu, bahkan nada memelas Ratna membuatnya heran mengapa ia seolah memohon pada ayahnya sendiri.
" Ratna... apa selama ini kau hidup dengan baik bersama ibumu? " tanya ayahnya tiba-tiba.
Dengan susah payah Ratna menelan makanan dalam mulutnya bulat-bulat, hatinya bergetar mendengar pertanyaan itu. Seolah ia di paksa untuk mengingat masa suram yang pernah terjadi padanya.
" Jangan tutupi apa pun dari ayah, kau adalah putri ayah. Katakan apa selama ini kau hidup bahagia? " ulangnya lagi.
Tubuh Ratna mulai beraksi aneh, jelas ia tak nyaman akan pertanyaan itu. Bahkan tangannya ikut gemetar hingga tak mampu menyendok makanan dengan benar.
" Ratna... apa ada orang yang menyakitimu? " tanya ayahnya pelan sambil memegang tangannya yang gemetar.
Sontak pertanyaan itu membuat Ratna kaget hingga memandang ayahnya tanpa berkedip.
" Sari.... namanya Sari... " jawab Ratna akhirnya.
" Siapa dia? " tanya ayahnya yang merasa asing.
" Saudari tiriku... ".
Kali ini giliran ayahnya yang kaget, sekian lama di tinggalkan ia baru tahu jika matan istrinya menikah lagi bahkan kini ia baru tahu putri tersayangnya hidup menderita dalam keluarga yang asing.
" Sari... dia sering memukul ku, menampar ku, jika aku tidak memijit kakinya sebelum tidur. Dia juga akan marah jika aku menolak perintahnya, dia akan mengadukan ku kepada ayahnya agar aku di hukum dan tidak di beri makan seharian. Dia juga.... "
Gep
Hiks
" Maafkan ayah... ini semua salah ayah... " ujar ayahnya yang sudah tidak sanggup lagi mendengar berbagai macam penderitaan yang di alami putrinya.
Air mata penyesalan itu memang tidak ada artinya, sebab semuanya sudah terlanjur terjadi. Meski begitu ia tetap meminta maaf dalam pelukan.
" Andai ayah kaya hari itu ibumu tidak akan pergi meninggalkan ayah, dia tidak akan membawaku serta dan kau tidak akan mengalami semua penderitaan ini. Maafkan ayah, andai ayah kaya kau pasti sudah bahagia " ujarnya lagi masih dengan deraian air mata.
Anehnya, setetes pun Ratna tak mengeluarkan air mata. Ia mengelus punggung ayahnya dan tersenyum sambil berkata.
" Ayah salah, ibu yang menyesal karena telah meninggalkan ayah. Dalam nafas terakhirnya ia meminta ku untuk kembali kepada ayah dan hidup bersama ayah, karena hanya bersama ayah aku bisa bahagia meski hidup dengan sederhana ".
Memang seperti itulah kenyataan yang terjadi, seiring berjalannya waktu saat ia berpisah dengan ayahnya dan mulai menjalani hidup hanya dengan ibunya, lingkungan telah membuatnya dewasa lebih cepat.
Ia mengerti orangtuanya bercerai sebab ayahnya tak mampu mencukupi kebutuhan keluarganya, ibunya yang memilih bercerai berharap dengan menikahi duda beranak satu yang kaya maka kehidupan Ratna akan terjamin.
Tapi kenyataannya tidak, Ratna memang bersekolah dan semua kebutuhannya terpenuhi tapi ia tidak bahagia. Beberapa kali ia melihat luka di tubuh Ratna dan Ratna selalu berkata ia terjatuh, sampai suatu hari ia menemukan Sari sedang memukulinya.
Kemarahan seorang ibu akhirnya membuat Sari menangis tapi suami barunya justru menyalahkan Ratna yang duluan berbuat salah, beberapa tahun itu mendiang ibunya menutup mata demi kelangsungan hidup Ratna yang baik.
Tapi apalah arti buku-buku yang baru, tas yang baru, makanan yang enak jika putrinya tersiksa di dalam batin. Hal itu secara perlahan menjadi penyakit yang merenggut kesehatan ibunya, sampai suatu hari di nafas terakhirnya ia sadar ayah kandung Ratna lebih baik dari siapa pun.
Sebab meski Ratna tidak bisa makan enak ia tetap tumbuh menjadi anak yang sehat dan kuat, meski tas sekolahnya sudah berlubang tapi ia tetap berangkat sekolah dengan riang gembira.
Di nafas terakhirnya itulah penyesalan yang datang terlambat mengantarkan nasihat terakhir untuk Ratna agar ia merubah sifat penurutnya, ia bangga memiliki putri yang baik hati tapi apa gunanya jika kebaikan itu membuatnya menderita.
" Apa yang kau lakukan? " tanya Amus yang tak sengaja melihat Ratna duduk di luar rumah.
" Ah... hanya menatap bintang " jawab Ratna pelan.
" Tidak ada satu pun bintang di langit, kau mengigau ya! " ujar Amus melihat langit yang gelap.
" Apa peduli mu? kau sendiri malam-malam begini dari mana? "
" Oh nenek menyuruhku membeli lampu baru "
" Apa kau juga membeli makanan ringan? " tanya Ratna antusias.
" Hanya keripik, kau mau? "
" Mau.... " teriak Ratna menghampiri.
" Aku hanya membeli satu, kita makan berdua di rumah ku saja sambil mendengarkan radio "
" Baik! akan ku bawakan " ujar Ratna sambil mengambil tas plastik yang di bawa Amus.
Begitu sampai di rumah Amus tanpa sungkan Ratna masuk ke kamar Amus dan menyalakan radio, tempat itu tak banyak berubah sejak ia masih kecil. Dulu ia dan yang lain sering menghabiskan waktu dengan bermain di kamar Amus, yang lebih sering main adalah Ratna karena ia ingin membaca buku bergambar yang di miliki Amus.
Di lingkungan mereka hanya Amuslah yang memiliki banyak mainan dan buku, tentu saja sebagai tetangga dan teman dekat Ratna yang paling sering main di sana.
" Amus, kau sekolah di SMP tujuh kan? " tanya Ratna saat Amus kembali setelah mengganti lampu yang mati.
" Iya, kenapa? "
" Aku besok masuk ke sekolah mu "
" Benarkah? kau pindah ke sekolah ku? "
" Hmm, tadi ayah sudah memberitahuku "
" Begitu ya.. "
" Dengan begini.. aku akan punya teman-teman baru " ujar Ratna sambil membayangkan teman-temannya yang dulu.
Ia tak begitu akrab dengan teman-teman kelasnya saat dulu karena Sari tak membiarkannya memiliki teman, di sekolah pun akibat hasutan Sari ada banyak anak yang tidak menyukainya.
Jika di pikir lagi betapa tangguh mentalnya menghadapi bully setiap hari, meski kadang ia selalu menangis diam-diam tapi di depan ibunya ia mencoba tersenyum dengan riang.
Sebab ia tahu ibunya rela meninggalkan ayahnya hanya demi dirinya, karena itu yang perlu ia lakukan hanya menuruti semua perintah orang.
Kini, setelah semua belenggu itu terlepas dari tubuhnya ia tak perlu takut lagi. Ia tak perlu bersandiwara lagi dan sesuai perintah ibunya sebelum meninggal, ia harus memberanikan diri berkata tidak, mengangkat kepalanya dan dengan lantang mengatakan keinginannya.
Woi.....
Ah... hhhhhh hhhh
Buk
" Apa yang kau lakukan? kau hampir membuatku mati karena serangan jantung! " teriak Ratna memukul pundak Amus.
" Lagian ngelamun " balas Amus.
" Kau memang minta di pukuli " ujar Ratna dengan sorotan mata penuh dendam.
" Silahkan, aku tidak takut " ejek Amus.
" Amuuusss........... ".
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments