Pagi tadi saat ayah baru bangun tidur, dia bilang kepalanya sakit. Kemudian ayah muntah-muntah. Ibu begitu panik, saat melihatnya. Kemudian aku menjelaskan kalau itu biasa terjadi sama orang yang mengalami gegar otak ringan.
" Ibu tenang saja, Ayah baik-baik saja." Kataku sambil mengusap punggung ibu.
" Kenapa Ayah tidak hati-hati saat berjalan di tanah yang becek dan licin?" Ibu malah mengomeli ayah yang sedang berbaring lemah.
Saat mendengar omelan ibu, ayah bukannya marah. Tetapi dia malah tersenyum senang. Aku sungguh terkejut melihat reaksi ayah yang seperti itu. Karena di kehidupanku yang lalu, ayah akan marah kalau ada orang yang membicarakan yang tidak-tidak tentangnya. Apalagi ini, ibu malah mengomelinya dikala dirinya sedang terbaring sakit.
" Aku bersyukur masih bisa selamat. Untung, Ayah menuruti kata Raja kemarin. Pakai sepatu boot dan jas hujan. Serta membawa tongkatnya. Jalanan disana sungguh berlumpur dan karena tanah disana tanah merah. Jadi saat hujan, jalannya licin sekali dan agak susah berjalan dengan benar kalau tidak pakai tongkat pendaki." Ayah menceritakan keadaan disana.
" Tapi Ayah bagaimana ceritanya bisa jatuh ke jurang?" Tanyaku penasaran, karena berbeda dengan di kehidupan yang lalu. Walau sama-sama jatuh ke jurang, tapi dikehidupan kali ini, ayah bisa selamat.
" Kondisi jalan setapak di sana agak miring, dan tanpa sengaja ada sarang lebah yang tersenggol oleh tongkat yang Ayah bawa. Sehingga lebah-lebah itu keluar dari sarangnya." Ayah tertawa saat menceritakan kejadian yang dialaminya itu.
" Oh, iya. Bagaimana kabarnya Budi? Karena terakhir yang Ayah ingat, lebah-lebah itu mengerubunginya." Kayaknya ayah tertawa tadi karena teringat sama perawat yang ikut mendampinginya kali ini.
" Raja tidak tahu, Yah! Karena semalam kita langsung bawa Ayah ke Rumah Sakit kota untuk bisa diperiksa lebih lanjut lagi!" Kataku dan ibu juga mengangguk-angguk, membenarkan kata-kata yang baru saja aku katakan.
" Kasih bila dia sampai kenapa-kenapa." Lanjut Ayah merasa bersalah, jelas terlihat dari sorot matanya.
" Kalau begitu, Raja akan mencari tahu keadaan rekan kerja Ayah!" Kataku karena tidak tega saat melihat bersedih begitu.
" Terima kasih Raja!" Kata Ayah sambil tersenyum kepadaku.
" Iya Ayah." Ucapku sebelum keluar kamar itu
*****
Aku pun kembali lagi ke Rumah Sakit, yang kemarin tempat ayah mendapatkan perawatan pertolongan pertama.
" Maaf, mau tanya pasien yang bernama Budi, dirawat diruang mana?" Tanyaku kepada bagian informasi.
" Tuan Budi yang mana?" Kata wanita yang sedang bertugas itu.
" Korban kecelakaan di tepi jurang, hari kemarin!" Kataku lagi.
" Oh, korban yang mengalami sengatan lebah di dekat jurang kemarin?" Kata wanita itu lagi.
" Tunggu sebentar, ya. Akan saya lihat dulu." Wanita itu mengecek daftar nama pasien.
" Pak Budi dirawat di ruang Melati kelas dua." Jawabnya.
" Terima kasih." Kataku dan pamit undur diri. Dan aku pun menuju ke arah ruang Melati, kamar Budi dirawat.
Kulihat seorang pasien sedang tidur di brankar dan memunggungi arah pintu. Kucoba mendekatinya, dengan langkah perlahan takut membangunkannya. Aku melangkah sampai di dekat brankar, ternyata dia tidak tidur. Karena saat menyadari kehadiranku, dia langsung membalikan badannya.
" Apa anda Pak Budi? Temannya ayah?" Tanyaku takut salah orang.
" Apa kamu anaknya Dokter King?" Lelaki muda itu malah balik bertanya padaku.
" Iya, saya Raja anak sulungnya Dokter King. Tadi ayah sangat mengkhawatirkan kondisi temannya. Jadi aku kesini mau melihat keadaannya." Jawabku dan maksud kedatangan aku kesini.
" Kondisi saya sudah membaik tinggal bengkak-bengkaknya saja yang belum hilang. Lalu bagaimana dengan keadaan Pak Dokter?" Tanyanya dengan sedikit meringis, sepertinya bengkak di bibirnya itu membuat dia merasa kesakitan.
" Kondisi ayah sudah lebih baik, walau masih harus banyak beristirahat." Jawabku sambil membantunya bangun, saat kulihat dia kesusahan ketika mencoba bangun.
" Apa kaki anda juga terluka?" Tanyaku saat dia menggerakkan kakinya dengan wajah meringis kesakitan.
" Iya, kaki saya mengalami patah tulang ringan." Dia menyibakkan selimutnya dan kulihat kakinya pakai alat penyangga.
" Tapi tidak apa-apakan?" Tanyaku khawatir takut itu berakibat fatal kedepannya.
" Tidak apa-apa, teman dan keluarga aku saja yang terlalu mendramatisir keadaan." Jawabnya dengan tertawa kecil sambil meringis.
" Syukurlah kalau begitu. Saya senang ayah dan Anda baik-baik saja." Kataku sambil tersenyum.
" Untung saja para warga cepat melakukan panggil terhadap ambulance dan tim SAR. Sehingga kita langsung bisa diselamatkan. Ternyata ada baiknya juga Dokter King memberikan nomor-nomor penting kepada warga." Kata Pak Budi.
Aku tidak menyangka kalau kertas yang berisi nomor-nomor telepon darurat itu bisa menyelamatkan ayah dan temannya dari kematian, karena mereka langsung bisa ditolong. Mungkin penyebab kematian ayah di kehidupanku yang dahulu, karena terlambat mendapatkan pertolongan.
" Saya sependapat, sebaiknya para warga mengetahui nomor-nomor darurat." Kataku sambil kulihat dia tersenyum.
Ternyata hal kecil yang dianggap sepele, itu dapat mengubah masa depan. Aku bersyukur dengan tindakanku kali ini, dapat membawa perubahan yang besar terhadap hidup keluargaku.
" Kalau begitu Pak Budi, saya mau pamit dulu. Semoga Bapak lekas sembuh!" Ucapku sebelum keluar kamar.
*****
Aku pulang ke rumah terlebih dahulu, setelah kembali dari menjenguk Pak Budi tadi. Niatnya mau membawa baju dan keperluan lainnya buat ibu. Karena sekarang ibu harus menunggu ayah di rumah sakit.
" Kak Raja, bagaimana keadaan ayah?" Suara Ratu mengejutkan aku, sampai-sampai aku terlonjak dan jantungku berdebar kencang.
" Loh, Ratu kenapa kamu nggak sekolah?" Tanyaku saat melihat penampilan Ratu yang pakai baju rumahan.
" Ratu sudah minta tolong sama Ani, buat minta izin tidak masuk sekolah. Karena mau melihat keadaan ayah?" Tanyanya dengan mata yang berkaca-kaca.
" Ayah baik-baik saja. Sekarang ibu yang sedang menunggu di rumah sakit." Jawabku sambil membereskan baju dan perlengkapan milik ibu.
" Sebenarnya apa yang terjadi sama ayah?" Kini air mata Ratu jatuh membasahi pipinya. Dan aku pun mendekati dia.
" Ayah jatuh tergelincir ke jurang yang dangkal. Kamu tenang saja, karena ayah cuma gegar otak ringan. Dan akan cepat sembuh." Kataku sambil menghapus air mata di pipinya yang kini memerah.
" Apa Kakek sudah tahu kalau ayah masuk rumah sakit?" Pertanyaan dari Ratu membuatku sedikit tertohok, saat mengingat Kakek dari pihak ayah.
*Ayah dan Kakekku itu punya hubungan yang kurang harmonis. Itu karena sifat mereka berdua sama-sama keras kepala dan nggak mau ada yang mengalah kalau lagi bicara, ditambah sudut pandang mereka dalam segala hal itu saling berseberangan. Ayahku yang punya pandangan lebih modern dan melihat peluang di masa depan, lebih suka melakukan hal-hal yang baru. Berbeda dengan Kakekku yang cara berpikirnya kolot, selalu mendengar apa yang sudah menjadi tradisi leluhur dalam hidupnya*.
****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 36 Episodes
Comments