Ketika jam pulang sekolah berbunyi, aku tidak langsung ikut membubarkan diri bersama teman-teman yang lainnya. Aku duduk menunggu Aris keluar dari kelas. Aku memperhatikan temanku yang sifatnya tak beda jauh dariku dulu. Suka menyendiri dan menghindari keramaian.
Aku beranjak dari kursi, saat kulihat Aris juga beranjak dari kursinya. Aku ikuti dia beberapa langkah di belakangnya. Aku melangkahkan kakiku dengan cepat saat langkah kaki Aris berjalan dengan cepat.
Mataku tak lepas dari teman sekelasku itu, aku jangan sampai kecolongan. Aku harus mencegah dia mengalami kecelakaan itu.
Saat Aris keluar gerbang sekolah, aku sejajarkan langkah kami. Dan benar saja dari arah kanan jalan ada sepeda motor yang dikendarai dengan kecepatan yang sangat tinggi.
" Awas!!!"
Aku tarik tangan Aris, agar mundur kembali ke tepi bahu jalan. Jantungku berdebar dengan sangat kencang. Takut terlambat saat kutarik tangannya. Seluruh tubuhku bergetar dan telapak tanganku langsung berkeringat dingin.
" Kamu tidak apa-apa?" Tanyaku pada Arus yang terduduk di tanah, karena kuatnya tarikan ku tadi.
" Ah, iya. Aku tidak apa-apa. Terima kasih, sudah menolongku." Kata Aris dengan suara bergetar. Aku yakin kalau dia itu pasti sangat terkejut, akan kejadian barusan.
" Lain kali hati-hati, ya. Kalau mau menyebrang jalan sebaiknya lihat kanan-kiri dulu!" Ucapku pada Aris sambil menarik tangannya membantunya berdiri.
" Kenapa kamu seperti terburu-buru begitu?" Tanya ku sambil melihat Aris yang sedang menepuk-nepuk celananya yang kotor oleh debu.
" Aku harus pergi ke rumah sakit. Karena nenekku masuk rumah sakit tadi pagi. Dan aku belum sempat menjenguknya." Aris memberitahu aku alasan dia, harus cepat-cepat pergi.
" Kalau begitu ayo, aku antarkan!" Ajakku sambil menarik tangan Aris ke arah sepeda aku terparkir di dekat pintu gerbang.
Di bawah terik sinar matahari yang membakar kulit. Aku dan Aris berboncengan naik sepeda menuju rumah sakit, tempat neneknya dirawat. Hampir setengah jam aku mengayuh sepeda menuju rumah sakit ANUGRAH.
Ternyata tempat neneknya Aris dirawat adalah tempat ayah bekerja. Jadi aku sudah tahu seluk beluk tempat-tempat di sana. Mau pergi ruang bagian apa saja aku tahu tempatnya. Dan sekarang aku dan Aris berjalan ke ruang MELATI tempat kamar inap para pasien yang mendenderita organ dalam.
Aku lihat kondisi nenek Aris sedang terbaring tak sadarkan diri, di atas brankar kamar kelas ekonomi. Aris, menangisi keadaan neneknya yang tak sadarkan diri. Aku hanya bisa mengusap punggungnya Aris. Mencoba memberikan kekuatan kepada Aris.
" Aris, kamu yang sabar, ya." Kataku berempati dengan keadaan Aris. Dan aku lihat Aris menganggukan kepalanya.
" Terima kasih ya, Raja. Kamu sudah membantuku." Aris melihat ke arahku dengan matanya yang sembab.
" Ya, kamu jangan sungkan kalau, membutuhkan bantuanku!" Kataku sambil menepuk bahu Aris.
" Aku pulang dulu, ya!" Aku pamit kepada Aris karena tadi langsung datang ke rumah sakit, tanpa memberitahu kepada orang di rumah.
" Hati-hati dijalan! Semoga kamu selamat sampai rumah." Kata Aris dengan senyum manisnya.
" Iya, terima kasih."
Aku pun pergi meninggalkan Aris dan neneknya.
*******
Aku sampai kerumah, dengan selamat. Dan saat sampai di halaman rumah, kulihat Sultan sedang bermain sendirian.
" Sultan!" Panggilku. Dan Sultan memalingkan wajahnya melihatku.
" Kak Raja, kok baru pulang!" Sultan berjalan ke arahku.
" Kakak barusan mengantar teman ke rumah sakit, neneknya tadi masuk rumah sakit." Kataku sambil menuntun tangan Sultan masuk kedalam rumah.
" Sultan sudah makan?" Tanyaku saat melihat menu makan siang sudah tersaji di meja makan.
" Belum!" Sultan menatap mataku.
" Kalau begitu, ayo kita makan bersama. Biar Kakak yang suapin kamu!" Ajakku.
" Nggak, ah. Sultan sudah besar, bisa makan sendiri!" Katanya dengan bibirnya yang mengerucut, lucu sekali.
" Ah, ternyata sekarang Sultan sudah besarnya? Berarti tidurnya juga harus sudah sendiri!" Godaku padanya, karena Sultan masih tidur dengan ayah dan ibu. Nggak mau tidur di kamar terpisah.
" Nggak kalau tidur sendiri belum berani." Kepala Sultan di geleng-gelengkan.
Aku dan Sultan makan bersama, dan saat itu datang Ratu yang baru masuk ke dalam rumah.
" Ratu kamu habis dari mana?" Tanyaku saat Ratu mengambil air minum dan meminumnya dengan sekali teguk.
" Habis dari rumah teman, kak!" Jawab Ratu dan melihat ke arahku dan Sultan.
" Kamu sudah makan siang?" Tanyaku lagi.
" Belum, nggak lapar." Jawabnya sambil menyimpan gelas bekasnya di wastafel.
" Jangan dibiasakan seperti itu, nanti kamu sakit. Ayo sini, kita makan bersama!" Ajakku, dan Ratu pun ikut makan bersama.
Selama di meja makan, kami bertiga terlibat obrolan yang lumayan seru. Aku tak menyangka akan semenyenangkan ini bicara dengan kedua adikku itu. Hal yang dulu tidak pernah aku alami.
******
Saat hari sudah sore, aku dan Sultan main bola di halaman depan rumah. Dulu aku iri saat melihat anakku, Kaisar dan Sultan menghabiskan waktu senggang dengan bermain bola di halaman depan rumah. Sungguh aku ingin sekali mencobanya bermain bola dengannya. Dan hari ini aku, baru bisa kesampaian keinginanku itu.
Ada suara klakson mobil yang meminta di bukakan pintu pagar besi. Kuarahkan pandanganku kesana, dan ada mobil ayah yang akan masuk ke pekarangan rumah.
Aku pun berlari ke arah pintu pagar besi, dan mendorongnya ke samping agar ayah bisa memasukan mobilnya.
" Selamat datang kembali, Ayah!" Salamku saat berpapasan dengan wajah ayah.
" Ya, terima kasih Raja!" Balasnya kepadaku. Dan aku sangat senang mendengar itu.
Dulu ayah adalah sosok yang tegas dan tidak suka di bantah. Senang kalau anak-anaknya bisa berprestasi. Tidak suka saat mendengar suara tangisan. Dan sifat kaku milikku itu turunan darinya. Walau begitu ayah suka menolong orang yang membutuhkan bantuannya. Tanpa memandang siapa yang meminta tolong.
Ayah yang berprofesi sebagai dokter, kadang sebulan sekali pergi ke pinggiran kota atau ke desa. Membantu warga yang sedang sakit. Di kehidupanku yang dulu, ayah meninggal karena terjatuh ke jurang saat mengunjungi sebuah desa di pinggiran kota. Karena cuaca sedang musim hujan. Jalanan yang licin, membuat ayah kehilangan keseimbangan saat berjalan. Apalagi ayah pakai sepatu kerjanya, bukan sepatu boot.
" Sultan ayo kita mandi bersama!" Ajakku.
" Kakak nggak malu?" Tanyanya sambil mengerutkan sebelah alisnya.
" Ngapain malu, kita sama-sama saudara laki-laki." Jawabku sambil menggandeng tangannya. Dulu Sultan sering mengajak mandi bareng Kaisar. Dan aku sering mendengar mereka tertawa riang. Maka sekarang saatnya aku membuat Sultan senang dengan melakukan berbagai kegiatan yang dulunya Sultan lakukan dengan Kaisar.
*****
" Ayah mau Raja pijat bahunya?" Tawarku saat kulihat ayah duduk di kursi ruang keluarga.
Semua orang yang ada di sana langsung melihat ke arahku. Terlihat jelas wajah mereka yang terheran-heran mendengar ucapanku barusan.
" Ayah mau coba, pijatan kamu itu. Apa seenak pijatan Ibu!" Katanya sambil membenarkan posisi duduknya.
Aku pun berdiri dibelakang ayah, dan memijat bahunya. Kulihat ayah tersenyum.
" Wah, ternyata pijatan kamu lebih enak dari Ibu. Tenaganya lebih berasa!" Puji ayah untukku, dan aku sangat senang.
" Benarkah? Kalau begitu Ibu juga mau!" Pinta Ibu kepadaku sambil tertawa. Mendengar ucapan ibu barusan, kami semua tertawa. Keluarga kami dulu tak pernah tertawa lepas seperti ini.
*****
JANGAN LUPA KLIK LIKE, FAV, HADIAH, DAN VOTE NYA JUGA YA.
DUKUNG AKU TERUS DENGAN MEMBERIKAN JEMPOL YANG BANYAK.
BUNGA ATAU KOPI JUGA BOLEH ITU MEMBUAT AKU MAKIN SEMANGAT LAGI.
TERIMA KASIH.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 36 Episodes
Comments
Jo Doang
udah masuk fav kak. salam pocong family ya kak
2021-10-24
6