Sekarang tak perlu lagi bicara soal cinta. Toh, kata orang, rasa sayang lebih agung ketimbang cinta. Biarlah sayang saja yang menghiasi hidup ini, karena kalau cinta ikut campur hidup bisa hancur hingga mati rasa, seperti Nevan.
***
"Aku sudah pernah bercerai sebelumnya."
Deg!
Shanessa melebarkan matanya tak percaya, mulutnya hendak memaksa tawa dan menganggap semua ini lelucon, namun melihat raut Nevan, mendadak suaranya menyangkut di kerongkongan.
Begitu pula Ardiman dan Darya, mereka sama terkejutnya mendengar pengakuan Nevan barusan. Sebuah fakta yang tidak pernah terbayang sebelumnya.
"Apapun keputusannya aku serahkan padamu dan keluarga," lanjut Nevan pelan, lalu mendongak menatap Shanessa dalam. "Maaf karena baru memberitahukannya sekarang," ucapnya sungguh-sungguh.
Nevan beranjak dan pamit pulang. Meninggalkan wajah-wajah linglung, terlebih Shanessa. Nevan tahu Shanessa sangat terluka, tapi ia juga sedang sama kacaunya.
***
Hingga malam, Shanessa tidak juga berhenti menangis, membuat sang ayah dan kakek kalang kabut. Ia masih tidak habis pikir dengan apa yang didengarnya hari ini. Merasa malu dan dibodohi.
"Sudahlah, Shanessa." Ardiman mengusap pelan rambut sang putri yang masih bergelung di dalam selimut. Sesegukan terdengar dari sana.
Shanessa bangkit dengan hidung merah dan mata sembab. Seketika kepalanya terasa pening. "Sekarang aku harus gimana, Pa?" tanyanya putus asa.
Ardiman menghapus air mata Shanessa yang masih mengalir. Hatinya juga sakit melihat Shanessa begini.
"Semua keputusan ada di tanganmu. Sama seperti yang Nevan bilang." Ardiman menarik napasnya pelan, lantas dengan bijaksana berkata, "Papa secara pribadi menghargai pengakuannya."
"Dia membodohiku dua tahun," ucap Shanessa getir.
"Kita nggak tau, apa aja yang udah dia alami. Bukan hal mudah untuk mengungkapkan masa lalu yang nggak menyenangkan, Sha."
Shanessa menunduk. Ia mencengkram ujung bajunya, hingga buku-buku jarinya memutih.
"Akan lebih menyakitkan kalau dia memberitahumu setelah menikah."
Perkataan Ardiman barusan membuat Shanessa mengangkat kepalanya.
"Tapi, semua keputusan tetap ada di tanganmu, Sayang. Kalau masih terasa berat, lepasin aja."
Mendengar ucapan Ardiman barusan justru membuat Shanessa mengeraskan tangis. Pilihan kedua terdengar begitu menakutkan baginya.
Di kamar sebelah, dalam diam Gantari mendengarkan percakapan ayah dan anak itu. Ia termenung, lalu menutup pintu kamarnya dan mematikan lampu.
***
Nevan memandang langit pagi yang tidak kepalang cerah dari balkon rumah. Kopi yang disediakan Bi Murni, belum juga ia sesap.
Ia menghela napas panjang, lalu mengembuskannya secara kasar. Pikirannya tak karuan sejak kemarin, mendadak selera melanjutkan hidup kembali redup.
Ponselnya berdering dan terpampang nama Shanessa disana. Gadis yang ia sakiti dengan sengaja. Bukan karena pengakuan kemarin, tapi lebih dari itu.
...****************...
Disalah satu meja di sebuah kafe yang di atasnya hanya dihuni oleh secangkir kopi dan segelas jus jeruk lantaran si pelanggan tak selera makan, sepasang manusia diam saja sejak bertemu. Hingga, Shanessa mengalah dan membuka suara duluan.
"Punya anak?"
"Enggak."
Diam-diam Shanessa lega juga. Semalaman dia memikirkan itu. Rasanya jauh lebih sakit ketika mendengar Ardi memintanya untuk melepaskan Nevan, ketimbang mendengar pengakuan pria itu dua hari yang lalu.
"Kapan?"
"Enam tahun yang lalu. Saat usiaku 18 tahun."
Menikah diusia muda dan bukan karena MBA? pikir Shanessa.
"Berapa lama?"
"Tujuh bulan." Nevan terus saja menjawab pertanyaan Shanessa dengan suara dan raut datar.
"Apa masih ada rahasia lain, selain ini?" Shanessa menatap lekat Nevan. Matanya masih menyisakan luka.
Kali ini Nevan tak langsung menjawab. Dia membalas tatapan Shanessa sejenak, kemudian mengangguk pelan.
"Tapi, aku belum bisa memberitahumu."
Nevan tahu, Shanessa tengah kecewa. Tapi tidak mungkin, kan, dia bilang kalau mantan istrinya adalah ... Gantari, sepupunya sendiri.
***
"Ini udah lebih lima tahun dan kamu masih terus membawa makanan setiap berkunjung." Lelaki muda berkulit putih dengan jas putih, memandang Gantari dari seberang ranjang rawat. Di atas ranjang itu, terbaring seorang wanita setengah baya dengan mata terkatup lengkap dengan napas ritme lambannya.
"Bisa aja suatu saat nanti, waktu aku datang, ibu siuman." Mata Gantari masih menyorot sendu pada wajah wanita yang merupakan ibu kandungnya. Tangannya juga cekatan membersihkan tangan wanita yang masih cantik diusianya itu dengan kain basah.
Farez, si lelaki tampan yang juga seorang dokter itu tersenyum menanggapi. Rasanya kata salut saja tak cukup untuk mewakili perasaannya pada gadis hebat di hadapannya.
"Dokter atau perawat yang mewakili memakan makanan ini aja, sudah lebih dari cukup," lanjut Gantari sembari melemparkan senyum tipis yang sukses membuat Farez gelagapan.
"Perawat nggak pernah kebagian, Gantari. Dokter Farez selalu ngabisin tanpa sisa." Seorang perawat wanita ikut menimpali di sela konsentrasinya memasang infus.
Gantari tersenyum lagi.
"Aku pernah ngasih kalian!" bantah Farez kemudian.
"Benar, cuma sekali. Itu juga karena dokter harus dinas keluar kota."
Dokter Farez mengingat lagi dan memang benar. Sekarang dia hanya menggaruk tengkuknya salah tingkah, membuat Gantari dan perawat tertawa renyah.
***
Setelah klarifikasi tadi, Nevan mengantar Shanessa pulang. Sepanjang perjalanan tidak dilalui dengan pembicaraan hangat seperti biasa. Suasana masih canggung, meski tadi Shanessa bilang, dia menerima masa lalu sang kekasih.
"Aku langsung pulang, ya." Nevan membuka obrolan sesampainya mereka di depan pagar rumah keluarga Adiwiyata.
Shanessa tak banyak bicara. Semua masih kacau dan dia sendiri bingung bagaimana cara memperbaikinya. Lagi pula, kenapa juga dia yang harus memperbaiki?
Jadi, Shanessa mengangguk saja, mengiyakan ucapan Nevan barusan.
Tok. Tok. Tok.
Kaca jendela mobil diketuk, membuat Nevan dan Shanessa menoleh ke sumber suara. Mereka hampir terlonjak ketika mendapati Ardiman sebagai pelakunya sedang nyengir lebar dengan pakaian training warna oranye.
Nevan buru-buru membuka pintu dan beranjak keluar mobil. Dia langsung menyapa dan mencium tangan sahabat orang tuanya itu.
Inilah yang menjadi nilai istimewa Nevan Dimata Ardiman. Sikap sopan yang tak lagi dimiliki banyak anak muda.
"Ayo masuk!" ajak Ardiman sambil menepuk pelan pundak Nevan. Kemudian, melangkah pergi meninggalkan Nevan yang belum sempat menolak.
***
Ardiman berhasil menahan Nevan dengan obrolan bisnis hingga malam dan mau tidak mau Nevan juga harus makan malam disana. Makan malam dilalui dengan cengkrama hangat antara Darya dan Shanessa. Sisanya hanya menjadi penonton saja.
Bi Sumi dan Bi Tarti menghidangkan makanan utama. Ardiman menyorongkan sepiring cumi asam manis dengan irisan tomat dan timun di dalamnya pada Nevan yang disambut Nevan dengan anggukan sungkan.
"Gantari mana?" Darya yang awalnya asik ngobrol dengan Shanessa mulai menoleh pada Bi Sumi. Bi Sumi memasang wajah bingung, lantas melirik Bi Tarti yang juga menggeleng tak tahu.
"Ini hari Minggu, Ayah." Ardiman mengambil alih, lalu memberi tanda agar kedua ART itu pergi. "Gantari pergi seperti biasa," lanjutnya.
Darya menoleh lagi, melihat jam besar yang bertengger di ruang tengah, lantas mengernyit.
Ardiman dengan sigap menjawab lagi. "Dua minggu kemarin dia sudah bekerja keras." Ia tersenyum tipis, baru melanjutkan, "Jadi, ku beri izin hari ini untuk dia menginap."
Shanessa tegang. Ia menatap sang kakek was-was, menunggu reaksi dari ucapan Ardiman barusan. Tapi rupanya, Darya tidak membalas. Dia diam saja meski wajahnya terlihat mengeras. Kemudian, Darya melanjutkan makannya, membuat Ardiman dan Shanessa mengembuskan napas lega.
Ardiman bahkan tersenyum. Kehadiran Nevan seolah menjadi senjata baginya untuk membuat Darya tidak memperpanjang masalah dan dia berhasil. Sedangkan, si tameng, Nevan, diam saja meski banyak pertanyaan menggelayut di benaknya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 164 Episodes
Comments
Ojjo Gumunan, Getunan, Aleman
ehhh bru lulus Sekolah atau lgi kuliah kali yaa 18 taun
2023-03-28
0
Ama
Adiwiyata
2022-09-13
0
Ama
keluarga Ardiwinata atau Adiwinata. ?????
2022-09-13
0