Shanessa sama terkejutnya dengan Nevan ketika mendengar kabar pertunangan lima hari lagi. Bedanya, dia panik lantaran belum mempersiapkan apapun.
"Papa udah bilang, minta pendapat kalian dulu, tapi Tante Tiwi bersikeras kalian pasti setuju," Ardi menjelaskan.
"Ya ampun, Pa. MUA langganan aku nggak bisa. Gimana, nih?" Shanessa menatap ponselnya panik. Rupanya sedari tadi dia sibuk mengubungi sana dan sini.
Ardi mendengus, lantas ikut mengambil ponsel dan menghubungi seseorang, sedangkan Shanessa memperhatikan dengan seksama.
"Dimana, sayang?"
Sebelah alis Shanessa terangkat, bingung.
"Segera beri kabar kalau ada kendala, ya."
"Huum. Hati-hati."
"Emang Tari bisa make up, Pa?" Tanya Shanessa tak sabar.
Ardiman mengernyit. "Siapa yang nyari tukang make up? Papa cuma pengen tau kabar anak Papa, kok."
Shanessa mengerucutkan bibirnya, membuat sang papa terkekeh.
"Makanya jangan sering-sering nyuruh Tari keluar kota. Tiap Minggu pasti ada aja kerjaan yang buat dia nginap di luar. Papa juga kan yang khawatir."
Ardiman membenarkan letak kacamatanya. "Dia yang mau," lirihnya kemudian.
Kalau begini, Shanessa tau pembahasan akan jadi berat. Maka, dia mengubah topik pembicaraan. Bukan dia tidak peduli, tapi dia belum berani menentukan pada siapa dia akan berpihak.
"Pokoknya waktu acaraku, Tari harus ada."
Ardiman tersenyum, lantas mengangguk setuju.
"Pa?"
"Hm?"
Tatapan Shanessa berubah serius. Membuat Ardiman mengangkat sebelah alisnya curiga.
"Apa?" Tanyanya lembut.
"Masalah masa lalu Nevan..." Perkataan Shanessa mengambang di udara dan Ardiman tahu betul jika sang anak enggan melanjutkan.
Ardiman menggeser tubuhnya mendekati Shanessa dan merangkul pundak sang putri. "Seperti yang pernah papa bilang, semua keputusan ada ditanganmu." Ardiman tersenyum hangat, lalu melanjutkan, " Kalau bagimu nggak masalah, maka bagi papa juga tidak."
Bibir Shanessa bergetar sebelum akhirnya membentuk senyuman lega, lantas menghambur memeluk erat papa tersayang.
***
Lima hari berlalu. Nevan bahkan tidak ingat kalau mamanya tidak mengingatkan untuk mengambil cincin pesanan. Semua hal menjadi urusan sang mama, kecuali cincin pertunangan.
Di kediaman Ardiwinata, sudah terlihat kesibukan dan kepanikan sejak subuh. Para pelayan catering dan ART mengambil alih kesibukan, sedangkan panik menjadi bagian Shanessa.
Baju yang awalnya sudah ia yakini paling sempurna untuk digunakan di acara istimewa, mendadak menjadi tidak menarik hari ini.
"Sayang, ini cuma dihadiri keluarga inti aja, kok. Keluarga pakde kamu di Jogja, Kakek muda, sama Beberapa anaknya," ucap Ardiman menenangkan.
Beliau lupa kalau Shanessa tidak semudah itu ditaklukkan.
"Tari, temenin aku ke mall, yuk," rengek Shanessa sambil menguncang tubuh sang sepupu.
Gantari meringis, melirik sebentar sang paman minta bantuan. Meski, acara masih nanti sore, tapi ke mall dan belanja dadakan bukanlah ide yang tepat.
"Kamu cantik, Shaness. Pakai apapun cocok." Gantari menangkupkan telapak tangannya ke pipi Shanessa, lalu melanjutkan, "Lagi pula, bertanggung jawablah dengan pilihanmu sendiri."
Shanessa menundukkan kepalanya. Ya, kebaya dusty pink ini memang menjadi pilihannya kemarin. Ia ingat sudah jatuh cinta pada kebaya modern ini pada pandangan pertama dan mempersiapkan segala aksesoris senada sebagai pelengkap.
"Percaya saja pada pilihanmu," tegas Gantari.
Dari belakang, Ardiman mengusap lembut rambut Gantari. Tersenyum bangga pada sang keponakan yang nampaknya berhasil mengembalikan kepercayaan diri sang putri.
Baginya, Gantari sangat berharga. Putri dari Abang kandungnya itu sudah dianggap sebagai anaknya sendiri sejak melihat Gantari kecil dilahirkan.
Pukul 14.30 WIB Shanessa tersenyum menatap hasil riasannya. Kebaya modern dengan atasan brukat berwarna dusty pink yang menjuntai hingga paha dipadukan dengan jarik batik cokelat serta rambut disanggul gaya modern dengan pemanis jepit berkilau membuat Shanessa membenarkan kata kata Gantari, bahwa ia harus percaya dengan pilihannya.
Dadanya berdegup kencang. Hari ini babak baru hubungannya dengan Nevan akan dimulai. Beberapa kali dia tampak menarik napas. Belum akad saja, dia sudah gugup begini, Shanessa terkekeh sendiri. Kemudian, pikirannya tertuju pada seseorang, Gantari. Ia langsung berjalan menuju kamar Gantari dengan sepatu hak tinggi berwarna peach.
Ketika pintu dibuka, seperti yang Shanessa duga Gantari tidak berada di kamar, lantas ia mengeluarkan ponsel dan mencoba menghubungi sang sepupu. Tidak diangkat.
Shanessa segera membuka aplikasi WhatsApp dan mengetik pesan singkat.
"Kalau kamu nggak ada. Aku batalkan semuanya."
Cek list dua.
Namun, tidak berwarna biru, tapi siapa peduli. Karena Shanessa tau betul kalau pesan itu sudah dibaca. Pengaturan model begitu emang bakal dijadikan andalan bagi manusia-manusia males basa-basi.
"Jangan kekanakan."
Nah, kan, dibalas.
"Kamu lebih mengenal aku."
"Aku ada urusan penting. Selamat dan maaf."
"Kamu paling mengenal aku." Shanessa mengetik ulang jawab yang sama. Kemudian, keluar dari kamar Gantari.
Lima belas menit, Gantari sudah muncul di rumah dengan kaus hitam lengan panjang, celana jeans, sepatu sneaker, dan topi baseball yang sontak membuat Shanessa memutar bola matanya.
"Sepupu mau nikah, begini gayanya?"
"Tunangan," ralat Gantari.
"Tunangan itu selangkah sebelum nikah," decak Shanessa sebal. " Cepat mandi. Baju udah aku siapkan di atas kasur. Udah kayak pasangan suami istri aja kita, kan?" Sindir Shanessa.
Gantari berbalik malas dan menuju kamar sesuai instruksi.
"Jangan coba-coba pakai baju lain. Kamu kenal aku, kan?" ucap Shanessa santai sambil meniup kukunya.
Sosok yang diancam tersebut, menggerutu tak jelas, namun ia melanjutkan langkah menuju kamar.
***
Pakde dan istri sudah datang sejak pagi. Beliau adalah kakak satu-satunya dari almarhumah ibu Shanessa dan beliau pula yang nantinya akan menjadi perwakilan keluarga untuk menyambut keluarga Nevan.
Bude Sri tak henti-hentinya memuji kecantikan sang keponakan dan selalu berada disisi Shanessa.
Kakek muda hadir bersama om Hilman, putra bungsunya. Kakek muda ini adik bungsu kakek. Beliau sangat bersemangat dan gaul diusianya, maklum mantan rocker.
"Dihyan!" Kakek muda berteriak, kemudian mendekat merangkul sang cucu yang baru turun dari tangga.
Gantari meringis lantaran sekarang dia menjadi objek perhatian semua orang. Terimakasih atas lengkingan suara Kakek muda.
"Cantik, gila, kamu Dihyan!"
Ya Allah. Bisa tidak volume suara Kakek dikurangi sedikit. "Cantik atau gila, nih, kek?"
Kakek muda terbahak. Gantari meraih tangan kakek dan menciumnya. "Kurangi rokoknya. Tangan kakek udah nggak enak dicium."
Kakek muda mengerling. "Rokok itu udah kayak Julietnya kakek. Mana bisa Romeo hidup tanpa Julietnya."
Gantari mendengus saja membuat kakek muda terkikik lagi.
"Tapi, kamu beneran cantik, loh. Untung nggak mirip Irawan," bisik kakek muda geli sendiri. Kemudian dengan dagu terangkat dan dada yang dibidang-bidangkan ia menyediakan lengannya untuk diamit Gantari. Beruntung Gantari peka, jadi dia langsung mengamit lengan satu-satunya laki-laki yang bisa membuatnya bersikap seperti seorang Dihyan.
Seperti yang sudah diwanti-wanti Shanessa, jika kostum sudah disediakan, maka jadilah hari ini Gantari tampil feminin. Ia tampil dengan mini dress simpel berwarna pastel selutut, riasan wajah natural, lipstik merah kalem dan sepatu high heels berwarna nude. Rambut ikal sebahunya ia biarkan tergerai membuat Gantari layak menjadi saingan berat si tokoh utama di acara hari ini.
Semua orang tergelak tak habis pikir dengan tingkah kakek muda. Kakek Ardiwinata menatap mereka. Ada sorot sedih sekaligus iri melihat pemandangan tersebut.
Om Hilman datang memberitahu jika yang ditunggu tiba. Tiga buah mobil sudah memasuki pelataran rumah dan beberapa anggota keluarga Ardiwinata sudah berdiri di teras menyambut kedatangan mereka. Shanessa maju dan menyambut keluarga sang calon imam dengan malu-malu. Tante Tiwi tidak sekali memuji kecantikan calon menantu, sedangkan Fauzan, ayah Nevan, juga tampak hadir dan tersenyum hangat. Sepengatahuan Shanessa beliau lebih sering berada di luar negeri.
Nevan hadir dengan balutan formal. Kali ini dia memakai batik dengan celana kain dan rambut disisir rapi. Sepatu pantofel menambah kesan gagah pada dirinya. Sebenarnya, dipakaikan pakaian model apapun cocok untuk Nevan yang memang memiliki tubuh jenjang dan kulit putih. Andaikan dia rajin tersenyum, kita bisa melihat jika sebenarnya lelaki tampan itu memiliki lesung pipi.
Basa-basi sudah dilakukan ala kadarnya. Keluarga Nevan juga sudah dipersilahkan masuk ke ruangan yang sudah di sediakan. Om Fuzan dan Om Ardi tampak menanyakan kabar satu sama lain. Tante Tiwi mengamit lengan Shanessa dan tertawa kecil, tapi tawanya seketika berhenti saat melihat salah satu sosok yang sudah menunggu di dalam ruang keluarga, Gantari. Wajahnya pias, ia melepaskan tangannya dari lengan Shanessa. Tidak ada yang menyadari perubahan raut ibu Nevan itu.
Sebelum acara inti dimulai, Tiwi memohon izin ke kamar mandi. Ia memutar kenop pintu dengan tangan gemetar. Jantungnya memompa tak karuan, dia tidak ingin acara hari berantakan. Ia meremas ujung kebayanya dan segera keluar dari sana setelah mengembuskan napas kuat.
Langkahnya terhenti, ketika menjumpai Bi Tarti. Dengan gugup, ia meminta Bi Tarti untuk memanggil Gantari dan menunggunya di teras samping rumah.
Tak lama Gantari keluar dengan wajah biasa. Mata kecil, namun memiki tatapan tajam, ia hujamkan tanpa sengaja. Bibir mungilnya masih terkatup. Tak berniat sedikit pun untuk memulai.
"Kenapa kamu bisa ada disini?" Desis Tiwi.
Gantari masih enggan bersuara. Tatapan khasnya begitu menakutkan hingga diam-diam membuat Tiwi menggigil disela keangkuhannya.
"Jangan menghancurkan kehidupan putraku, lagi," ucapnya tajam.
Seringai muncul dibibir Gantari membuat napas lawan bicaranya tercekat.
"Mendengarnya, aku jadi tertarik," balas Gantari tenang.
Kepalan tangan Tiwi berubah menjadi tamparan kuat di pipi Gantari. Gantari masih bergeming, namun sorot matanya bertambah gelap.
Seseorang datang dengan langkah cepat dan mencengkeram tangan Tiwi. Terlalu kuat, hingga si wanita berkebaya navy itu meringis.
"Nevan?" Desis Tiwi tak percaya.
Di seberang, Gantari kembali menyeringai. Dia mengangkat kepalanya, hingga membuat helaian rambut yang tadi menutupi sebagai wajahny hengkang.
"Wanita murahan itu pura-pura menjadi sahabat Shanessa untuk menganggu mu lagi!"
Nevan menegakkan tubuhnya. Matanya masih enggan menatap Gantari. Meski kenangan Gantari tak bagus diotaknya, tapi mendengar kata "murahan" membuatnya tak suka. "Dia cucu keluarga Ardiwinata," desisnya tajam.
Ucapan Nevan barusan membuat sang ibu mundur selangkah. Ia menggeleng tak percaya. Ingin kembali membantah, tapi sang putra sudah lebih dulu menariknya pergi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 164 Episodes
Comments
maura shi
pasti nikahnya karena slh fhm,trs g d restui,g tau dr keluarga kaya,uda q duga pisahnya nevan-tari ada kaitannya sm emaknya nevan
2021-11-17
1
re
Keluarga Tari ngak ada yg tau
2021-10-24
1
m͒0͒π͒&͒3͒🤗ᵇᵃˢᵉ
👣👣jejak thor... masih nyimak
2021-08-10
0