Gantari menjadi istimewa bagi Farez, karena dialah pasien pertama yang ia tangani ketika menjadi dokter residen.
Gantari menjadi istimewa karena gadis itu begitu mencintai ibunya melebihi diri sendiri, sama seperti dirinya yang dulu.
Gantari menjadi begitu sangat istimewa ketika lima tahun yang lalu gadis itu memohon dan begitu percaya padanya untuk menyelamatkan nyawa sang ibu.
"Dok?" Rendy si dokter petakilan mengetuk pintu membuat Farez tersentak kaget.
"Kasian monitor dijadiin pelampiasan," ucapnya begitu duduk di hadapan Farez sembari mengusap si monitor penuh kasih sayang.
"Longgar banget waktu loe kayaknya," sindir Farez.
Rendy cekikikan. "Baru juga keluar dari ruang operasi."
Farez menumpu sikunya ke atas meja dan memegangi dagu menatap serius layar komputer lagi.
"Kapan dong?"
Pertanyaan Rendy barusan sontak membuat Farez mengangkat sebelah alisnya dan melayangkan tatapan bingung pada sahabat semasa menjadi dokter residennya itu.
"Kapan ngelamar Mbak Dihyan?" Jelas Rendy cekikikan.
Farez melotot. Dia celingak-celinguk memastikan tidak ada orang disana. Kemudian melempar hasil laboratorium pasien pada Rendy.
Kali ini Rendy yang melotot. "Itu barang berharga pasien!"
Farez buru-buru mengutip kertasnya lagi, kemudian mengelusnya berharap tidak kusut membuat Rendy ngakak tak henti.
"Beruntung banget Dihyan kalau punya suami polos begini," goda Rendy lagi.
"Ngomong sekali lagi beneran gue lempar keluar jendela."
Rendy ciut. Dia menutup rapat mulutnya dengan kedua telapak tangannya, kemudian menggeleng cepat.
Farez duduk lagi. Dia kembali menatap monitornya.
"Dia tertarik sama gue nggak sih menurut loe?"
Rendy melirik Farez, kemudian bicara dengan suara blubuk blubuk karena mulutnya masih dibungkam oleh tangannya sendiri membuat darah Farez naik dan berniat memukul kepala Rendy dengan CPU, namun si dokter muda sudah kabur duluan.
***
"Akhirnya calon mantu Mama datang juga."
Itulah sambutan yang diterima Shanessa ketika bertemu dengan ibu Nevan di kediaman mereka.
Wanita anggun penuh gaya itu mencium pipi Shanessa. "Papa sehat?"
"Alhamdulillah sehat, Tante," jawab Shanessa kalem.
"Tante udah lama nyuruh Nevan bawa kamu ke rumah. Tapi katanya entar-entar melulu."
Shanessa melirik Nevan yang diam saja, kemudian tertawa pelan. "Kuliahnya padat, Tante."
"Iya, sih. Sekarang udah lulus, kamunya beneran diajak kesini," Tante tertawa lagi. Beliau sosok yang ceria. Terlalu ceria bila dibandingkan dengan anaknya yang kebanyakan muram.
Dua tahun yang lalu, ketika Shanessa memutuskan untuk kuliah di Australia meski akhirnya tidak sampai selesai, keluarga Ardiwinata was-was melepaskannya. Namun, karena Tante Tiwi menjamin, bahwa Nevan, putranya akan menjadi penjaga yang baik bagi Shanessa, maka mereka mengizinkannya.
Awal bertemu, Nevan merupakan sosok yang dingin. Dia sangat jarang bicara dan tatapan matanya begitu gelap, seperti gelapnya malam seusai badai.
Shanessa menoleh.
Apa lukanya begitu parah? Shanessa menatap lekat Nevan yang duduk di sampingnya, lantas digenggamnya erat tangan sang pria pujaan, membuat Nevan ikut menoleh dan tersenyum tipis padanya.
***
"Dihyan."
"Dihyan."
"Dihyan."
Gantari tersentak. Napasnya tersengal. Bulir keringat besar membasahi keningnya. Ia menegakkan tubuhnya yang terasa nyeri, kerongkongannya juga terasa kering. Rupanya, dia tertidur membungkuk di atas meja kerja kantor. Layar komputer masih menyala, menampilkan laman exel yang dengan warna-warni di baris yang berbeda.
Dia menyeka keringatnya, lalu beranjak ke pantry untuk bisa menenggak segelas air. Semalaman dia memang terjaga, bercerita banyak hal pada sang ibu tersayang.
"Tar, rapat sepuluh menit lagi, ya," Siska muncul memberitahu yang disambut anggukan singkat oleh Gantari.
"Kenapa? Kamu sakit?" Siska spontan menyentuh kening Gantari khawatir.
"Nggak kok," balas Gantari menenangkan.
"Serius? Nanti Pak Ardiman bisa ngamuk kalau gue nyiksa keponakannya."
Gantari tersenyum. "Aku baik-baik aja."
Siska mengangkat bahunya ringan. "Well, rapat tanpa kamu bakalan hambar. Klien-klien nyinyir bakalan meraja lela. Tetap sehat, ya," ucap Siska, kemudian berlalu dengan membawa secangkir kopi instan.
Gantari kembali mengulas senyum tipis. Dia kembali teringat pada mimpinya tadi. Mimpi yang selalu mengusik tidurnya. Mimpi yang intensitasnya meningkatkan akhir-akhir ini.
***
Nevan sedang bersandar di sofa sembari memijit pelipisnya, ketika Bi Murni datang membawa secangkir kopi hitam. Kepalanya pening, semalam dia lembur lagi.
"Nggak tidur lagi, Leh?"
Nevan mendongak, kemudian tersenyum. "Tidur, Bi."
"Iya, tidurnya subuh," cibir Bu Murni.
Balasan Bi Murni barusan membuat Nevan terkekeh sebentar. Kemudian, ia menyesap kopi buatan wanita paruh baya tersebut hingga separuh. Kesukaannya pada kopi hitam sudah berlangsung cukup lama dan sudah pernah disarankan pula oleh dokter untuk dikurangi.
Suara bel berbunyi, membuat Bi Murni beranjak untuk membuka pintu.
Tak lama terdengar suara yang begitu familiar, membuat Nevan tidak perlu menerka siapa tamu yang datang sepagi ini.
Sang mama langsung mengambil tempat di samping Nevan dan mengeluhkan suhu yang sudah tinggi padahal hari masih pagi.
Nevan menyesap kopinya lagi. Pandangannya menerawang ke luar jendela. Hingga ucapan mama membuatnya menoleh tak percaya.
"Sabtu ini kita ke rumah Shanessa. Mama udah ngomong sama Om Ardi. Setidaknya kalian tunangan dulu."
Sabtu? Berarti lima hari lagi.
"Ada hal yang mau kamu bawa? Beberapa sudah mama siapkan, sih," ucap mama terkikik sendiri.
Mama menoleh karena pertanyaannya tak kunjung mendapat jawaban.
"Lakukan saja seperti yang biasa mama lakukan. Memutuskan semuanya sendiri," balas Nevan dingin. Kemudian, dia beranjak mengambil kunci mobil di atas nakas dan mencium tangan sang ibu, lalu berjalan menuju pintu. Dia mendadak ingin cepat-cepat ke kantor.
Nevan memacu APV hitamnya dengan kecepatan tak biasa. Kaca jendela ia biarkan terbuka, membuat wajahnya ditampar angin jalan. Ia memejamkan matanya beberapa detik, kemudian membukanya lagi. Tak ada yang berubah. Entah sejak kapan dunia ini tak lagi berwarna.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 164 Episodes
Comments
Ama
gak.
2022-09-13
0
Nur hikmah
awal bc smpe segini....nyesek thor....pnuh misteri......
2022-02-13
0
maura shi
mgkn ini ada kaitannya dgn emaknya nevan???
yg mengira gantari gadis miskin yg tk sepadan bt nevan,suudzon thor
hhhhh
2021-11-17
0